Jumat, 23 Desember 2022

 

IBU TAK PERLU BOHONG TENTANG SIAPA GURITNO

Cerpen Marlin Dinamikanto

 

Rontok sudah harapan Mursilah. Janin di perutnya tidak diakui Guritno, pacarnya. Mursilah sedih. Berhari-hari mengurung diri dalam kamar. Simboknya, Warsini, belum tahu ada bayi kecil menendang-nendang dari dalam perutnya.

 

“Aku kan hanya sekali,” begitu jawaban Guritno saat Mursilah menuntut pertanggung-jawaban di atas surat pernyataan bermaterai yang drafnya sudah dia siapkan dari kontrakan.

 

Mursilah mencoba mengingat-ingat lagi. Terbayang wajah Agus. Tapi itu tidak mungkin. Meskipun paling sering, setidaknya sudah lima kali, tapi kejadiannya sudah dua tahun yang lalu. Saat dirinya masih kerja di perusahaan juragan Mardi. Kerja di bagian kasir. Aguslah yang sering mendatangi bilik kecil di belakang gudang, tempatnya membagi uang bensin, uang makan dan lainnya, termasuk kasbon.

 

Agus orangnya memang ganteng. LGBT, begitu Mursilah memanggilnya. Bukan gay atau hombreng. Melainkan lelaki ganteng berpipi tembem. Dia paling rajin kasbon. Jurus maut kasbonnya itu yang membuatnya tergila-gila. Mursilah jatuh cinta entah pada pandangan ke berapa. Karena itu pula Mursilah dilabrak istrinya.

 

Juragan Mardi yang memiliki perusahaan angkutan barang, toko bangunan, toko hasil bumi hampir di semua pasar Gunungkidul, kontraktor, penyewaan alat berat dan masih banyak lagi memang memiliki 327 karyawan tetap, di antaranya sopir truk seperti Agus. Jumlah truknya saja ada 102 unit. Agus termasuk sopir truk yang dipercaya mengirim gaplek ke pelabuhan Cilacap.

 

Kalau pengiriman jatuh hari Sabtu sore, Mursilah pasti diajaknya. Sujar, kernet baru yang diam-diam menaruh hati pada Mursilah membocorkan percintaan gelap itu. Rupanya Sujar sakit hati karena sering disuruh memotret adagen mesra keduanya dari kamera poket yang berisi 36 film itu. Diam-diam film itu dicucinya dan dijadikan barang bukti untuk melaporkan Agus ke istrinya.

 

Juragan Mardi tak mau ada ribut-ribut di perusahaannya. Mursilah pun diberhentikan dengan pesangon dua kali gaji atau Rp250.000 dan selembar referensi supaya cepat mendapatkan pekerjaan di tempat lain. Gaji Rp 125 tibu per bulan di tahun 1987 sudah terhitung besar. Mursilah yang lulusan SMK pun diajak Sutini yang hanya lulusan SMP bekerja di pabrik sepatu Tangerang. Meninggalkan Warsini simboknya yang jualan dawet di depan sekolahan SDN Kalangan yang sekarang sudah bubar.

 

Nah, di pabrik sepatu itu Mursilah berkenalan dengan Guritno. Orangnya biasa saja tapi pengertian. Sudah itu sering antar jemput dari kontrakan ke pabrik dengan sepeda motor Honda Astrea yang dibelinya dengan uang warisan embahnya. Lumayan. Setidaknya selama pacaran dengan Satpam pabrik asal Ngawi, Jawa Timur, itu, Mursilah bisa irit biaya transport.

 

Suatu saat muncul kejadian yang sebenarnya sudah dia hindari. Kala itu Guritno main ke kontrakannya. Membawa minuman kemasan. Setelah minum kepalanya pusing. Mursilah baru sadar telah dikerjai Guritno. Saat bangun tidur dirinya tak mengenakan selembar pakaian pun. Tiga bulan setelah itu mereka putus. Guritno yang sudah pasti tidak perjaka lagi sering mengungkit dirinya tidak perawan.

 

*

 

Mursilah sadar ada kelainan dalam dirinya setelah sering mual-mual. Beberapa bulan berikutnya seperti ada yang menendang-nendang dari dalam perutnya. Hamil. Mursilah pun kebingungan.

 

“Ini pasti perbuatan Guritno,” tuding Mursilah saat menyiapkan blanko surat pernyataan bermaterai tahun 1988 senilai Rp1000 yang ternyata ditolak Guritno. Lelaki yang ternyata duda beranak dua itu enggan bertanggung-jawab dengan alasan baru melakukannya satu kali.

