K
A R Y A
EVA NURUL KHASANAH
Berteman
Aku
yang membaca,
namun
tidak menerima.
Aku
yang mendengar,
namun
tidak mencatat.
Aku
yang hampir tidak
sadarkan
diri di belakang
tidak
ingat ikrar hati yang
harus
ditepati sampai kelak.
Jajaran
takdir menunggu antrian
akad
sudah mengucap pelan
dan
langit tetap hujan
menjadi
basah adalah pilihan.
Sidorejo,
14 Januari 2022
Eva Nurul Khasanah, lahir tanggal 1 Juni 1999, mahasiswi Prodi PBSI Universitas PGRI Yogyakarta (UPY). Puisi berjudul "105 Kata untuk Mimpi Ku" mendapat juara 3 di Pekan Jurnalistik yang diadakan kampusnya. Karyanya tersiar di sejumlah media online dan antologi bersama diantaranya Kluwung Lukisan Maha Cahaya (2020), Duhkita ( 2021). Sekretaris komunitas Sastra-Ku ini tinggal di Sidorejo Lendah Kulon Progo.
*****_____*****
TRI WAHYUNI
Mati Rasa
Suatu ketika anak gadis meratapi kehidupan
Terasa
pahit, hitam, dan menakutkan
Masa
lampau menawarkan racun
Masa
depan memberikan siksa penghancuran
Ia
hidup dinafkahi sungai kecil
Mencari
makan di tepi hutan
Menggembara
membelah laut
Bertemu
dengan gunung tinggi
Sungguh
kehidupan tiada bisa ditebak
Miris
rasanya jika diingat
Garam
rasa pahit
Gula
rasa asin
Asam
rasa pedas
Lidahnya
mungkin sudah mati rasa
Sebab
terlalu banyak memakan kebohongan
Kulon
Progo, 31 Januari 2022
Tri Wahyuni, lahir di KulonProgo, 16 Juni 2001. Saat ini menempuh pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta. Penulis memiliki tiga antologi puisi tunggal yaitu Hujan Merindu, Sajak Cerita Senja dan Berlutut di Bawah Kaki Purnama. Selain itu, karya-karyanya masuk dalam berbagai antologi bersama dan media online. Sekretaris 1 Komunitas Sastra-Ku ini tinggal di Tubin, Sidorejo, Lendah, Kulon Progo.
*****_____*****
KEMAD MARTOIRONO
EXSPRESI
Waktu masih anak-anak
Kita tidak dapat menahan
tangis
Sakit menangis
Senang menangis
Minta sesuatu menangis
Menangis menjadi alat untuk terpenuhi segala hajat
dalam diri
Jadi dapat perhatian, dapat
belas kasihan, dapat pertolongan,
Dapat tercapai segala macam
keinginan
Sampai titik hati menjadi
lega
Kini setelah dewasa
Air mata suci itu digunakan
Merayu lawan bicara
Senjata untuk menusuk
perasaan lawan
Bisa jadi alat mencari belas
kasihan
Air mata buaya jadi alat
rayuan
Namun bisa jadi sebagai expresi kebahagiyaan.
Tampak menangis karena duka
Tampak menangis kerna bahagiya
Tampak menangis kerna situasi
toleransi pura-pura
Tampak menangis agar orang
menjadi iba, apa menangis mencari muka...?
Namun menangis kerna dosa,
lebih bermanfaat bagi diri manusia,
segala isi hati kita terhubung langsung pada Yang Kuasa
Pertanda pintu hidayah itu
sangat terbuka.
Jogja 5- 2-22
Kemat Martoirono, beliau seorang Pekerja Seni. Saat ini menjabat sebagai Koodinator Kapanewon Bidang Seni Budaya di Kapanewon
Lendah. Bertempat tinggal di Kwarakan, Sidorejo, Lendah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar