Jumat, 04 Februari 2022

 

K A R Y A

 

EVA NURUL KHASANAH


Berteman

 

Aku yang membaca,

namun tidak menerima.

Aku yang mendengar,

namun tidak mencatat.

 

Aku yang hampir tidak

sadarkan diri di belakang

tidak ingat ikrar hati yang

harus ditepati sampai kelak.

 

Jajaran takdir menunggu antrian

akad sudah mengucap pelan

dan langit tetap hujan

menjadi basah adalah pilihan.

 

Sidorejo, 14 Januari 2022

 

Eva Nurul Khasanah, lahir tanggal 1 Juni 1999, mahasiswi Prodi PBSI Universitas PGRI Yogyakarta (UPY).  Puisi berjudul "105 Kata untuk Mimpi Ku" mendapat juara 3 di Pekan Jurnalistik yang diadakan kampusnya. Karyanya tersiar di sejumlah media online dan antologi bersama diantaranya Kluwung Lukisan Maha Cahaya (2020),  Duhkita ( 2021).   Sekretaris komunitas Sastra-Ku ini tinggal di Sidorejo Lendah Kulon Progo.

 

*****_____*****

 

TRI WAHYUNI

 

Mati Rasa

 

Suatu ketika anak gadis meratapi kehidupan

Terasa pahit, hitam, dan menakutkan

Masa lampau menawarkan racun

Masa depan memberikan siksa penghancuran

 

Ia hidup dinafkahi sungai kecil

Mencari makan di tepi hutan

Menggembara membelah laut

Bertemu dengan gunung tinggi

Sungguh kehidupan tiada bisa ditebak

 

Miris rasanya jika diingat

Garam rasa pahit

Gula rasa asin

Asam rasa pedas

Lidahnya mungkin sudah mati rasa

Sebab terlalu banyak memakan kebohongan

 

Kulon Progo, 31 Januari 2022

 



Tri Wahyuni, lahir di KulonProgo, 16 Juni 2001. Saat ini menempuh pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta. Penulis memiliki tiga antologi puisi tunggal yaitu Hujan Merindu, Sajak Cerita Senja dan Berlutut di Bawah Kaki Purnama. Selain itu, karya-karyanya masuk dalam berbagai antologi bersama dan media online. Sekretaris 1 Komunitas Sastra-Ku ini tinggal di Tubin, Sidorejo, Lendah, Kulon Progo.

 

*****_____*****

 

KEMAD MARTOIRONO

 

EXSPRESI

 

Waktu  masih anak-anak

Kita tidak dapat menahan tangis

Sakit menangis

Senang menangis

Minta sesuatu menangis

 

Menangis  menjadi alat untuk terpenuhi segala hajat dalam diri

Jadi dapat perhatian, dapat belas kasihan, dapat pertolongan,

Dapat tercapai segala macam keinginan

Sampai titik hati menjadi lega

 

Kini setelah dewasa

Air mata suci itu digunakan

Merayu lawan bicara

Senjata untuk menusuk perasaan lawan

Bisa jadi alat mencari belas kasihan

Air mata buaya jadi alat rayuan

Namun bisa jadi sebagai  expresi kebahagiyaan.

 

Tampak menangis karena duka

Tampak menangis kerna bahagiya

Tampak menangis kerna situasi toleransi pura-pura

Tampak menangis agar orang menjadi iba, apa menangis mencari muka...?

 

Namun menangis kerna dosa, lebih bermanfaat bagi diri manusia,  segala isi hati kita terhubung langsung pada Yang Kuasa

Pertanda pintu hidayah itu sangat terbuka.

 

Jogja 5- 2-22

 

Kemat Martoirono, beliau seorang Pekerja Seni. Saat ini menjabat sebagai  Koodinator Kapanewon Bidang Seni Budaya di Kapanewon Lendah. Bertempat tinggal di Kwarakan, Sidorejo, Lendah.

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  K A R Y A     AHMAD MALIKI MASHAR     Suluh Penyuluh   Mulut berbisa mengurut luka Menepuk dada tersuruk bangga Berlulur s...