Jumat, 23 Oktober 2020

Kebun Kurma

Cerpen Tri Apriyadi

 

Di dalam  gedung yang cukup megah itu terdengar  suara riuh membahana. Suara satu orang disusul  sorak-sorai orang menyambutnya. Perempuan setengah baya sedang berbicara diatas panggung. Ia mengenakan kerudung dan berkaca minus tipis, menjadikannya anggun. Namun suaranya lantang. Bersemangat dan berapi-api. Menyihir pengunjung.    

Surti mendengarkan dengan seksama penjelasan dari bu Annisa. Dengan kepala mengangguk dan mata tak berkedip Surti serasa kagum dengan apa yang diomongkan oleh bu Annisa. Dia lalu membayangkan akan adanya sebuah kebun kurma yang akan ia nikmati sewaktu-waktu dengan tanpa perlu pergi sampai ke negeri Timur tengah. Dan dia telah terbayang dengan banyaknya keuntungan yang akan ia peroleh dengan ikut investasi seperti yang dijelaskan oleh bu Aisyah.

“Ini sangat menggiurkan. Aku akan dapat keuntungan 20 % tiap bulannya. Aku akan cepat kaya. Selain itu bisa beramal ibadah untuk bekal di akhirat nanti,” batin Surti riang.   

Dengan bergegas setelah selesai acara ia pulang dan segera menceritakan yang ia dapat dari bu Annisa kepada suaminya.

“Pak, kita ikut investasi itu ya ? Keuntungannnya gede lho pak ,” rayu Surti pada suaminya sambil menggelendot di pundak suaminya.

“Bu..bu.. mbok jangan mimpi di siang bolong to ? Mana ada orang yang berbisnis investasi kok bisa memberikan keuntungan 20 % pada investornya ? Lha dia terus dapat apa coba ? Pasti bangkrut dia. Nggak masuk akal !,”  jawab Parto sambil menyeruput teh manis sisa tadi pagi.

“Tapi nyatanya itu bener lho pak. Tadi itu banyak yang cerita kalau mereka udah dapat untung segitu. Dan uangnya sudah dibelikan barang-barang kebutuhan rumah tangga.”

“Aku kok tetep tidak percaya. Paling itu khan cuman sebentar. Lama-kelamaan seret, terus berhenti,  akhirnya pemiliknya lari. Kayak yang sudah-sudah. Investasi bodong.”

“Kalo yang ini aku yakin valid pak. Wong banyak tokoh masyarakat dan tokoh agama yang ikut lho. Mosok mereka akan berbuat yang nggak bener sih. “

“Ya udah kalau kamu tetep ngeyel, nggak mau di bilangin “.

Parto ngeloyor pergi meninggalkan istrinya yang masih senyum-senyum sendiri. Terbuai dengan lamunannya. Ia merasa sedang ditengah-tengah kebun kurma yang siap panen. Duduk santai di kursi sambil membawa uang ratusan ribu yang banyak. Hatinya sangat bahagia.

***

Keesokan harinya, banyak orang berduyun–duyun untuk melihat lahan yang akan dijadikan kebun kurma. Terlihat hamparan yang cukup luas. Sudah tidak ada pepohonan yang tertinggal. Sudah rata dengan tanah. Hamparan tanah berwarna kecoklatan itu menandakan tanah yang bagus untuk tanaman dan menjanjikan kesuburan.  Tanah itu seakan tersenyum menyambut orang-orang yang sedang mengunjunginya.

Bu Annisa dengan senyum terkembang menunjukkan lahan yang akan dijadikan kebun kurma. Di depan banyak orang dia menjelaskan tentang status lahan, tingkat kesuburan dan juga prospek ke depan dari kebun kurma ini.

“Dengan investasi di sini kita akan untung besar Bapak ibu. Kita tidak akan tergantung lagi dengan Negara Timur Tengah. Kan negara kita subur. Wong tongkat kayu ditanam aja dapat tumbuh. Apalagi pohon kurma, saya yakin dapat tumbuh subur di sini. Percayalah,” kata bu Annisa dengan semangat.

Orang-orang mengangguk-angguk dan tersenyum puas. Mata mereka terus tidak lepas  memandang hamparan tanah di lahan itu. “Ini masa depan saya. Masa depan yang cerah.” Mereka tertawa penuh kemenangan dalam hati.

“Nanti setiap lahan dinamai sesuai nama investornya masing-masing. Misal lahan bu Surti. Di situ bu Surti  bisa mengambil buahnya dengan tangan Anda sendiri dan merasakan memanen buah para nabi. Oh alangkah senangnya ,” senyum bu Annisa sambil melirik Surti yang ada di sebelah kanannya. Surti tersenyum tersipu malu dibuatnya sambil tangan menutup mulut dan sebagian wajahnya. Seakan tangannya baru saja memetik buah kurma di kebun.

“Untuk itu bapak ibu jangan ragu-ragu menginvestasikan uang bapak ibu ke kebun kurma ini lewat kami. Semakin besar investasi yang ditanam maka semakin besar pula keuntungan yang akan didapat. Disamping keuntungan di dunia juga sekaligus menabung amal untuk diakhirat nanti. Keuntungan dari kebun kurma ini nanti sebagian juga akan disumbangkan ke panti-panti asuhan ataupun lembaga-lembaga keagamaan yang bergerak di bidang sosial. Sementara ini, kita juga kerjasama dengan negara Timur Tengah dalam bidang kurma ini. Sambil kita merintis kebun kurma di tanah air. Jadi, walaupun kebun kita ini belum ditanami dan belum tumbuh, kita sudah dapat untung dari kerjasama itu.  Apalagi setelah kebun kurma tumbuh dan panen maka keuntungan kita akan bertambah banyak. ”

Bu Annisa terus mempromosikan tentang kebun kurmanya dengan membumbui ayat-ayat suci yang meyakinkan. Bu Annisa terus bicara berbusa-busa. Orang-orang sudah tidak lagi mendengarnya. Pikiran mereka sudah melayang di tengah-tengah kebun kurma yang banyak buahnya. Mereka berdiri sambil tersenyum dan memegang uang yang sangat banyak.            

