Jumat, 22 April 2022

K A R Y A

 

 AMBAR SETYAWATI

 

Aku kah Perempuan Impian Kartini?

 

Menatap potret perempuan bermata sendu

Yang terekam lebih dari satu abad lalu

Dalam balutan kebaya sederhana

 

Seorang perempuan berhati lembut

Ditakdirkan memecahkan kaca dengan jari lemahnya.

Jarinya berdarah, hatinya berdarah..

 

Menangis

Menatap perempuan terkungkung adat bangsa sendiri

Pikiran tak rela tertidur

mengembara menguntai jalan mematahkan belenggu dengan jemari rapuh

 

Dan ia menemukan buku..

Dan ia menemukan pena

 

Dinding bisu yang mengepung raganya harus menyerah

Hilang kekuatan untuk terus mengunci alam pikirnya yang mengembara luas menjelajahi cakrawala..

Batas dinding bukan tandingan

terlalu lemah menahan laju pikirnya yang melesat serupa meteor.

 

Menggelora

Menyaksikan peradaban penuh kemajuan di belahan dunia luas tanpa batas.

Jiwanya menyala mendamba perubahan pada tiap helaan nafas dan seluruh jiwa raganya.

 

Aku kah perempuan cerdas yang ada dalam mimpinya?

Aku kah perempuan berilmu pengetahuan produk  dari perjuangan penuh liku itu?

Atau aku hanya sibuk memoles raga untuk melumpuhkan makhluk bernama laki-laki?

 

Samigaluh, 31 Januari 2021

 

Ambar Setyawati, lahir di Jakarta, 17 Oktober 1973. Lulusan D3 jurusan Sastra Arab di Fakultas Sastra UI  (1995) dan  S-1 jurusan Pendidikan Bahasa Inggris di UT (2001). Sejak 1997 aktif mengajar Bahasa Inggris dan Seni Budaya di beberapa sekolah di Jakarta. Tahun 2011 meninggalkan Jakarta dan mengajar di SMK Ma’arif Nanggulan.  Karya alumni  workshop Belajar Menulis Sastra Jati Moncol ini masuk di buku Kluwung Lukisan Maha Cahaya (2020), Suara Hati Guru di Masa Pandemi (2020) dan Duhkita (2021). Tinggal di Samigaluh, Kulon Progo.

 

 

*****_____*****

 

ERNA DWI ASTUTI


Pendekar Sejati Dan Pemberani

 

Siapalah kami sebelum engkau hadir

Hanyalah kaum nelangsa yg selalu tersingkir

"Konco Wingking" yg tak pernah dianggap penting

Dapur sumur kasur berselimutkan "Nyamping"

 

Kartini....Pendekar Sejati dan Pemberani

Penerus lidah jeritan hati nurani

Pembebas belenggu kaum kolonial

Pengangkat derajat wanita millenial

 

Tak ada perjuangan tanpa pengorbanan

Tak ada pengorbanan tanpa berkesudahan

Habis gelap terbitlah terang

Engkau kobarkan semangat juang

 

Kini wanita pemegang harta

Kini wanita pengendali tahta

Kini wanita menggenggam semesta

Karena wanita tak bisa dipandang sebelah mata

 

Samigaluh, 21 April 2022

 

Erna Dwi Astuti, seorang ibu rumah tangga yang menyenangi dunia tulis-menulis. Tulisannya, terutama geguritan telah dimuat di sejumlah media. Tinggal di Banjarsari, Samigaluh, Kulon Progo.

 

*****_____*****


MARJUDIN SUAEB

 

RA. Kartini

 

Selamat hari Kartini

Aku tak tahu

Mbakyu ini Kartini kecil atau pembebeknya

Berani berkata tidak dan tidak.

Langkah elok bagian juang beliaunya.

