Kebun Kurma
Cerpen Tri
Apriyadi
Di dalam gedung yang cukup megah itu terdengar suara riuh membahana. Suara satu orang
disusul sorak-sorai orang menyambutnya. Perempuan
setengah baya sedang berbicara diatas panggung. Ia mengenakan kerudung dan berkaca minus
tipis, menjadikannya anggun. Namun
suaranya lantang. Bersemangat dan
berapi-api. Menyihir pengunjung.
Surti mendengarkan dengan seksama
penjelasan dari bu Annisa. Dengan kepala mengangguk dan mata tak berkedip Surti
serasa kagum dengan apa yang diomongkan oleh bu Annisa. Dia lalu membayangkan
akan adanya sebuah kebun kurma yang akan ia nikmati sewaktu-waktu dengan tanpa
perlu pergi sampai ke negeri Timur tengah. Dan dia telah terbayang dengan
banyaknya keuntungan yang akan ia peroleh dengan ikut investasi seperti yang
dijelaskan oleh bu Aisyah.
“Ini sangat menggiurkan. Aku akan
dapat keuntungan 20 % tiap bulannya. Aku akan cepat kaya. Selain itu bisa beramal
ibadah untuk bekal di akhirat nanti,” batin Surti riang.
Dengan bergegas setelah selesai acara
ia pulang dan segera menceritakan yang ia dapat dari bu Annisa kepada suaminya.
“Pak, kita ikut investasi itu ya ?
Keuntungannnya gede lho pak ,” rayu Surti pada suaminya sambil
menggelendot di
pundak suaminya.
“Bu..bu.. mbok jangan mimpi
di siang bolong to ? Mana ada orang yang berbisnis investasi kok bisa memberikan
keuntungan 20 % pada investornya ? Lha dia terus dapat apa coba ? Pasti bangkrut
dia. Nggak masuk akal !,” jawab Parto
sambil menyeruput teh manis sisa tadi pagi.
“Tapi nyatanya itu bener lho pak. Tadi
itu banyak yang cerita kalau mereka udah dapat untung segitu. Dan uangnya sudah
dibelikan barang-barang kebutuhan rumah tangga.”
“Aku kok tetep tidak percaya. Paling
itu khan cuman sebentar. Lama-kelamaan seret, terus berhenti, akhirnya pemiliknya lari. Kayak yang
sudah-sudah. Investasi bodong.”
“Kalo yang ini aku yakin valid pak. Wong
banyak tokoh masyarakat dan tokoh agama yang ikut lho. Mosok mereka akan
berbuat yang nggak bener sih. “
“Ya udah kalau kamu tetep ngeyel, nggak
mau di bilangin “.
Parto ngeloyor pergi meninggalkan
istrinya yang masih senyum-senyum sendiri. Terbuai dengan lamunannya. Ia merasa
sedang ditengah-tengah kebun kurma yang siap panen. Duduk santai di kursi
sambil membawa uang ratusan ribu yang banyak. Hatinya sangat bahagia.
***
Keesokan harinya, banyak orang berduyun–duyun
untuk melihat lahan yang akan dijadikan kebun kurma. Terlihat hamparan yang
cukup luas. Sudah tidak ada pepohonan yang tertinggal. Sudah rata dengan tanah.
Hamparan tanah berwarna kecoklatan itu menandakan tanah yang bagus untuk
tanaman dan menjanjikan kesuburan. Tanah
itu seakan tersenyum menyambut orang-orang yang sedang mengunjunginya.
Bu Annisa dengan senyum terkembang
menunjukkan lahan yang akan dijadikan kebun kurma. Di depan banyak orang dia menjelaskan
tentang status lahan, tingkat kesuburan dan juga prospek ke depan dari kebun
kurma ini.
“Dengan investasi di sini kita akan
untung besar Bapak ibu. Kita tidak akan tergantung lagi dengan Negara Timur
Tengah. Kan negara kita subur. Wong tongkat kayu ditanam aja dapat
tumbuh. Apalagi pohon kurma, saya yakin dapat tumbuh subur di sini. Percayalah,”
kata bu Annisa dengan semangat.
Orang-orang mengangguk-angguk dan
tersenyum puas. Mata mereka terus tidak lepas
memandang hamparan tanah di lahan itu. “Ini masa depan saya. Masa depan
yang cerah.” Mereka tertawa penuh kemenangan dalam hati.
“Nanti setiap lahan dinamai sesuai nama investornya
masing-masing. Misal lahan bu Surti. Di situ bu Surti bisa mengambil buahnya dengan tangan Anda
sendiri dan merasakan memanen buah para nabi. Oh alangkah senangnya ,” senyum bu Annisa sambil melirik
Surti yang ada di sebelah kanannya. Surti tersenyum tersipu malu dibuatnya
sambil tangan menutup mulut dan sebagian wajahnya. Seakan tangannya baru saja
memetik buah kurma di kebun.
“Untuk itu bapak ibu jangan
ragu-ragu menginvestasikan uang bapak ibu ke kebun kurma ini lewat kami.