 

“Kamu kan sudah tidak perawan?” ucapnya kala itu.

 

Persoalan ini didengar Sutini yang juga masih tetangga desa di Karangduwet. Dia cerita, kakak kandungnya sudah berumur 52 tahun tapi belum beristri. Pekerjaannya seperti Agus, sopir trailer yang sering berminggu-minggu ke luar kota. Meskipun selisih usia 29 tahun, Mursilah tidak keberatan dikenalkan dengan Sutris, nama lelaki itu. 

 

Sutris pun sepertinya kesengsem dengan Mursilah yang menurutnya mirip Nia Daniati. Meskipun sudah berbadan dua tapi Sutris tidak keberatan menikahinya. Tapi sayang. Pernikahannya ditolak karena Pak Pengulu tahu calon mempelai perempuan sudah hamil. Maka Mursilah diungsikan ke rumah embahnya di Klaten. Setelah anaknya lahir pada 19 Maret 1989 baru keduanya menikah.

 

“Jangan khawatir Mur, dia aku anggap anak sendiri,” ucapnya saat jabang bayi lahir.

 

Jabang bayi itu diberi nama Ahmad Mursi Trisno Negoro. Tapi pasangan itu memanggilnya dengan nama Kelik. Panggilan untuk anak lelaki bagi orang Jawa pada umumnya.

 

Sutris sangat menyayangi Kelik. Sejak PAUD, TK hingga sekolah dasar, kalau sedang tidak membawa trailer ke luar kota, Sutris lah yang bertugas antar jemput. Begitu pun dengan Kelik. Dia sangat manja apabila bapaknya ada di rumah.

 

“Apa cita-citamu, Lik?” tanya Sutris saat Kelik sekolah Taman Kanak-Kanak yang setiap Sabtu mengenakan seragam polisi.

 

“Polici,” jawabnya tegas.

 

“Jangan, nak,”

 

“Polici kan bagus? Nembak penjahat dol dol dol,”

 

“Iya, polisi bagus. Tapi kan dia sering menilang bapak?”

 

“Apa itu menilang? Enggak, pokoknya polici. Tembak penjahat dol do dol,”

 

Kelik bertambah manja dengan bapaknya, karena dari pernikahan Sutris-Mursilah tidak dikaruniai keturunan. Sejak sering main ke Warnet dekat rumahnya, Kelik keranjingan dengan komputer. Software komputer di warnet berantakan karena dipraknya. Sutris terpaksa menggantinya.

 

Kelik pun semakin serius belajar komputer, baik hardware maupun softwarenya. Istilah chip, motherboard, Microsoft, Linux, bukan istilah asing bagi anak kelas 2 SMP ini. Sutris pun memberinya fasilitas personal computer dan laptop. Kelik pun kursus komputer hingga jenjang yang membuatnya begitu mahir membuat game dan aplikasi.

 

Demi menopang kebutuhan anaknya, hingga umur 68 tahun, saat Kelik baru 15 tahun, Sutris masih rajin keluar kota membawa trailer. Suatu saat Mursilah mendapat kabar. Suaminya meninggal dunia di sebuah pangkalan truk di Bukitkemuning, Lampung. Rupanya dia terkena serangan jantung dan dikira masuk angin maka dia minta kernetnya mengeroki. Setelah itu dia tidur selama-lamanya.

 

Kala itu Kelik tumbuh menjadi manusia cerdas. Meskipun masih kelas 1 SMA dia sudah sering mendapat order menginstal windows dari pemilik PC dan laptop di sekitar rumahnya. Dia juga menerima orderan service HP Nokia, Motorola, Erickson, Siemens dan lainnya dari teman sekolah dan tetangganya. Maka dia sudah memiliki penghasilan sendiri, sedangkan ibunya hanya bekerja sebagai staff Tata Usaha di SMA swasta yang tak jauh dari rumahnya.

 

Lulus SMA dia sebenarnya mendapatkan bea siswa sekolah ke Amerika. Tapi Mursilah, ibunya, tidak mengizikannya. Akhirnya Kelik mengambil bea-siswa sekolah di Institut Teknologi Bandung yang ditempuhnya tepat selama 4 tahun. Kepandaiannya bergaul membuat Kelik diajak anak-anak orang kaya membuat perusahaan yang lebih dikenal dengan nama Startup, sejenis Gojek, Traveloka, dan apapun yang ada hubungannya dengan jaringan komputer.

