Resensi Buku
Kluwung, Ikhtiar Merangkul
Penulis Pemula
Oleh EW Suprihatin
Niat dan tekad. Dua hal yang sangat
diperlukan bagi seseorang yang ingin mewujudkan sebuah impian besar. Impian
untuk membesarkan nama daerah dan menggerakkan literasi di kabupaten Kulon
Progo. Hal itulah yang menjadi dasar bagi para pelopor literasi di wilayah ini
untuk membentuk sebuah komunitas yang mewadahi karya sastra masyarakat. Dari
niat yang kuat didukung oleh tekad bulat, tekun dan telaten dalam merangkul
sastrawan muda, akhirnya terbitlah buku Kluwung,
Lukisan Maha Cahaya (Antologi Puisi dan Prosa Komunitas Sastra-Ku) –buku perdana
komunitas “Sastra-Ku” yang dgawangi oleh sastrawan asli Kulon Progo diantaranya
Marwanto, Marjudin Suaeb dan Sumarno.
Buku Kluwung
memuat karya sastra campuran yang terdiri dari puisi, cerpen, geguritan dan
cerkak. Masing-masing karya mempunyai karakter yang kuat dari para penulisnya
yang terpancar pada setiap untaian kata dan kisah seperti layaknya kluwung atau
pelangi dalam bahasa Indonesia. Terbitnya buku berjudul Kluwung menjadi tonggak sejarah bagi bangkitnya sastra dan literasi
di Kulon Progo. Selama ini banyak potensi dari masyarakat terutama kaum muda
dalam menghasilkan karya sastra, namun sayang belum ada komunitas yang menampung.
Dengan adanya komunitas Sastra-Ku ini diharapkan para kaum muda lebih rajin dan
lebih produktif dalam menghasilkan karya sastra yang bermutu.
Buku ini sengaja memuat beragam jenis karya sastra, hal ini bertujuan
selain untuk memicu semangat para sastrawan juga untuk mengakomodir keseluruhan
potensi yang dimiliki anggotanya. Berisikan karya dari 34 pujangga (dengan 51
judul puisi), 3 cerpenis (dengan 3 judul cerpen), 7 orang dengan karya
geguritan dan 2 orang mengetengahkan karya cerkak (cerita cekak). Tercatat tiga
penulis tamu, masing-masing dari: Jawa Barat (Bogor), Jawa Timur (Nganjuk) dan
Jawa Tengah (Klaten).
Dalam pengantar buku ini dijelaskan sejarah
atau awal mula cerita bagaimana perjuangan para pelopor sastra untuk memulai
menelorkan sebuah karya. Penjelasan yang diberikan dalam kata pengentar sungguh
memukau tidak seperti pengantar buku yang lain. Membaca pengantar buku ini
seolah sudah masuk dalam ranah isi dari buku, meskipun sebenarnya bagian ini
hanyalah pengantar saja, akan tetapi pilihan kata yang digunakan sudah seperti
masuk dalam karya Kluwung itu
sendiri.
Hal ini tentu saja menjadi sebuah entri
poin yang sangat menarik bagi calon pembacanya. Memasuki inti buku, pembaca
akan disuguhi dengan hasil karya yang beraneka ragam seperti apa yang termaktub
dalam kata pengantar: bahwasannya buku ini berisi aneka warna makna dan gaya
bahasa yang terpancar dari masing-masing penulis sehingga warna yang terpancar
pun beraneka warna seperti halnya pelangi. Keragaman cerita dan jenis karya
yang terangkum dalam buku ini menjadi kekuatan dan nilai lebih dari buku. Bagi
para penulis muda yang masih bingung dan ingin memulai menulis sebuah karya
sastra dapat mengenal atau membandingkan 4 jenis karya sastra dalam satu buku.
Mengkompilasi berbagai jenis sastra dalam
satu judul buku tentu saja bukan hal yang mudah. Namun hal ini dilakukan dengan
baik oleh para editor buku Kluwung
sehingga menjadikan buku ini layak dikonsumsi bagi masyarakat pencintanya.
Terus bergerak SastraKu, kembangkan sayap dan terbang makin tinggi hingga
kiprahmu terpencar ke seluruh pelosok negeri bumi Adikarta. Salam literasi.
EW Suprihatin, lahir di
Sleman 15 April 1979. Menyelesaikan pendidikan S-1 jurusan Ilmu Perpustakaan.
Sejak mahasiswa menulis artikel tentang perpustakaan dan literasi di majalah
Media Pustakawan (UGM) , Visi Pustaka (Perpusnas), Majalah Trasformasi (DPK
KP). Menjadi pustakawan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kulon Progo tahun 2010
hingga sekarang. Karyanya dimuat di buku
antologi bersama: Sebuah Refleksi Makna
Hari-Hari Besar,(Pohon Cahaya, 2019), Dongeng
dan Cerita Anak Inspiratif (Diva Press, 2019), Kluwung Lukisan Maha Cahaya (Komunitas Sastra-Ku, 2020).
***---------------***
ESSAI
Pembiasaan Literasi Sejak Dini
Oleh Evita Eka Septiani
Sejak lahir ke dunia, anak perlu diberi
pendidikan dasar dan perlakuan yang
baik. Hal tersebut dalam rangka membentuk kepribadian yang baik. Salah satunya,
sedari usia yang masih kecil sebaiknya dibiasakan untuk diajarkan literasi. Agar
jika sudah dewasa mereka tidak mudah terjerumus
ke tindakan yang kurang baik.
Kegiatan literasi saat ini perlu
dikembangkan di mana saja, termasuk di keluarga. Literasi perlu dikembangkan
untuk menciptakan lingkungan insan yang berwawasan tinggi. Literasi dapat
dilaksanakan pembimbingannya sejak usia balita atau pra sekolah. Kegiatan
literasi bagi anak usia dini yaitu yang
paling cocok adalah melalui dongeng. Untuk membentuk moral anak yang
sesuai dengan ajaran agama Islam yang baik bisa diterapkan dengan dibacakan
dongeng tentang teladan tokoh muslim ataupun kisah teladan dari nabi dan
rasul-rasul Allah.
Menurut World’s
Most Literate Nations Ranked tahun 2016, dalam jurnal Membudayakan Literasi
Pada Anak Usia Dini Dengan Metode Mendongeng, Lilis Sumaryanti: 2018, budaya
literasi Indonesia berada di posisi ke-60 dari 61 negara. Data ini menunjukkan
bahwa literasi Indonesia sangat rendah. Ada sekitar 99% yang tidak suka membaca
dan 1% menyatakan bahwa suka membaca. Budaya membaca dalam masyarakat khususnya
di kalangan anak-anak masih minim. Ini terlihat dari banyaknya anak yang tidak
menyukai membaca dan lebih menyukai game online.
Menyikapi adanya masalah tersebut, kita
dapat membiasakan kepada anak - anak seperti adik - adik kita untuk membacakan
dongeng, lalu menyuruh adik-adik kita memperhatikan dengan seksama. Kita
mencoba mengajari adik kita membaca dongeng sendiri dan memberi tugas pada
mereka menyimpulkan isinya, pesan yang terkandung, ilmu agama, dan sikap tokoh yang dapat diteladani. Dengan
langkah seperti itu, melatih anak pada usia dini untuk literasi sebagai
penambah wawasan sekaligus pembelajaran moral yang baik, pembelajaran memahami
bahasa, kelancaran membaca, melatih gemar membaca hingga dibawa sampai dewasa
agar tidak kecanduan game online yang kadang menyebabkan kehidupannya kurang
teratur.