 

Yk, 21 4 22

 

Marjudin Suaeb, adalah nama pena dari Marjudin Muhammad Jalal Sayuthi. Pendidikan terakhirnya di IKIP Yogyakarta (sekarang UNY). Jebolan Persada Studi Klub (PSK) asuhan Umbu Landu Paranggi ini tulisannya dimuat sejumlah koran Jogja Semarang, Jakarta. Sering baca puisi dari kampung ke kampung, dari kampus ke kampus. Namanya tercatat di buku  Apa Siapa Penyair Indonesia (2017). Menjadi narasumber berbagai kegiatan sastra. Buku antologi puisi tunggalnya Bulan Bukit Menoreh (Sabdamedia, 2016) dan Teka Teki Abadi (Tonggak Pustaka, 2021). Puisi lain terkumpul di sejumlah buku antologi diantaranya Gunungan (penyair Insani), Ziarah, Penyair Jogja 3 Generasi, Lima Tujuh Lima, Cermin Akhir Tahun, Parangtritis, Gondomanan, Pendapa taman siswa, Nyanyian Bukit Menoreh,  dan Membaca Hujan di Bulan Purnama (Tembi 2019), Kluwung Lukisan Maha Cahaya ( Sastra-Ku, 2020), Duhkita (Pusaka-Ku, 2021). Geguritannya masuk di buku Tilik Weweisik (Disbud DIY, 2019). Tinggal di Bumirejo Lendah Kulon Progo.

 

 *****_____*****

 

SUGIYARTI

 

Kartini


Kartini nyata pendekaring putri

Kusuma sejati kang tuhu ngesthi mardikaning siwi

 

Jaman semana wanita sarwa binanda

Kasrimpung pinjung gelung

Datan bisa suwala

Anteping tekad wanita

Cancut taliwanda mbudidaya

Samengko wus kacetha

 

Para wanita lenggah jajar lawan priya

Sengkut baut nambut karya

Asung pepadhang bot repoting nagara

 

Sugiyarti, kesehariannya mengajar di SMP Negeri 2 Lendah. Hobi pada seni dan sastra.  Tinggal di Brosot Galur Kulon Progo. 

Sabtu, 16 April 2022

 

PEREMPUAN YANG KEHILANGAN AIR MATA

Cerpen Gil Ragil

 

Langit nampak cerah, matahari menyengat teramat seakan kehilangan ingatan untuk melihat perempuan yang sering ia sengat tiap pagi di beranda sebuah bangsal. Pandangannya masih menatap beragam bunga yang begitu memikat, tapi tidak dengan dirinya. Tatapannya kosong, seakan bukan mereka yang menjadi pusat perhatiannya. Keringatnya mulai menetes karena terik sudah mulai terasa panas.

“Kakak Ari, apa belum lapar?” tanya seorang suster mendekatinya dari belakang sambil merangkul Pundak perempuan itu. Wajahnya tak merespon.

“Makan yuk.” Sedikit memaksa untuk mengajaknya kembali ke dalam kamar yang telah ia siapkan nasi kotak lengkap dengan sayur dan lauk.

“LEPASKAN!! LEPASKAN AKU!! AKU TIDAK MAU DIPAKSA!” tiba-tiba perempuan itu berteriak dan meronta, isyarat ajakan suster ditolaknya.

Sepasang mata menahan air matanya terjatuh lebih banyak. Mulutnya ditutupi seakan tidak percaya akan apa yang dilihatnya.

Suster berbalik dan menemui perempuan mud aitu dengan tangan kosong.

“Sudah dua hari makanan dari kami tidak disentuhnya. Kondisinya semakin hari semakin tidak sehat.” Keluh suster itu.

“Apa yang sebenarnya terjadi pada Ibu saya sus?”

“Mari ikut saya.”

Sambil dalam perjalanan menuju ruang perawat itu menceritakan semuanya.