Semakin besar investasi yang ditanam maka semakin besar pula keuntungan yang
akan didapat. Disamping keuntungan di dunia juga sekaligus menabung amal untuk
diakhirat nanti. Keuntungan dari kebun kurma ini nanti sebagian juga akan disumbangkan
ke panti-panti asuhan ataupun lembaga-lembaga keagamaan yang bergerak di bidang
sosial. Sementara ini, kita juga kerjasama dengan negara Timur Tengah dalam
bidang kurma ini. Sambil kita merintis kebun kurma di tanah air. Jadi, walaupun
kebun kita ini belum ditanami dan belum tumbuh, kita sudah dapat untung dari
kerjasama itu. Apalagi setelah kebun
kurma tumbuh dan panen maka keuntungan kita akan bertambah banyak. ”
Bu Annisa terus mempromosikan
tentang kebun kurmanya dengan membumbui ayat-ayat suci yang meyakinkan. Bu Annisa
terus bicara berbusa-busa. Orang-orang sudah tidak lagi mendengarnya. Pikiran
mereka sudah melayang di tengah-tengah kebun kurma yang banyak buahnya. Mereka
berdiri sambil tersenyum dan memegang uang yang sangat banyak.
***
Pada hari berikutnya, di kantor bu Annisa selalu di penuhi orang. Kebanyakan
dari mereka datang untuk berinvestasi di kebun kurmanya. Sebagian dari tamu itu
bermotor. Tetapi tidak sedikit juga yang mengendarai mobi-mobil bagus. Halaman
kantor menjadi nampak penuh sesak dengan banyaknya kendaraan yang di parkir
berjejer.
Masyarakat yang rumahnya jauh dengan
dengan bu Annisa, dapat menyetorkan uang investasinya dengan orang-orang yang
ditunjuk sebagai koordinator di masing-masing wilayah. Biasanya adalah
tokoh-tokoh masyarakat yang ada diwilayah tersebut. Tentu ini semakin membuat
masyarakat luas semakin percaya dengan investasi kebun kurma ini.
Masyarakat yang ikut semakin hari semakin banyak. Tidak hanya kalangan
masyarakat biasa, tetapi kalangan pejabat dan selebritis juga banyak yang ikut
berinvestasi kebun kurma. Bagi mereka berinvestasi di kebun kurma bukan
semata-mata karena keuntungan uangnya, tetapi lebih pada kegiatan sosialnya
yang dapat menaikkan nama mereka dan menjadi trend di kalangan
lingkungan sosial dan kolega. Bahwa mereka mempunyai kepedulian sosial yang
tinggi.
Tidak ketinggalan Surti secara rutin juga menyetorkan uang nya ke pak
Badrudin, tokoh di kampungnya. Pada mulanya ia menyetor uang hanya 500 ribu.
Dan di bulan berikutnya dia mendapatkan kembali dengan kelebihan sebagai
keuntungan. Maka ia pada bulan berikutnya menyetorkan lagi uang itu dengan jumlah
yang lebih lebih besar. Surti menyetor 1 juta, kemudian 2 juta dan 4 juta. Dan
selama bulan-bulan tersebut dia selalu mendapatkan keuntungan walupun mungkin
tidak sesuai seperti yang dijanjikan.
Menurut pak Badrudin katanya harga kurma di Timur Tengah sedang turun. Surti percaya saja. Dan terus setor dengan
setoran uang yang banyak. Bahkan ia rela menjual tanah warisan dari orang
tuanya yang sudah meninggal dunia cukup
lama. Itu pun juga dengan di lewati dengan pertengkaran dengan Parto. Tapi
Surti tetap berkeras menjualnya untuk investasi di kebun kurma. Parto sudah tidak sanggup lagi
menghalanginya.
“Entah apa yang merasuki Surti,” batin Parto sambil mengelus dadanya
yang semakin hari semakin terasa sakit karena memikirkan kelakuan dari istrinya
yang keblinger.
Setelah kurang lebih setahun, terdengar kabar
bahwa bu Annisa di tangkap polisi. Bu Annisa dilaporkan oleh seseorang karena
kasus penipuan. Dia menipu pengusaha dari Jakarta berkaitan dengan perdagangan
buah kurma. Dia menggelapkan uang perusahaan sebesar 10 miliar. Uang itu
sebagai jaminan dalam perdagangan kurma dengan negara Timur Tengah. Uang itu
malah dia gunakan untuk
berumrah, dan jalan-jalan ke luar negeri dan berbelanja dengan barang-barang branded
internasional. Bu Annisa juga membangun rumah mewah dan membeli tanah di beberapa
tempat di berbagai kota.
Semuanya itu ternyata menggunakan uang setoran dari masyarakat yang berinvestasi
di kebun kurma. Kebun kurmanya sendiri lahannya tetap belum ditanami. Masih hamparan
tanah yang telah ditumbuhi semak belukar. Dan parahnya, ternyata lahan itu
bukan milik bu Annisa, tetapi milik seorang pengusaha property yang bangkrut, tersandung kasus penyuapan dengan pejabat
yang berjanji memuluskan transaksi pembelian lahan itu.
Mendengar kabar itu Surti langsung lemas. Kepalanya pusing. Badannya
lemas. Badannya sudah tak sanggup menyangga dia berdiri. Pikirannya kacau
melayang jauh. Di tengah- tengah kebun kurma yang siap panen, namun salah satu
pohon itu ambruk menimpa dirinya.
Kulon Progo, 2020
Tri Apriyadi, lahir di Salatiga, 8 April 1976. Aktivitas sehari-harinya
adalah pegiat di lembaga nirlaba dengan konsentrasi isu lingkungan kehutanan
& kebencanaan. Disela-sela kesibukannya masih menyempatkan untuk menulis
cerpen dan puisi. Alumni Sosiologi UGM ini menduduki jajaran ketua di
kepengurusan komunitas Sastra-Ku. Buku kumpulan cerpen yang telah terbit Maafkan, Aku Ingin Menikah Lagi
(Guepedia, 2020). Tinggal di Wates Kulonprogo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar