Kamis, 21 Februari 2019

KARYA

PUISI MARJUDIN SUEB


Semisal Api

Tak seperti apa yang kutahu
Selalu warna merah, kadang bisa biru Bahkan hitam legam sangat bercahaya Sekian lama tinggal dalam dendam
Hingga terlampias tak pernah bisa puas Begitukah iri terlampias jadi dengki Membakar kebenaran dan ingkar
Dari yang sejati
Tak seperti apa yang kutahu
Dari tungku akan memasakkan nasi
Untuk sekedar kenyang
Dan bisa bakar habis keserakahanku
Sekecil apa pun mampu ledakkan apabila saja tak terkendali bagai kuda nafsu Namun barangkali juga mampu
bakar semangatmu
Yk, 2018


Pahlawan Gula Semut
Gula Semut Pahlawan

Ingin jabat tangan padamu siapa pengubah Gula Jawa gula kristal gula semut
Ingin kucium takzim jabat tanganmu pengubah penderes jadi dibutuhi penitis pemasak gula dicari
meski belum kutahu ke mana untuk apa dan inikah kerna suka bertetangga bersama dalam berbeda
meski beda bangsa beda agama
masih ingatkah ketika paman manjat kelapa menderes legen nira
masih ingatkah ditelinga terdengar irama bumbung bambu penadah nira
saling teradu tergantung di pantatnya
(seirama senandung harapan doa)
masih ingatkah ketika isteri setia
depan tungku mengaduk panas nira kian panas kian didih kian kental
lalu dengan teliti mencetak gula dengan paruhan batok kelapa
(searoma manis dan harapan doa)
(2018)

Menoreh Malam

Dari puncak perbukitan cermati laku Perjalanan sejarah dan tanah yang terbagi Dan hutan yang kian terkikis
Kau tak lagi terjaga
Sebentar lagi tetangga jadi kota
Dan hutan yang kian habis
Siapa pohon terobohkan traktor beghu
Siapa sekawanan burung blekok terusir
: penghias setia sawah dan pantai
Inikah peradaban agung
Dengan sesanti adiluhung
Di sana tak terdengar lagi pembelaan dulu
Di luar jendela koor menggema :
Ayo maju….maju..
Yk. 2018

Rabu, 20 Februari 2019

AGENDA: Belajar Menulis Sastra


Pegiat Sastra Perlu Media Berkarya


Pelaku sastra di Kulonprogo memerlukan media untuk menampung karya mereka. Karena misi yang dikandung karya sastra perlu dibaca orang lain. Sehingga idealisme penulis, yang tertuang dalam karya sastra, diharapkan bisa mewarnai kehidupan sekitar.

Hal itu terungkap pada kegiatan “Belajar Menulis Sastra” di kawasan desa wisata Jati Moncol Sukoreno Sentolo selama dua hari (26-27/1). Media itu bisa berupa buletin, majalah atau bahan cetakan lain yang terbit berkala. Namun di era digital saat ini, jika belum mampu menggunakan media cetak, bisa pakai media online.

Marwanto M.Si, fasilitator kegiatan saat dihubungi KR disela-sela acara mengatakan, “memang kita bisa gunakan media online untuk menampung karya teman-teman. Tapi ada beberapa kelebihan media cetak yang tidak tergantikan. Karena itu selain telah mempersiapkan media online, ke depan kami tetap berobsesi menerbitkan buletin atau majalah sastra”.
Ia melanjutkan, beda dengan media online yang relatif tak berbiaya, menerbitkan media cetak perlu biaya. Sehingga pihaknya akan berusaha menjalin komunikasi dengan pemangku kebijakan yang peduli terhadap dunia sastra-budaya atau penguatan gerakan literasi di masyarakat. “Ironis kan, kita sudah mau punya bandara, sebentar lagi jadi metropolitan, tapi tak punya terbitan sastra”, jelas Direktur Studi Literasi Demokrasi dan Budaya itu.
Pada tahun 2006 di Kulonprogo memang pernah terbit buletin sastra Lontar garapan komunitas Lumbung Aksara (LA). Buletin yang terbit tiap bulan itu berhenti menjumpai pembaca bersamaan vakumnya kegiatan komunitas LA di tahun 2009. Dan hingga kini, tak ada lagi terbitan berkala yang khusus memuat karya sastra di Kulonprogo.


(Sumber: Kedaulatan Rakyat, 29 Januari 2019)

AGENDA: Belajar Menulis Sastra


Giatkan Literasi, Adakan Belajar Menulis Bersama
Dalam rangka menggiatkan dunia literasi di Kulonprogo, Studi Literasi Demokrasi dan Budaya (StiL-Daya) bekerjasama dengan Forum Sastra Kulonprogo (FSK) akan menyelenggarakan kegiatan bertajuk “Belajar Menulis Sastra Bersama”. Kegiatan tersebut direncanakan akan berlangsung di kawasan Desa Wisata Jati Moncol Sukoreno Sentolo (26-27/1).
Marwanto M.Si, Direktur StiL-Daya sekaligus pengarah kegiatan mengatakan hal itu pada KR (Jum’at, 18/1). Kegiatan ini salah satunya dilatarbelakangi maraknya “budaya nonton dan dengar” yang telah meminggirkan kegiatan membaca dan menulis di kalangan masyarakat. “Masyarakat sekarang enggan berpikir konseptual, karena malas membaca dan menulis. Memang lewat handphone atau gadget masyarakat masih sering membaca dan menulis pesan. Tapi itu sejatinya cuma memindahkan tradisi lisan dalam bentuk gadget. Bukan tradisi membaca dan menulis dalam arti keilmuan yang mendorong manusia berpikir konseptual,” tegasnya. 
Kegiatan tersebut terbuka untuk umum, namun pesertanya dibatasi 20 orang. “Sengaja kami batasi karena biar kegiatan berlangsung efektif. Kalau yang minat ikut lebih dari 20, akan kita adakan dua gelombang,” jelas Marwanto. Kegiatan tersebut akan dibagi dalam beberapa sesi. Ada sesi penyampaian teori, sesi praktik, dan sesi performance atau pementasan sastra. Selain itu juga ada sesi diskusi yang akan membahas bagaimana mengembangkan dunia sastra dan literasi di Kulonprogo ke depan.
Narasumber yang akan mengisi acara tersebut, selain Marwanto juga ada Marjudin Sueb (penyair senior Kulonprogo, seangkatan Emha Ainun Najib di Persada Studi Klub Jogja tahun 1976-an), Sumarno (pemnulis sastra Jawa) dan pegiat sastra dan literasi lainnya.

(sumber: Kedaulatan Rakyat, 21 Januari 2019)

  K A R Y A     AHMAD MALIKI MASHAR     Suluh Penyuluh   Mulut berbisa mengurut luka Menepuk dada tersuruk bangga Berlulur s...