Kurang lebih tiga bulan yang lalu, datang seorang lelaki paruh baya membawa Ari dengan tangan terborgol. Saat itu hujan sangat deras, petir menyambar bagai music pengiring kedatangannya. Tubuhnya basah kuyup dengan raut muka yang menyedihkan. Bahkan di antara pasien di sini. Kondisi Ibu Ari sangat memprihatinkan. Lelaki itu mengaku sebagai kakak kandungnya, ia tidak menyebutkan nama dan tidak meninggalkan identitas apapun. Ia hanya menitipkan berkas Ibu Ari serta nomor telepon anda.

Siang itu suasana di rumah sakit menjadi tidak terlalu panas karena Dewi melihat beberapa foto di antara berkas Ibunya. Foto mendiang ayahnya. Rindunya jatuh bersama linangan air matanya. Begitu ia buka sepucuk surat. Matanya berkaca-baca. Ia tidak ingat, sudah berapa kali ia bentak Ibunya, berapa kali pula ia acuhkan saat Ibunya sakit lemah tak berdaya. Sedang ia bersenang-senang memuaskan hatinya.

Betapa Ibunya berharap ia kembali pulang dan kembali untuk tetap tinggal walau hatinya mengembara. Dibukanya amplop dengan tulisan di sudut kertas: untuk Dewi

Air mata ibu, Dewi

Betapa rindu kami menunggumu pulang nak, di sini ibu bersama ayahmu mencari dari ujung ke ujung untuk meminta kau kembali. Ibu janji, tidak akan menjodohkan lagi, semua yang telah terjadi murni kesalahan Ibu. Ibu mohon jangan menaruh dendam kepada Ibu, apalagi kepada Bapak. Kau akan seperti ibu, dewasa dan cantik suatu saat. Ibu merestui seluruh hidupmu, meski kelak Ibu tak mengingatmu lagi. Meski Air mata Ibu habis sekalipun.

Jika kau membaca surat ini, yakinlah air mata Ibu masih untuk mu. Ridho Ibu selalu menyertaimu.

Salam kasih,

Ibu

Bahkan salamnya pun Ibunya tulis dengan berat, penuh rasa rindu. Namun kini arang telah menjadi abu. Dewi benar-benar kehilangan air mata Ibunya.

“Kabarnya Ibunya seperti ini karena setiap hari menunggu air matanya sambil merawat Bapaknya yang jatuh sakit.” Perawat itu berkisah, rumah perawat itu masih satu desa dengan rumah Ibunya. Yang ia tinggal berpuluh-puluh tahun ke negara seberang.

Nafasnya memberat. Ia membayangkan betapa Ibunya melewati masa-masa kehilangan air matanya. Demi perjodohan dengan seorang juragan bakso pilihannya, namun Dewi memillih merantau menjadi TKI dan berumah tangga bersama suaminya yang berbeda negara. Membuat keluarga kecil dan menetap di Jepang.

“Lalu saat nafas Bapak sudah di ujung, Ibu tak sanggup untuk membawanya ke rumah sakit. Ibu. Hartanya sudah ia kuras untuk menutupi hutangnya pada juragan bakso.” Perawat itu turut mengenang betapa rumor di desanya sangat kuat. Mengenai perjodohan Dewi dan juragan bakso sedikit demi sedikit menyebabkan luka batin yang tak bisa disembuhkan. Baik untuk Dewi maupun orangtuanya.

“Bolehkan saya membawa Ibu pulang?” Dewi memohon kepada perawat itu, walau ia tak yakin akan seperti apa reaksinya.

“Silakan, mungkin ia memang ingin melihatmu. Ingin tinggal bersamamu”

Dewi menghampiri wanita yang masih duduk lemas di kursi rotan. Rambutnya yang memutih tergerai hampir menyentuh lantai. Rambut yang dulu sering ia mainkan saat merengek meminta kue apem mbok misul di pasar. Rambut yang dulu sering ia sisir ketika bonekanya hanyut di kali.

“Bu, pulang yuk?”

