Sabtu, 29 Januari 2022

K A R Y A

 

Hasutan Mahapatih

Cerpen Tri Apriyadi

 

Hari itu langit sore di Lumajang nampak mendung.  Kepulan debu beterbangan membumbung tinggi ke angkasa terjangan kuda yang dikendali oleh Nambi. Dengan kebasan tangan ia pecut bokong kudanya untuk melaju lebih kencang.

Ingin rasanya ia terbang secepat kilat agar cepat sampai di rumahnya. Hatinya sangat risau mengkhawatirkan kondisi ayahnya. Telah lama ia mendapat kabar bahwa ayahnya sakit keras. Tetapi urusannya sebagai Patih Amangkubumi Majapahit terlalu banyak menyita waktunya. Sampai lama ia belum berkesempatan menjenguk ayahnya.

Dari kejauhan disela-sela kabut senja, terlihat banyak orang berkumpul di rumahnya. Pikiran Nambi semakin kalut. Semakin ia tarik tali kekang kudanya agar cepat sampai.

Sesampai di rumah, nampak di halaman telah siap tumpukan kayu setinggi orang dewasa. Sayup-sayup kedengaran suara tangis perempuan. Di dalam rumah tubuh tua ayahnya sudah terbujur kaku berbalut kain putih di atas altar. Tubuh tua itu sudah siap untuk dibakar dalam kobaran api  mengantar ruh menghadap Sang Hyang Widi.

Nambi hanya bisa menatap dengan mata sayu. Raut penyesalan yang dalam tergambar jelas pada  wajahnya. Tugas kerajaan telah merampas nyawa ayahnya.

***

Mahapatih dengan bergegas turun dari kudanya dan masuk menemui Nambi yang telah usai merapalkan mantra doa untuk ayahnya. Dengan bermuka sedih ia menghadap Nambi mengucapkan bela sungkawa atas meninggalnya ayah Nambi.

“Lebih baik Patih Nambi mengambil cuti lebih lama karena suasana sedang berduka” saran Mahapatih di sela perbincangan mereka.

Nambi mengerutkan keningnya. Diam. Sesekali mengangguk.

“Bagaimana dengan urusan di kota raja, Mahapatih?”

“Biarlah nanti Paduka Jayanegara mengutus orang menggantikan tugas Patih“

“Baiklah. Kalau begitu aku utus engkau kembali ke kotaraja untuk meminta ijin kepada Raja .”

“Siap laksanakan Patih.”

Wajah Mahapatih sangat sumringah. Senyum licik tersungging di bibirnya. Mahapatih segera bergegas kembali menuju kota raja. Kepala Mahapatih telah muncul rencana  tipu muslihat.

***

“Apa benar yang kau katakan itu  Mahapatih ?” tanya Raja Jayanegara seraya menggepalkan tangannya dengan kegeraman yang tertahan.

“Benar Paduka. Saya lihat sendiri banyak pasukan bersenjata yang sedang berlatih menggunakan senjata. Bahkan Patih Nambi sendiri yang melatih mereka. Apakah itu bukan untuk persiapan memberontak ?” jawab Mahapatih dengan sungguh-sungguh meyakinkan.

“Tak kusangka Nambi bisa seperti itu“ Raja Jayanegara menggelengkan kepalanya dan memegang dadanya yang tak sakit.

“Mahapatih. Siapkan pasukan. Kita serang Lumajang” perintah Raja Jayanegara tiba-tiba tanpa pikir panjang lagi.

“Siap. Laksanakan .” Mahapatih sigap. Hatinya bersorak. Rencanya berjalan mulus.

***

Suara tempik sorak membahana seiring pasukan Majapahit menyerbui Lumjang. Pasukan segelar sepapan dengan persenjataan lengkap menyerbu Lumajang. Nambi yang masih berkabung terkejut mendengar serangan mendadak pasukan Majapahit.

Dia langsung perintahkan kepada prajurit untuk mempertahankan diri dari serangan tersebut. Ia membangun benteng pertahanan di Gending dan Penjarakan. Namun keduanya dapat dihancurkan oleh pasukan Majapahit. Nambi dan keluarganya akhirnya tewas dalam pertempuran tersebut. Nambi menyusul ayahnya ke alam baka. 

Mahapatih berkacak pinggang penuh kemenangan.

 

Kulon Progo, Maret 2020

 


Tri Apriyadi, penggiat sastra di komunitas Sastra-ku dan Forum Sastra-Teater Kulonprogo. Selain menulis cerpen, sesekali ia menulis ulasan buku. Beberapa cerpennya dimuat di buku antologi bersama : Kluwung, Lukisan Maha Cahaya (2020), Seekor Burung dan Mantan Tahanan dalam Bus Kota (2020), dan Duhkita (2021). Buku kumpulan cerpen tunggalnya  Maafkan, Aku Ingin Menikah Lagi (2020). Tinggal di Wates Kulon Progo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  K A R Y A     AHMAD MALIKI MASHAR     Suluh Penyuluh   Mulut berbisa mengurut luka Menepuk dada tersuruk bangga Berlulur s...