 

Perusahaannya juga membuat beragam aplikasi yang dibutuhkan oleh perusahaan. Dengan dukungan kawan-kawannya akhirnya Kelik memiliki perusahaan Startup sendiri. Dalam waktu singkat Kelik bisa menghidupi ibunya. Makam bapaknya pun dipindah dari sebuah TPU sederhana di Balaraja, Tangerang, ke Sandiego Hill. Kelik pun tinggal di kawasan kelas menengah di Serpong.

 

Toh begitu Mursilah tidak mau menuruti nasehat anaknya agar berhenti menjadi staff tata usaha di sekolah swasta yang gajinya pas-pasan. “Hidup ini bukan sekedar mencari uang Lik. Kalau ibu nganggur di rumah nanti cepat mati lho,” ucapnya sambil mengelus-elus rambut gondrong Ahmad Mursi Trisno Negoro yang sekarang bahkan oleh semua orang dipanggil Kelik.

 

*

 

Suatu saat datang seorang lelaki paruh baya ke kantornya. Umurnya sedikit lebih tua dari ibunya. Dan ini aneh. Wajah lelaki itu sangat mirip dengannya. Seperti pinang dibelah dua. Mungkin dia adalah anak dari kakeknya yang memang memiliki 12 istri. Di Gunungkidul saja ada 4. Belum lagi di Boyolali, Klaten, Sukoharjo. Setidaknya itu kata Bulek Sutini, adik bapaknya.

 

Sedangkan Warsini yang ketika masih hidup dipanggilnya Mbah Wedok, hanya punya anak tunggal bernama Mursilah. Kabarnya setelah Mursilah - ibunya - lahir, Mbah Lanang pergi ke Klaten dan tak pernah pulang ke Dusun Karangduwet. Beruntunglah dirinya, punya bapak bernama Sutris. Tidak single parent seperti Mbah Wedok yang mengurus ibunya.

 

Tapi itu tak mungkin. Lelaki itu mengaku dari Ngawi. Meskipun Kelik mencintai Sutris, bapaknya, dengan sepenuh jiwa, sejak kecil hingga dewasa dia sering mendengar gosip, Sutris bukan bapak biologisnya. Jadi sejak pandangan pertama menatap lelaki itu, Kelik sudah berfirasat dia lah bapak biologisnya.

 

“Maaf, apakah bapak masih ada hubungan keluarga dengan saya?” sapa Kelik setelah lebih dari sepuluh menit terlibat obrolan tentang fogging yang menjadi alasan lelaki itu datang ke kantornya.

 

“Oh, bukan. Nama saya Guritno, dulu pernah sama-sama bekerja di pabrik sepatu dengan ibu anda yang bernama Mursilah,” jawab Guritno, nama lelaki itu

 

“Jadi Pak Guritno asal Gunungkidul juga, seperti ibu saya?” selidik Kelik.

 

“Bukan. Ibu anda asal Gunungkidul, sedangkan saya asal Ngawi. Tidakkah ibu anda pernah bercerita tentang Guritno?”

 

“Tidak. Ibu saya tidak pernah bercerita tentang Guritno,” jawab Kelik dengan nada tersekat.

 

 “Saya sangat memaklumi kalau ibu Anda tidak pernah bercerita tentang Guritno. Ya sudah, saya senang melihat anda tumbuh dewasa dan sukses. Semoga ayah anda Sutris bahagia melihat anaknya sukses dari alam sana. Saya mohon pamit dulu,” ujar lelaki paruh baya itu yang tiba-tiba lupa menawarkan jasa fogging untuk mengusir nyamuk di kantornya.

 

Setelah tercenung, kaki Kelik pun ikut terseret mengejar lelaki itu yang masih menunggu lift di depan ruang resepsionis. Ada hal yang menggerakkan hatinya. Dia ingin memastikan itu. Bukan karena tidak mencintai Sutris bapak yang merawatnya sejak bayi hingga membesarkannya. Namun demi kejelasan asal usul dirinya.

 

“Sekali lagi saya mau tanya, apakah Om Guritno masih ada hubungan keluarga dengan saya?” tanya Kelik di depan lift yang mulai terbuka.

 

“Tidak. Saya hanya teman Mursilah, ibu anda” katanya sambil buru-buru masuk ke lift yang sudah terbuka.

 

Kelik terdiam. Kedatangan lelaki misterius itu mengganjal hatinya. Maka dia pun ingin buru-buru menemui ibunya. Tidak cukup hanya lewat telepon, WhatsApp atau Sort Message Service. Tiba-tiba dia ingin bertanya lebih gamblang tentang cerita di balik semua ini. Kelik tahu, lelaki yang wajahnya sangat persis dengannya itu bapak biologisnya.

 

“Bu, tadi ada bapak-bapak datang ke kantor. Ngakunya bekas teman ibu dan bulek Sutini waktu bekerja di Pabrik Sepatu. Namanya Om Guritno,” ucap Kelik.

 

“Guritno?”

 

“Tadinya saya pikir masih saudara. Lha wong wajahnya mirip sama aku. Tapi nggak tahunya orang itu ngaku dari Ngawi. Ibu pernah dengar nama itu?”

 

Nama Guritno sebenarnya telah dikubur dalam ingatannya. Mungkin, suatu saat Kelik  mesti tahu siapa dia yang sebenarnya. Tapi untuk apa? Bagaimana dengan Almarhum Sutris yang mencintainya sepenuh jiwa? Apa pula tanggapan dia tentang perilaku ibunya kalau dia tahu riwayat yang sebenarnya? Tapi dia tidak boleh terlalu lama bertanya-tanya.

 

“Ya, dia teman ibu waktu kerja di pabrik sepatu. Dului ibu sangat membencinya. Mungkin karena dia sering ganti-ganti cewek. Karena benci itu mungkin wajahnya nurun sama kamu. Tapi ibu sekarang sudah lupa yang namanya membenci orang. Mbok tadi kamu ajak mampir ke rumah,” jawab ibunya yang dia tahu bersandiwara.

 

“Orang itu keburu pergi,” sahutnya, lirih.

 

Sebenarnya ibunya tak perlu bohong. Sejak kecil dia sudah tahu siapa dirinya. Dia lahir bukan di tempat terpencil yang kedap informasi. Sejak SMP pun dia sudah tahu, Sutris bukan bapak biologisnya. Hanya Kelik tidak ingin mengungkit kenangan buruk ibunya.

 

Maka Kelik mengurungkan niatnya ingin tahu lebih tentang jalannya cerita yang membuatnya ada di muka bumi. []

 

Martupat, 30 November 2017

 


Marlin Dinamikanto,
lahir di Yogyakarta hingga uzurnya terus mengembara. Saat muda pernah belajar puisi pada mendiang Soewarno Pragolopati. Setelah berkiprah sebagai aktivis dan jurnalis serta mendapatkan penghasilan dari ghost-writer, sejak 2010 hingga sekarang kembali berpuisi. Buku puisi tunggalnya: Yang Terasing dan Mampus (2018) dan Menyapa Cinta (2020).

Sabtu, 17 Desember 2022

 

K A R Y A

 

 AGOES ANDIKA, ASK

 

Meneguk Air Pundukdawa

 

 

Dahaga ini memilih waktu

menetes dalam putaran angin

menjaga lelap terpasung matahari

dari terik berhari-hari

menyetubuhi lelahku

berkeringat masa lalu

perlahan tertanam di jalanan  berbatu

 

Air memutih kemudian

dari ketinggian

rinduku tertiup ke luhur kening

menjadi rerumputan tumbuh di celah

dan kamboja juga merimbun

berbunga rindu

melapis mataku menetaskan airmata

 

Sungguh; aku rindu memeluk kabut

dan dingin  menyelimut wajahku

sepanjang kisah berawal

tanah bukit berair

menjelang langkah di ketinggian

mengatur napas tengah pendakian

tetesan itu perlahan mengalir

meraup wajah tertinggal waktu

 

Pundukdawa, 20 Nopember 2022

 

Agoes Andika, Ask. Lahir di Br. Baleagung Singaraja Bali, 5 maret 1963, anak sulung dari tiga bersaudara. Menulis puisi sejak di bangku SLTP dan berlanjut saat menetap di Mataram tahun 1981, dibimbing oleh Putu Arya Tirtawirya dan Umbu Landu Paranggi. Tahun 1987 pernah diundang membaca puisi di TIM Jakarta bersama penyair tanah air lainnya. Sejak 2017 menetap di Singaraja Bali.

 

 

*****_____*****

 

 FAUZI ABSAL

 

Mata Senja

 

Demi senja

Pasti yang lorong

Siap pada keberuntungan

 

Untuk menggapai

Berjalan dulu

Menyusuri

 

Walau waktu kenang

Jarum tetap milik jam

Mustahil arah balik

 

Tapi bila benar matang

Ranumnya ranum

Pun terhanyut

 

Nov. 2022

 

Fauzi Absal, lahir di Yogyakarta 2 Maret 1951 dengan nama KTP : Fauzi. Nama kekaryaan Fauzi Absal. Absal kependekan dari Abdul Salam, nama sang ayah. Di tahun 1970 pertama kali mengirimkan puisi ke Persada Studi Klub asuhan Umbu Landu Paringgi. Hingga bertahun kemudian karya-karyanya terikut dalam antologi bersama : Penyair Yogya Tiga Generasi (1981)), Gunungan (1983), Tugu (1986), Tonggak IV (1987).

 

*****_____*****

 

HEZA HARA

 

Di Kafe Tak Berpengunjung

 

seorang laki-laki duduk di  atas panggung

gitar yang  ia petik

hanya pantulan bunyi

pengeras suara

: tanpa penonton

 

barista tak lagi menyeduh kopi

hanya menyaksikan

: gelas-gelas yang pernah dikecup bibir kesedihan 

menatap lekat pada dua kursi kosong

yang pernah memangku tubuh gundah

sambil menyulut sebatang rokok

di punggung meja

 

lagu yang ia nyanyikan tak lagi merdu

karena baginya, merdu atapun tidak

hanya berbalas sepi

tiada lagi orang-orang yang membaca malam di sini

dia hanya mencoba mencari riuh

-dalam sunyi-

mencari jejak kenang

yang tinggal mengekal

 

adakah yang datang ingin kembali?

atau hanya datang untuk pergi

meninggalkan tanya di hati

yang tertinggal

 

ia masih bernyanyi,

meski hanya ada

dinding -dinding kaku tanpa cerita

dan denting cangkir yang kehilangan suara

 

Duri, 4 Juni 2022

 


Heza Hara,
seorang wanita  asal kota kecil Duri, kecamatan Bathin Solapan, kabupaten Bengkalis. Kelahiran Duri, 31 Oktober. Buku perdana sebuah Antologi Puisi "Karena Kucinta Kau"(2021) dan buku kedua sebuah novel “Bulan di Hati Luna” (2021) dan buku-buku Antologi bersama penyair lainnya. Mengajar di SMPS DARUNNAJAH Duri. Aktif Di komunikasi WAG KMD_Elipsis, WPComm, Amazing Dream, Kelas Menulis Puisi online "Huma", Penyair Berkarya, pernah belajar puisi di Ruang Kata. Puisi-puisinya pernah di muat di beberapa media online: Semesta Seni, Majalah Elipsis, Riau Sastra, Blog Kepul. Jejaknya dapat ditemui di hezahara86 (Instagram) dan Heza Hara ( Facebook).

  

*****_____*****

 

EVA NURUL KHASANAH

 

Sebuah Janji

 

 

Selepas butiran hujan sampai kepada bumi

dimana manusia murka dan menerima,

dia tak pernah menyalahkan

kepada langit yang telah melepasnya.

 

Tiada abadi, sementara hujan kan reda.

Butiran hujan barangkali kan berpulang?

Curah hujan lebat atau sujud yang panjang,

sama-sama berbisik pada bumi?

 

Atau, adakah janji diantara keduanya?

Atau, adakah janji diantara ketiganya?

Atau, adakah janji diantaranya?

 

Bantul, 30 November 2022


Eva Nurul Khasanah, tinggal di Kulon Progo. Mahasiswi Prodi PBSI Universitas PGRI Yogyakarta (UPY). Puisi berjudul "105 Kata untuk Mimpi Ku" mendapat juara 3 di Pekan Jurnalistik (2019) yang diadakan kampusnya. Karyanya tersiar di sejumlah media online dan antologi bersama diantaranya Kluwung Lukisan Maha Cahaya (2020), Sajak- sajak Perjuangan (2020), Nayanika (2020), dan Duhkita (2021). Sekretaris komunitas Sastra-Ku ini tinggal di Sidorejo Lendah Kulon Progo.