***

Pada hari berikutnya, di kantor  bu Annisa selalu di penuhi orang. Kebanyakan dari mereka datang untuk berinvestasi di kebun kurmanya. Sebagian dari tamu itu bermotor. Tetapi tidak sedikit juga yang mengendarai mobi-mobil bagus. Halaman kantor menjadi nampak penuh sesak dengan banyaknya kendaraan yang di parkir berjejer.   

          Masyarakat yang rumahnya jauh dengan dengan bu Annisa, dapat menyetorkan uang investasinya dengan orang-orang yang ditunjuk sebagai koordinator di masing-masing wilayah. Biasanya adalah tokoh-tokoh masyarakat yang ada diwilayah tersebut. Tentu ini semakin membuat masyarakat luas semakin percaya dengan investasi kebun kurma ini.

Masyarakat yang ikut semakin hari semakin banyak. Tidak hanya kalangan masyarakat biasa, tetapi kalangan pejabat dan selebritis juga banyak yang ikut berinvestasi kebun kurma. Bagi mereka berinvestasi di kebun kurma bukan semata-mata karena keuntungan uangnya, tetapi lebih pada kegiatan sosialnya yang dapat menaikkan nama mereka dan menjadi trend di kalangan lingkungan sosial dan kolega. Bahwa mereka mempunyai kepedulian sosial yang tinggi.

Tidak ketinggalan Surti secara rutin juga menyetorkan uang nya ke pak Badrudin, tokoh di kampungnya. Pada mulanya ia menyetor uang hanya 500 ribu. Dan di bulan berikutnya dia mendapatkan kembali dengan kelebihan sebagai keuntungan. Maka ia pada bulan berikutnya menyetorkan lagi uang itu dengan jumlah yang lebih lebih besar. Surti menyetor 1 juta, kemudian 2 juta dan 4 juta. Dan selama bulan-bulan tersebut dia selalu mendapatkan keuntungan walupun mungkin tidak sesuai seperti yang dijanjikan.

Menurut pak Badrudin katanya harga kurma di Timur Tengah sedang turun.  Surti percaya saja. Dan terus setor dengan setoran uang yang banyak. Bahkan ia rela menjual tanah warisan dari orang tuanya yang  sudah meninggal dunia cukup lama. Itu pun juga dengan di lewati dengan pertengkaran dengan Parto. Tapi Surti tetap berkeras menjualnya untuk investasi  di kebun kurma. Parto sudah tidak sanggup lagi menghalanginya.

“Entah apa yang merasuki Surti,” batin Parto sambil mengelus dadanya yang semakin hari semakin terasa sakit karena memikirkan kelakuan dari istrinya yang keblinger.   

  Setelah kurang lebih setahun, terdengar kabar bahwa bu Annisa di tangkap polisi. Bu Annisa dilaporkan oleh seseorang karena kasus penipuan. Dia menipu pengusaha dari Jakarta berkaitan dengan perdagangan buah kurma. Dia menggelapkan uang perusahaan sebesar 10 miliar. Uang itu sebagai jaminan dalam perdagangan kurma dengan negara Timur Tengah. Uang itu malah dia gunakan untuk berumrah, dan jalan-jalan ke luar negeri dan berbelanja dengan barang-barang branded internasional. Bu Annisa juga membangun rumah mewah dan membeli tanah di beberapa tempat di berbagai kota.

Semuanya itu ternyata menggunakan  uang setoran dari masyarakat yang berinvestasi di kebun kurma. Kebun kurmanya sendiri lahannya tetap belum ditanami. Masih hamparan tanah yang telah ditumbuhi semak belukar. Dan parahnya, ternyata lahan itu bukan milik bu Annisa, tetapi milik seorang pengusaha property yang bangkrut, tersandung kasus penyuapan dengan pejabat yang berjanji memuluskan transaksi pembelian lahan itu.

Mendengar kabar itu Surti langsung lemas. Kepalanya pusing. Badannya lemas. Badannya sudah tak sanggup menyangga dia berdiri. Pikirannya kacau melayang jauh. Di tengah- tengah kebun kurma yang siap panen, namun salah satu pohon itu ambruk menimpa dirinya.

Kulon Progo, 2020

Tri Apriyadi, lahir di Salatiga, 8 April 1976. Aktivitas sehari-harinya adalah pegiat di lembaga nirlaba dengan konsentrasi isu lingkungan kehutanan & kebencanaan. Disela-sela kesibukannya masih menyempatkan untuk menulis cerpen dan puisi. Alumni Sosiologi UGM ini menduduki jajaran ketua di kepengurusan komunitas Sastra-Ku. Buku kumpulan cerpen yang telah terbit Maafkan, Aku Ingin Menikah Lagi (Guepedia, 2020). Tinggal di Wates Kulonprogo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  K A R Y A     AHMAD MALIKI MASHAR     Suluh Penyuluh   Mulut berbisa mengurut luka Menepuk dada tersuruk bangga Berlulur s...