“TIDAK!! JANGAN PAKSA AKU!”

Dewi tersentak kaget, bahkan suaranya sudah dilupakan begitu saja. Apa benar ia ibunya? Apa benar ia yang menulis surat penuh rindu dan harap itu? Dewi sempat ragu, namun rasa rindu menghempasnya dan tanpa menyerah ia duduk bersimpuh di paha wanita tua yang hanya tinggal tulang berbalut kulit keriput.

“Bu, maafkan Dewi bu. Dewi telah meninggalkan Ibu.”

“Air mata Ibu yang hilang?” suara Ibu parau. Namun pandangannya masih menatap jauh, diiringi mata yang berkaca tipis.bahunya yang lemah terangkat. Dadanya terasa sesak. Selama ini yang ia tunggu hanya ingin air matanya kembali.

“Iya bu, ini air mata ibu.” Dewi menyambut isyarat yang disampaikan Ibunya.

Perlahan mata ibu sembab.

Air mata dewi tidak terbendung

Air matanya yang hilang telah ia temukan.

Air mata yang hampir sepuluh tahun ia abaikan, dan memang itu yang ia harapkan. Air mata yang mengalir untuknya. Hanya untuknya semata.


Ragil Prasedewo, Lahir di Jakarta 30 tahun silam. Seorang seniman awam dengan banyak  ide dan ketertarik-an. Mulai dari sastra, seni tari, karawitan, ketoprak hingga batik tulis. Sempat membantu mengajar ekstrakurikuler seni batik tulis pada beberapa sekolah dasar di Kulon Progo. Minatnya pada sastra telah menghasilkan beberapa karya. Puisinya berjudul “Senja di Atas Parangtritis” masuk di buku Antologi Ta’aruf Penyair Muda Indonesia (Soul Media Academy, 2016). Sedangkan Serdadu Api (Guepedia, 2020) adalah antologi puisi tunggalnya. Cerpennya dimuat di buku Kluwung Lukisan Maha Cahaya (Sastra-Ku) dan Duhkita (PusakaKu, 2021). Jika ingin berinteraksi kepada penulis bisa lewat surel  ragil.iou@gmail.com atau WA 083862730832.


Sabtu, 09 April 2022

 K A R Y A

 

 YUSTINA  EKA

 

Sebatang Pohon Cemara

 

 Sebatang pohon cemara meranggas

Satu daun tak sisa

Berdiri tegak berkawan deburan ombak

Pasir tersibak sampah berserak

 

Kulit batang cemara  berkelupas luas

Ranting - ranting runcing berayun rela

Beberapa  kering rapuh

Menunggu jatah jatuh

 

Sebatang pohon cemara di  tepi pantai

Akar enggan berhenti

Menyesap remah air juga  zat gizi

Harap daun mungil menyembul pagi hari

 

Sebatang pohon cemara  tak bergeming

Hempasan laju angin samudra

Hanya pelan liukkan batangnya

Tak nampak kasat mata

 

Ketika senja membuka pintunya

Sebatang pohon cemara setia lakoni takdirnya

Bukankah itu bagian sejarahnya?

 

Pantai Bidara Panjatan, Maret 2022

 

Yustina Eka Astutiningsih, lahir di Kulonprogo, 1 April 1976. Penulis dengan aktivitas keseharian sebagai kepala dusun dan  mengurus rumah tangga. Senang nulis aforisma. Buku aporismanya berjudul Bergejolak itu Tidak Tabu (2016).  Sedang belajar menulis puisi dan cerpen. Karya dari alumni workshop Belajar Menulis Bersama, Jati Moncol ini dimuat di buku Kluwung Lukisan Maha Cahaya dan Duhkita.   Tinggal  di Giripeni Wates.

 

 *****_____*****

 

DEANDRA MARHAENDRA

 

Terhapus Enyahkan Jiwa

 

Semua terhapus, entah apa aku bisa

Berdiri lagi di pelupuk suara-suara

Tentu membayangi jiwa, meluluhkan rasa

Memoriku seakan ditelan oleh prasangka

 

Terlumat genangan hujan yang turun

Malam di bawah genang, remukan lamun

Bulan tak bergeming diusung pilu

Terpeluk mendung petang terguncang semu

 

Haruskah sabar menjadi obat yang layak aku telan kembali

Setelah ia mencoba meracuniku dengan segenap rasa kecewa

Membutakan mata mentulikan telinga dan menipu hati

Inginku buang sabar itu dari depan mataku lalu ku injak-injak hingga tak bersisa

 

Sebab aku tak tau lagi bagaimana ini bisa aku lalui

Kenangan yang berjuta-juta hilang sirna tak bersisa

Akibat lalai diri entah sebab musabab kondisi

Kutau hatiku hancur tak bersisa meski selalu akan dan akan ada bangkit disetiap rasa kecewa

 

 Kulon Progo, 23 Desember 2021

 

Deandra Marhaendra, suka sekali dipanggil Andra. Lahir 19 tahun lalu tepatnya pada tanggal 12 April 2002 di Kota Wates, Yogyakarta. Si jutek yang hobi olahraga ini bercita-cita menjadi seorang pengusaha sukses. Beberapa puisinya masuk dlam Antologi Puisi Ibu Bumi Bapa Angkasa (Disbud KP, 2021).  Kicauannya kadang terselip di akun Facebook Andra dema dan akun Instagram deandra_48. Sekarang bertempat tinggal di Gang Mina, RT 04, RW 15, Klayonan Kedunggong, Wates, Kulon Progo, DIY. Andra dapat di hubungi di no. telp: 088216636931 atau no WA : 083103569522

 

*****_____*****

 

ABIYASA IQBAL AULA


 Kopi

 

Kopi menjadi puncak ekstase ketersendirian

anak indie di sore hari yang dijahit

Sebab tadi siang bolong-bolong

Bolong melubang yang bulat-bulat

tinggal lubang di cangkir kopi

Belum pernah aku jumpai cangkir kopi yang persegi

Belum pernah juga aku sendiri

Menjadi muda-mudi yang jalan kaki

di pinggir pantai menikam senja

Sebab Ketersendirian tak ingin aku gadaikan

Ia hanya akan kubagikan kepada anak indie

yang segitiga (sama sisi) Bermuda.

 

3 Februari 2022

 



Abiyasa Iqbal Aula, Lahir di Gunung Kidul, 12 September 2001. Hobi menulis puisi sejak SMK, karena seperti remaja-remaja pada umumnya yang mulai kasmaran dan ingin mengungkapkan perasaannya pada kekasihnya lewat puisi. Sekarang tengah menempuh pendidikan sebagai mahasiswa di Prodi Aqidah dan Filsafat Islam, UIN Sunan Kalijaga. Medsos : ig @Abiyasa_iqbal_aula FB : Abiyasa Iqbal Aula

 

______________________________________________________________________

 Persemaian

 Minggu ini laman Sastra-Ku kembali menghadirkan dua karya persemaian.

 ______________________________________________________________________



JULI ARNA TS

 

Hujan Sepertiga Malam

 

Sepertiga malam kelam…

Rintik hujan turun berirama

Mengantarkan sebuah kisah dalam drama

Mengalun bersama alunan angin malam

Mengisi lamunan...

Menggapai khayalan…

Tanpa kata, tanpa nada…

 

Semesta bicara tanpa suara

Seakan buta aksara

Beradu dengan nestapa

Menatap seruan hina yang menyayat jiwa

Menusuk hingga rindu menyeruak keluar

Dengan tarikan nafas gusar

Melayang-layang meski langit tanpa bintang

Mendayu suara daun berjatuhan

Terlukis, tertulis, tergaris...

Oh hujan sepertiga malam…

 

 Kulon Progo, 11 Maret 2022

 

Juli Arna TS, siswi SMP Negeri 1 Panjatan Kulonprogo.

 

 

*****_____*****

 

NURAINI OKSIDA

 

Semesta Berpihak Padaku

 

Semesta sedang berpihak padaku

Pada riuhnya rindu yang bertalu

Pada titian cerita penuh warna

 

Semesta sedang berpihak padaku

Saat kulihat lagi derai tawa bahagianya

Saat kutemukan lagi binar indahnya

 

Sang Pemilik Semesta telah menjawab tanyaku

Malaikat kecil yang selalu bersemayam di hati

Kini menampakkan cahaya kembali

Dan perlahan mulai mengepakkan sayapnya

Berucap akan menghadapi dunia

Menebarkan rangkaian pelangi tanpa henti

 

Senyum itu ...

Selalu lekat di mataku

Mata bening itu ...

Selalu menjadi semangatku

Harapannya ...

Adalah sumber kekuatanku

Kebahagiaannya ...

Terukir selalu dalam panjat doa-doaku

 

Aku kembali terlarut dalam sujudku

Dia yang terindah

Ada di tengah lautan berkah

Menggapai asa yang terus tumbuh di jiwanya

Duhai Pemilik Jiwaku ...

Kini menitik airmata haru

Betapa semesta telah berpihak padaku

 

 Madiun, 6 Maret 2022

 

Nuraini Oksida, asal dari kota Malang. Lahir  26 Oktober 1977. Tinggal di Winongo, kota Madiun.  Saat ini menjadi guru honorer di MI Muhammadiyah Madiun. No. WA 085706800398.

 

 

 

Sabtu, 02 April 2022

 K A R Y A

 

EFFENDI KADARISMAN

 

Ramadhan

 

Marhaban yā Ramadhān,

Selamat datang, Bulan Suci

Benarkah aku rindu?

(Setelah setahun menunggu)

Rindu dan cinta bukan kata-kata

yang berhias emas,

bertabur kias

Hatimu yang bening nampak bercahaya

dari Langit,

dicatat oleh para Malaikat

 

Ramadhan, adakah ia merindukanmu?

Ketika Waktu adalah maha-berkah

Ia buka untukmu pintu-pintu kebaikan di langit dan di bumi

Seluruh penjuru terbuka, jadi cakrawala

"Selamat datang, insan yang beriman."

Menghamburlah ke pangkuannya

 

Aku ingat Nabi Zakaria 'alaihissalām,

yang puasa berbicara

Aku ingin diam. Berdzikir di keheningan garba alam

Kembali mendengarkan Iqra' 

di gua Hira'

Kembali menghidupkan ayat-ayat--

tanda kebesaran-Mu

Ya Allah, anugerahkanlah nikmatnya debar dan getar

di bawah gema Allāhu Akbar

 

Kau ucapkan marhaban yā Ramadhān

Ia menyambutmu dengan dua tangan terbuka,

dan memelukmu,

"Aku merindukanmu,

Aku mencintaimu, o insan yang beriman."

 

 Malang, 28 Maret 2022

 

Effendi Kadarisman, mendapatkan gelar Ph.D. di bidang linguistik dari Universitas Hawai tahun 1999, dengan menulis disertasi tentang puitika Jawa. Selain menekuni linguistik, ia juga mencintai puisi. Ia telah menerbitkan empat antologi puisi : Tembang Kapang, Tembang Bebarayan (2007), Uncommon Thoughts an Common Things (2020), dan Aurora di Kutub Utara (2010), dan Selembar Daun Hering (2020 ) - antologi terakhir ini sempat ikut lomba pada Hari Puisi Indonesia tahun 2021; dari 167 buku puisi masuk ke tahap 15 nominees. Sebuah puisinya masuk antologi puisi Seribu Tahun Lagi (2021); dan dua puisi lainnya masuk antologi Dunia : Suara Penyair Mencatat Ingatan- yang akan terbit di tahun 2022 ini. Saat ini Effendi adalah guru besar linguistik dan pakar etnopuitika pada program Pascasarjana Universitas Islam Malang (UNISMA).  