 

 

Jumat, 09 Desember 2022

K A R Y A

 INDRATI SAYUTO

 


Ngadhang Dhawahing Sitaresmi

 

Daksawang…

Sang Sitaresmi panggah ing tawang

praba mawurahan agawe pepadhang

bawana raya kadya rinengga

amung yen sinawang…

                        Endahing sasangka

                        adheming pangrasa

                        edining panalangsa

                        penining kaniaya

                        amung sarana nengga saranta

Pawestri kedah bisa hanjagi

nasabi sarwining sasmitajati

dimen sasab ing tembe wuri

hamanggih sarad kang nastiti

pandam pandoming pra siwi

                        Ngadhang dhawahing Sitaresmi

                        angantu dhatenging raos utami

                        nggadhang tumuruning Jaka Tarub

                        hanjaring bayu kang tumiyup

(udan riris ing madyaning mangsa rendheng, 2022)

 


Indrati Sayuto,
pengajar di SMP Negeri 1 Pengasih. Sejumlah karyanya telah dimuat di buku antologi, diantaranya: .Kidung Karangkitri (Antologi Geguritan Disbud DIY, 2020). Tinggal di Gotakan Panjatan Kulonprogo.

 

***________***

 



NYAI DEWI BARDAL DERSALANA

 


Gumelaring Pakeliran

 

Mega Kuwu 

Teja Wangkara

Sam'ya Angrenggani

 

Wancine Ratri

Wijiling Candra

Ing Wulan Purnama sidi

 

Rerengganing Antariksa kang madhangi Jagat Raya

Tyase Harga Nyang Wanawasa

 

Meh Rahina

Pucuking Wukir

Semu Bang Cahyanya

 

Wijiling Surya

Daru Kartika

Surem M'ring Cahyanya

 

Hyang Haruna Sabda Kukila

Amulat Jagat Raya

Lir suwarga loka

 

Katon endah edi

Peni peni karoban wor asri

Sesekaran maneka warna

 

Amrik wangi dupa kumelun ngantariksa

Bawane kogal nurunake wahyu

 

Nuswantara

Abyor Trawaca ngegla.

 

Ingsun Mijil

Ingsun Mukti

Ingsun Mati

Maring Nuswantara

Aneng  Indonesia Wus Tiwasa

Mring Nuswantara Indonesia

Amarsesa

Mring Nuswantara Indonesia Elung Cara .

 

Menepe cipta Menepe rasa Luhure budi Gapurane katentreman.

 

Rahayu Sagung Dumadi

# 5112022#

 

Bardal Dersanala, nama pena dari Bardal, S.Pd.Jas. Kesehariannya mengajar sebagai Guru Olahraga Kesehatan. Pendidikan terakhirnya S1. VIK UNY jurusan PJKR. Aktif sebagai pelestari budaya, penulis naskah drama/kethoprak, penyanyi, sinden, dhalang ruwat,  dll. Buku yang pernah ditulis yaitu Oncek oncek Pala Kependhem (Sejarah Dusun Cekelan, Sejarah Ki Sodewa). Karyanya dimuat di buku Weling Sinangling (Disbud DIY 2018) dan Tilik Wewisik (Disbud DIY 2019). Tinggal di  Perum GBA No B.50  Dayakan Pengasih Kulonprogo.

 

***________***

 

 

YAYUK WAHYUDI

 

 

Angin

 

Sumiyut saka segara

Sumilir rinesep ing rasa

Swara ombyaking toya rinungu

Nggawa warta

Segara wis ora biru

 

Sakyuta warna rinengga

Sabarang apa wae tinampa

Angin swara sagara

Datan sinyaring nggawa memala

Warta-warta becik ala

Manungsa tan kuwawa nduwa

 

Nalika donya kebak angkara

Gusti duka

Donya sinapu angin sakedhepe netra musna

Minangka pepeling elinging manungsa

Aja pada duraka

 

Neo, 27 Nopember 2019

 

Yayuk Wahyudi, adalah nama pena dari Sri Rahayu Yustina S.IP, MA. Lahir di Purworejo 27 Desember 1963. Disela-sela ketugasan sebagai PNS di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Kulonprogo masih meluangkan waktu bergiat di Komunitas Sastra-Ku dan Forum Sastra-Teater Kabupaten Kulonprogo. Karyanya masuk di sejumlah buku antologi, diantaranya: Weling Sinangling (Antologi Geguritan Dinas Kebudayaan DIY, 2018) dan Tilik Wewisik (Antologi Geguritan Dinas Kebudayaan DIY, 2019). Tinggal di Girimulyo Kulonprogo.

 

***________***

  K A R Y A     AHMAD MALIKI MASHAR     Suluh Penyuluh   Mulut berbisa mengurut luka Menepuk dada tersuruk bangga Berlulur s...