Evita Eka Septiani, lahir di
Kulon Progo 11 September 2001. Mulai tahun ini tercatat sebagai mahasiswi UNY. Beberapa puisinya masuk ke
dalam buku antologi bersama, antara lain: Butterfly
Sastra Three Color Poetry (2018), Paradigma Imaji I Welcome September (2018),
Tak Terucap (2018), Kado Spesial Untuk Bunda (2018), Mencintai Ibunda Sehidup Sesurga (2018),
Superhero Berpuisi (2019), Stigma Bodong Bla.Bla.Bla (2019), Kembali Nol (2020), Kluwung Lukisan Maha Cahaya (2020). Tinggal di Galur.
***---------------***
ESSAI
Cabul Tembakau !
Oleh Nabila Nur
Aldi
Ironis!!! Sungguh ironis!!! Jelas- jelas
terpampang pada setiap bungkus rokok perihal larangan merokok, namun bukannya
berkurang pemakaiannya malah melonjak naik! Gambar-gambar akibat mengkonsumsi
rokok pun sudah dipasang juga di setiap bungkus, poster, baliho-baliho besar,
akan tetapi sama saja. Harga dinaikkan pun mereka beralih ke rokok non pabrik (lintingan). Bahkan sekarang rokok bukan
hanya di nikmati golongan tua saja, pelajar bahkan anak-anak juga mengandrungi
tembakau yang dibakar dengan kulitan kertas ini.
Hal ini membawa dampak terhadap
meningkatnya beban kesehatan yang harus ditanggung oleh pemerintah. Selain itu,
kandungan nikotin di dalam rokok menyebabkan kecanduan. Kecanduan rokok sama
dengan percabulan. Mengapa saya mengatakan pencabulan? Karena merokok sama
dengan mencemari tubuh atau bisa dikatakan mencabuli. Perokok memasukkan bahan
kimia ke dalam tubuh yang sudah jelas dideskripsikan dapat membunuh dirinya sendiri.
Bahan-bahan kimia tertumpuk di dalam tubuh
dan menyebabkan berbagai macam penyakit dan pemakaian lebih lanjut menyebabkan
kematian. Lantas, jika merokok menyebabkan kematian, apakah merokok dapat
dikatakan sebuah dosa? Ya, merokok bisa dikatakan sebuah dosa, walaupun tidak
dituliskan dalam kitab agama. Menyebabkan orang menderita dengan asap yang
ditimbulkan dari pembakaran tembakau. Mungkin terlalu naif jika banyak yang
mengatakan ‘merokok ataupun tidak nanti juga sama-sama akan mati!’ Sungguh,
dimana letak kemanusiaan kalian? Kematian adalah kehendak tuhan, namun akibat
asap rokok membuat banyak orang mati
dengan cara yang menyakitkan.
Persoalan yang sedang kita hadapi adalah
bagaimana Cara Kita Memutus Rantai Candu? Sejatinya seorang perokok harus
melawan keinginan dirinya sendiri. Melawan keinginan dagingnya. Setiap dosa
lain yang dilakukan manusia,
terjadi di luar dirinya atau di luar tubuhnya. Tetapi orang yang merokok berdosa terhadap
dirinya sendiri. Tubuh jasmani seseorang bukan milik orang tersebut. Dimana
dapat ia gunakan sesukanya. Tubuh manusia adalah milik Tuhan. Sehingga tiap-tiap
orang wajib memuliakan Tuhan dengan tubuhnya. Atau dengan kata lain, berusaha
dengan segenap hati dan pikiran untuk melakukan hal-hal yang baik serta berguna untuk dirinya sendiri
serta untuk orang banyak.
Nabila Nur
Aldi, lahir di Kulon Progo 8 Februari 2003, adalah pelajar di SMA N 1
Wates. Karyanya masuk di sejumlah buku antologi bersama, diantaranya: Laskar
Essai Menoreh (Balai Bahasa DIY, 2020) dan Ruang Putih Demokrasi (Bawaslu Kulonprogo, 2020). Puisinya juga
pernah dimuat rubrik “Kaca” harian Kedaulatan
Rakyat. Tinggal di Tawangsari Pengasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar