K
A R Y A
SULTAN MUSA
; catatan kecil seorang
lelaki pelaut
Tersimpan
banyak sabda
Menyapa
erat di sukma
Menyatu
tanpa suara
Merangkul
kabut rasa
Seakan
mengajak bicara
Terlihat
ruang lega
Menyelipkan
sayup damba
Walau
menahan lelah curiga
Bersimbah
angan tak berdaya
Derap
gelap menyisakan hampa
Hangatnya kadangkala
mengunyah nelangsa
Menyusuri berapi – api
terbuai warna
Setidaknya ada
yang terbaca
Walau semu
membeku di raba
Menggerutu tak
kunjung jumpa
Tak pernahkah ada
Ternyanyikan perapian
nada
Bahwa,
di laut banyak tersimpan doa
Bertalian
pada
satu nama
Kepada Ilahi
Sang Maha Penguasa
#2021
SULTAN MUSA
berasal dari Samarinda Kalimantan Timur. Tulisannya tersiar diberbagai platform
media daring & luring. Karya tunggalnya "Candramawa"(2017),
"Petrikor"(2019), "Sedjiwa Membuncah"(2020) & versi
e-book "Mendjamu Langit Rekah" (2020), terbaru di 2021
"Titik Koma".
*****______*****
Pahitnya Bibir Rasa Kopi
Dalam sekam,
menikam
duka
hadir diam-diam.
Secangkir
kopi tanpa gula
mengental
kepahitan
Dalam
dekap yang senyap meresapi setiap tetes pahitnya
Tajam
menghujam pisau-pisau menancap dalam gelap
Disesap
rindu menguap bisa dari aromanya
Isak
pun nyalakan api keprihatinan
Dan
di tungku perapian, cangkir kopi mendidih sesuka hati
Dengan
entengnya ia berkata
"Pahit
itu takdirmu maka jangan meminta gula"
Pori
tercabik menjadi air mata penderitaan
dan
robusta masih saja panas menggoda
Minta
secicip manis sebagai tanda bahagia
Tapi
masih saja menampar dinding besi yang basi
"Ampas
kopi pantas untuk sampah sepertimu,"
Bibir
beracun sianida semakin tajam membuat luka
Mencoba
menetralisir jiwa dengan kata ikhlas atas kepahitan dunia
Rokanhulu,
10102020
Suyatri Yatri, lahir di Padang Siminyak 24 Agustus 1979. Berasal dari Pagaruyung Batusangkar Sumatera Barat. Berdomisili di Rokan Hulu Riau. Bekerja sebagai guru di SMP Negeri I Rambah Rokan Hulu Riau. Tutor di PKBM Damai Sejahtera Ujungbatu. Aktif dalam gerakan pegiat literasi Rokan Hulu. Karyanya berupa puisi dan cerpen banyak di muat tersebar di media cetak dan online. Karya tunggalnya yang terbaru adalah kumpulan puisi Mendulang Nusantara (Pusaka-Ku, 2021 ).
*****_____*****
Langkah-langkah kaki yang
terdengar
Kemudian hilang
Gelak tawa yang terdengar
Kemudian hilang
Senyum indah yang terpancar
Kemudian hilang
Hangat genggaman yang terasa
Kemudian hilang
Pelukan manja di dada yang
terasa
Kemudian hilang
Wajah indah yang mempesona
Kemudian hilang
Hilang...
Hilang...
Hilang...
Semua tak kan pernah kembali
padaku
Jalan pulang ditelan waktu
(2020)
Latifah Jahro, lahir di Kulonprogo, 22 Desember 1992. Pendidikan terakhirnya adalah S1 pendidikan Bahasa Jawa. Kesehariannya adalah guru Bahasa Jawa di SMA N 1 Wates. Tulisannya pernah di majalah Djaka Lodang. Karyanya juga masuk di buku Tilik Wewisik (Antologi Geguritan Dinas Kebudayaan DIY), juga menghiasi laman Sastra-ku dan latifahpancanakauny.blogspot.com. Tinggal di Kokap Kulonprogo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar