AIR MATA LEBARAN
Cerpen Okti Setiyani
“Bukan! Itu bukan
ledakan kembang api, melainkan ledakan bom yang....”
Wajah-wajah penuh kegembiraan mulai
bermunculan saat matahari kembali ke peraduan. Dan hilal –bulan sabit muda pertama-- telah terlihat. Azan magrib berkumandang.
Disusul gema takbir yang menggetarkan jiwa mulai bersahut-sahutan di seluruh
penjuru negeri. Suasana haru mengantar kepergian bulan penuh berkah –bulan Ramadan.
Tibalah penghuni
bumi menyambut bulan Syawal. Bulan yang identik dengan saling memaafkan,
kue-kue lebaran dan pakaian-pakaian yang indah. Tak lupa, suara yang
mengagetkan, tetapi membuat langit yang ditaburi bintang seolah lebih hidup
untuk sesaat. Ya, itulah ledakan kembang api yang menjadi hal biasa di saat-saat
menuju lebaran.
Itu bukan cerita lebaranku,
melainkan imajinasiku berdasarkan cerita salah seorang relawan yang datang ke
pengungsian kami. Jujur saja suasana lebaran di negaranya dan negaraku sangat
berbeda, benar-benar berbeda.
Aku duduk bersandar di sebuah pohon
besar berdaun lebat, membuat siapa saja yang duduk di bawahnya merasa nyaman
dan sejuk. Pohon itu sudah tua, lebih dari umurku dan umur orang tuaku, mungkin
pohon itu adalah sebuah saksi bisu atas kejadian yang sudah terjadi di tanah
ini.
Sejurus kemudian
mobil ambulance muncul, memarkir di depan pengungsian yang dihuni lebih dari
dua puluh lima orang itu. Pria-pria berjubah putih mulai menuruninya, mataku
berbinar melihat seorang pria tinggi berkaca mata – Dokter Rizal. Ya, aku tidak
sabar mendengar cerita tentang lebaran di kampungnya yang sejuk dan dikelilingi
persawahan. Sangat berbeda dengan keadaan di sini, hanya ada sisa-sisa bangunan
yang roboh, ladang yang hancur dan air mata.
“Wah, pohon ini sejuk sekali....” ujarnya
sambil berjalan menghampiriku.
Aku tertawa dan mengangguk. “Benar
sekali....”
“Apa di negaramu banyak pohon
seperti ini?” tanyaku penasaran, pasalnya sangat jarang pohon besar bertahan
hidup di sini, selain tidak adanya air yang cukup, pohon besar sering kali
terkena serangan bom.
“Ya, banyak sekali....”
“Dokter, sekarang coba cerita
tentang lebaran....”
“Baiklah, saat lebaran di kampungku
sangat ramai. Keluargaku dari kota akan pulang kampung dan berkumpul di
rumahku. Lalu, semua anak-anak muda akan berkumpul dan berjalan-jalan menuju
rumah para tetua untuk meminta maaf. Kue-kue lebaran, tape, tempe dan lain
sebagainya sudah menjadi hal biasa saat lebaran. Yah, aku jadi rindu dengan
suasana di sana sekarang....”
“Sepertinya tinggal di negaramu sangat
nyaman, damai dan menyenangkan.” ujarku dengan rasa perih, pasalnya suasana di
negaranya adalah apa yang selama ini negaraku inginkan, kedamaian.
Pria berjubah puith itu tertawa
kecil. “Ya, jujur saja bahwa saat aku berada di sini, aku baru sadar bahwa
negaraku sangat damai....”
Dokter Rizal menoleh padaku. “Apa
saat lebaran keluarga-keluarga juga berkumpul?” tanyanya.
“Ya, tetapi semua keluargaku sudah
tiada.”
Aku ingat beberapa tahun lalu,
ketika semua keluargaku pergi dari tempat penuh air mata ini.
*
“Ayah…” teriakku saat bom itu jatuh dan
meledak tepat di rumahku. Sedangkan aku hanya bisa menyaksikan pemandangan itu,
terisak di atas ayunan di samping rumah. Dan tak ingat apa-apa lagi setelah
itu. Ya, satu demi satu keluargaku pergi dari
tempat yang mengerikan ini.
Sebenarnya aku
bahagia dengan kepergian mereka. Bukan bermaksud jahat, melainkan karena mereka
sudah bahagia di alam sana. Tidak ketakutan lagi hidup di tempat penuh air mata
ini. Aku sebenarnya ingin ikut mereka saja, namun Allah sudah memberikan
kesempatan untukku hidup lebih lama. Mungkin Dia ingin aku mencari bekal dahulu
sebelum menysul keluargaku. Baiklah!
Di
pengungsian ini, aku bertemu dengan mereka, anak-anak
yang senasib sepertiku. Anak-anak yang masih ditakdirkan Allah untuk mencari
bekal di dunia, demi menyusul keluarganya ke Surga.
Okti Setiyani, gadis kelahiran 1999 ini adalah seorang guru di salah satu SMP di Kulon Progo. Ia menyukai menulis, membaca dan mengkhayal sejak semester satu perkuliahannya di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Sekarang ini ia sudah memiliki 2 novel yang berjudul “Touch The Sky” dan “Campus Puzzle”, juga beberapa antologi cerpen dalam kompetisi menulis yang pernah diikutinya. Penulis dapat dihubungi melalui Email oktisetiyani1999@gmail.com dan Instagram @okti_setiyani08
Tidak ada komentar:
Posting Komentar