 

 *****______*****

 

WANTO TIRTA

 

Parikan Romadon Teka

 

Maca Quran rampung ndonga

Ndonga sing alon lan temata

Wulan sadran uwis lunga

Siji Romadon enggal teka

 

Uluk salam kanggo jamaah

Kanggo jamaah sing arep ngaji

Umat Islam atine bungah

Pratandha siyam arep molai

 

Agi ngumbahi ana sing nelpon

Njukut ampas nggo ngurab jaburan

Sugeng ngayahi ibadah Romadon

Kanti iklas sesuai aturan

 

Kasur babut nggo turu lali

Krasa kepenak tangine bregas

Kudu emut isih pandemi

Jagani awak sehat lan waras

 

Gawe umpak beton wesi

Wesi bubut abot dibopong

Mangan enak sing bergizi

Ngaso cukup ati sing bombong

 

Ngiseni pulsa njagong neng gubug

Gubug neng sawah laka sing jaga

Supaya bisa sewulan nutug

Laku puasa pungkase bada

 

01042022

 

Wanto Tirta, Lahir dan besar di Desa Kracak Ajibarang Banyumas Jawa Tengah. Menulis puisi dan guritan serts membacakannya dalam berbagai kesempatan. Karya-karyanya termaktub dalam beberapa buku antologi bersama. Bermain teater dan kethoprak. Menerima penghargaan Gatra Budaya dari Pemkab Banyumas bidang sastra Banyumas tahun 2015. Nomine penghargaan Prasidatama Balai Bahasa Jawa Tengah sebagai Tokoh Pegiat Bahasa dan Sastra Jawa Tahun 2017. Bergiat di Komunitas Orang Pinggiran (KOPI). Bermukim di desa Kracak RT 3 RW 1 Kec. Ajibarang Kab. Banyumas, Jawa Tengah. Telp. 085291826565. FB. Wanto Tirtatirta

 

 

*****______*****

 

 LATIFAH JAHRO

 

Ramadhan

 

Tan karasa

Ramadhan wus tumeka

Wulan kang diantu-antu umat Islam

Ngayemake ati kang nyimpen rasa kangen

Sanajan kabeh pada mangerteni

Ing satengahing mangsa pagebluk

Ibadah wulan pasa nora gampang katindakna

Kabeh sarwa winates

Nanging, kudu angucap rasa syukur

Isih nemoni sasi iki

Bisa nindakake saur bareng kulawarga

Nunggu wektu buka bareng kanca

Apa maneh jumangkahing laku

Anuju mesjid kanggo sholat tarawih

Bareng-bareng padha tadarus maca Al Qur’an

Mugiya kabeh kaparingan berkah lan kasarasan

Ing sasi kang sinuntak pengampunan saka Gusti Allah

Satemah bisa ngumandhangke takbir kanthi bagya mulya

 

Latifah Jahro, lahir di Kulonprogo, 22 Desember 1992. Pendidikan terakhirnya adalah S1 pendidikan Bahasa Jawa. Kesehariannya adalah guru Bahasa Jawa di SMA N 1 Wates. Tulisannya pernah di majalah  Djaka Lodang. Karyanya juga masuk di buku Tilik Wewisik (Antologi Geguritan Dinas Kebudayaan DIY), karyanya juga menghiasi laman Sastra-ku dan  latifahpancanakauny.blogspot.com. Tinggal di Kokap Kulon Progo.

 

 

 

 

 

 

  K A R Y A     AHMAD MALIKI MASHAR     Suluh Penyuluh   Mulut berbisa mengurut luka Menepuk dada tersuruk bangga Berlulur s...