Sabtu, 10 Oktober 2020

IDK RAKA KUSUMA

 

 

 

Berita dari Ibu Kota

bukan tangan pandemi mencipta api, kekasih

bukan tangan buruh menyulut api, kekasih

bukan pula tangan tak kasat mata, kekasih

tapi tangan anarkis tak kenal belas kasih

 

bergerak tiba-tiba, tiba-tiba

melebihi kecepatan cahaya

 

mereka lihai dalam penyamaran sempurna

lihai mengubah diri jadi rupa yang sama

dengan demo yang melaju menggebrak

dengan demo yang melaju mendobrak

 

ketika terdesak, hilang seketika

bukan menjelma angin atau udara

hilang di tempat semula

yang melihat tak ada, tak ada

 

aku sedih, sangat sedih kekasih

penyebab datang anarkis, mencuci tangan

seraya menatap kobaran nyala, sampai bersih

tersungging di bibirnya senyum kemenangan

 

Karangasem Bali, 2020

 

 

IDK Raka Kusuma, lahir di Klungkung (Bali) 21 November 1957. Sahabat dekat Umbu Landu Paranggi ini puisi-puisinya pernah dimuat di sejumlah media cetak, diantaranya: Bali Post, Sinar Harapan, Mingu Pagi, Berita Buana, Karya Bhakti, Suara NTB dan lain-lain. Ia menulis sastra dalam bahasa Indonesia dan bahasa Bali Sastrawan yang kini mukim di Amlapura ini pernah meraih penghargaan Rancage di tahun 2002.

 

***----------***

 

 

 

MARJUDDIN SUAEB

 

 

 

Catatan Alit

 

Wahai penguasa detik...

Aku atau kau yang mengalir

Masih tegakah mengejar

Sedang waktu terserah padaku

 

Atau kerna selalu

Gagal ngerti

Kemerdekaan tak bisa terbagi

 

Maunya apapun mauku

Hmmmm. Terlalu

 

Yk, 2020

 

 

 

Marjuddin Suaeb, salah satu penyair senior jebolan Persada Studi Klub (PSK) asuhan Umbu Landu Paranggi ini namanya tercatat di buku  Apa Siapa Penyair Indonesia (2017). Buku antologi puisi tunggalnya Bulan Bukit Menoreh (Sabdamedia, 2016). Puisi masuk di sejumlah buku antologi diantaranya Gunungan, Ziarah, Penyair Jogja 3 Generasi, Lima Tujuh Lima, Cermin Akhir Tahun, Parangtritis, Gondomanan, Nyanyian Bukit Menoreh,  Membaca Hujan di Bulan Purnama, . Geguritannya masuk di buku Tilik Weweisik (Disbud DIY, 2019). Tinggal di Bumirejo Lendah Kulonprogo.

 

***----------***

 

 

 

WAHYU PURWADI

 

 

 

Corong Toa

 

aku jadi bertanya

apakah aku lupa

apa aku pura pura

 

aku jadi bertanya

apakah suka ini ada

apa benci bertahta

 

aku jadi bertanya

apakah jaman ini masih sama

apa memang sudah berbeda

 

aku jadi bertanya

apakah boleh berbicara

apa hanya diam saja

 

aku jadi bertanya

siapa yang benar

siapa yang berpura pura

 

aku jadi bertanya

siapa yang haus kuasa

siapa yang merongrongnya

 

aku jadi bertanya

inikah negara

atau hanya panggung sandiwara

 

Pal 18, Oktober 2020

 

 

 

Wahyu Purwadi, lahir di Batang (Jawa tengah), 23 Agustus 1986. Bagi alumni workshop Belajar Menulis Sastra Jati Moncol ini berpuisi merupakan salah satu kegiatan yang dilakukanya disela-sela mengajar di IKIP PGRI Wates dan sebuah SMK di Bantul. Pernah menjadi Presiden Mahasiswa dan sering orasi di jalan menggunakan puisi. Karyanya masuk di buku Kluwung, Lukisan Maha Cahaya (Antologi Puisi dan Prosa komunitas Sastra-Ku, 2020). Tinggal di Lendah Kulonprogo.

 

 

***----------***

 

 

 

RHYNA RHYNANTIE

 

 

 

 

Puisi Cinta Melawan Demonstrasi

 

Kelakar melawan petinggi

sudahi !

wadah air mineral saling beradu

peluh-peluh kebangsaan menetes

di bumi

asap bukan dari sebatang rokok

menyesak

 

Mari berlisan dengan puisi cinta

redakan badai

taburkan bunga-bunga ragam

bukan bunga kamboja

matikan api dalam sekam

tak perlu berhianat pada nurani

 

Teriakan puisi cinta, bukan orasi

podium tumbangkan hujat

rindu adalah pagar kasih sayang

sematkan cinta bertubi-tubi, demonstrasi bisa dengan cinta

 

Cinta juga keadilan menuntut hati

penantian adalah penindasan

keinginan terkabul tanpa meminta

Ini puisi cinta melawan demontrasi

redakan ambisi

 

Pasuruan, 10 Oktober 2020

 

Rhyna Rhynantie, penyair  kelahiran Malang (Jawa Timur). Mencintai sastra tulis (puisi) dengan segenap jiwa.  Puisnya dimuat sejumlah media cetak dan online. Baginya, puisi adalah nurani bukan ambisi.

***----------***

 

SUPARMANTO

 

G e j o l a k

 

Miris rumput berteriak

Gajah berebut tahta

Kancil mati terjepit

Bumiku terluka nestapa

 

Api api yang terbang terbawa angin

Membakar daun daun telinga

Hingga tanah ini memerah karenanya

Bidari bidadari menangis tersedu sedu

 

 

Wahai para ulama juga pemimpin

Bila isi perut selalu penuh

Bila sudah nyenyak tidur sedari sore

Menutupi beningnya akal budi

Akankah gejolak segera berganti?

 

Semoga senyum bumiku lekas kembali

 

Lincak kayu, 7 oktober 20

 

Suparmanto, lahir di Kulonprogo 3 Februari. Lulusan SMK Ma'arif 1 Wates jurusan Teknik Listrik. Suka bertani dan berorganisasi. Hobi memanah tradisional gaya mataraman. Kontak email: parmanwae75@gmail.com dan djogja1862@gmail.com. Tinggak di Sidorejo Kulonprogo.

 

 

 

***----------***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  K A R Y A     AHMAD MALIKI MASHAR     Suluh Penyuluh   Mulut berbisa mengurut luka Menepuk dada tersuruk bangga Berlulur s...