Sabtu, 15 Agustus 2020

K A R Y A


PUTRI KHASANAH

 

 

 

Dari Sajak Agustus

 

 

Pelan-pelan tulisan ini diketik

Dari pintu kemerdekaan yang diketuk

Terlepas dari tak jelasnya musim

Wajah pertiwi kini masih terlihat masam

 

Dari sajak Agustus

Dan sejuk tanggal tujuh belas

Semoga parahnya perih ini

Terhapus air mata yang sudah diperah

 

Kesakitan luruh dari penjuru dunia

Berbisik lirih pula di negri kita

Semoga hari yang disebut merdeka

Kita bebas dari huru-hara

 

Tetap berjuang walau pahit

Masa mendatang harus kita pahat

Dengan adaptasi yang baru

Namun cinta tetaplah biru

 

Dari banyaknya luka

Yang penuh lika-liku

Semoga yang sakit sembuh

Atas izin dari yang disembah

 

Semoga segala yang dipandang mata

Tak lekas mati

Semoga segala yang di depan kening

Tak lekas hilang jadi kenang

 

Semoga peringatan ulang tahun

Tak menjadikan lupa pada Tuhan

Semoga kemerdekaan yang kita seru

Membawa wajah pertiwi agar berseri

 

Segala rasa sedih sudah diseduh

Dunia dan Indonesia,

Jangan terus terpuruk

 

Ruang Fatamorgana, 15 Agt 2020

 

 

Putri Khasanah, mempunyai nama lengkap Putri Nur Indah Sari Khasanah, lahir di Kulonprogo 30 Maret 2000. Ia adalah mahasiswi jurusan komunikasi di salah satu perguruan tinggi di Yogyakarta. Puisinya yang berjudul “Ingin Kutulis lagi Secara Nyata” menjadi juara pertama lomba cipta puisi yang diselenggarakan oleh Bawaslu Kulonprogo tahun 2020. Tinggal di  Gembongan, Sukoreno, Sentolo.  

*** ----- ***

 

 

 

SANTI ASESANTI

 

 

 

Kemerdekaan Diri

 

 

Kutemukan air mata mengisi setiap selokan di kota-kota
Tumpahan resah para pemburu nikmat

 

Usah menghamba duka

Lihatlah merek; sebagian dari kalian

Mereka menikmati megahnya gedung beserta keangkuhannya

Dan hanya di sudut kecil yang menata rapi hatinya

 

Kita semua sama; pemilik nafas yang harus menuntaskan janji

Dimana alpa sering menjadi santapan ternikmat

 

Sementara di hamparan sabana terhampar bahagia

Duka dirajam dengan sentuhan cinta

Pun di rimba nusantara

Wajah-wajah cemas tiada

Makhluk berdampingan mesra

Tumbuhkan senyum sejati

Menuai bahagia di ladang waktu

 

Pulanglah para pemuja kenikmatan

Pulangkan hati pada keikhlasan

Di mana ritual hidup mesti dijalani

Wangikan aroma kasturi di dada

Selaras merebak nama Tuhan di setiap helaan

Menjelma air mata yang mengisi sungai nista

 

Pelangi_kata, 16082020

 

 

Santi Asesanti, nama pena dari Fajri Susanti, lahir di Kulonprogo 1982.  Guru di SD N Gadingan Wates, beberapa kali mengikuti  finalis baca puisi di Puisi Pro yang diselenggarakan RRI Pro 2 Yogyakarta dan turut mengisi acara live baca puisi di wilayah Yogyakarta. Puisinya masuk di sejumlah buku antologi, diantaranya Cerita Hujan dan Bintang (GoresanPena, 2015), Dalam Secangkir Kopi (Pena House, 2016), Kedai Kopi Sastra (Penerbit BBK, 2019) dan Kluwung Lukisan Maha Cahaya (komunitas Sastra-Ku, 2020). Buku antologi puisi tunggalnya, Purnama Bulan November (Penerbit Arashi, 2020).

*** ----- ***

 

 

SUPARMANTO

 

 

 

Kita Bisa

 

Proklamasi yang dulu dikumandangkan

Bagian awal kemerdekaan

Perjuangan masih trrus berlanjut

Mari berkarya membangun negeri kembali

 

Disaat semua terasa sulit

Bahkan keadaan makin memburuk

Masih ada hal hal untuk membalikkan keadaan menjadi baik

Bukan dari pangkat harta atau apalah itu

Tapi dari hal kecil yang kita bisa lakukan

 

Berfikir positif dan bersyukur disetiap kejadian

Harus kita tanamkan agar semangat terus terjaga

Semangat membangun negri

Berpikir positif bertindak positif

Saling menguatkan dan saling memberi semangat.

Kita berkarya

Kita bisa

 

Merdeka

 

Tengah sawah,  15 agustus 20

 

 

Suparmanto, lahir di Kulonprogo 3 Februari. Lulusan SMK Ma'arif 1 Wates jurusan Teknik Listrik. Suka bertani dan berorganisasi terutama bagian kebudayaan. Hiburan paling disukai yaitu memanah tradisional gaya mataraman. Mungkin sebentar lg menulis tentang jemparingan. Baru saja bergabung dengan komunitas Sastra-Ku. Kontak email: parmanwae75@gmail.com dan djogja1862@gmail.com. Akun FB: Aryo van djogja.

*** ----- ***

 

 

TRIAS TH

 

 

 

Tetaplah Bergerak

 

 

Setidaknya kita telah lepas dari penjajahan

Yang dikatakan sebagai kemerdekaan

Bagaimana para pendahulu berjuang

Telah kita tahu dari sejarah yang tertuang

 

Kini saatnya barisan para penerus

Aku,kamu,kita dan kalian

Dengan beragam senjata terhunus

Melepaskan diri dari penjajahan

 

Penjajah yang paling kejam

Dari berbagai arah menikam

Memutarbalikkan kenyataan

Dialah diri, yang bergerak pun enggan

 

Galur, Agustus 2020

 

Trias Tuti Hidayanti, lahir di Cilacap 40 tahun yang lalu. Tumbuh dan besar di Galur Kulonprogo, kecintaanya pada sastra  seiring kegemarannya membaca buku koleksi perpustakaan sekolah maupun dari majalah yang dibeli dengan menyisihkan uang jajannya. Kini kecintaanya pada dunia sastra diasah kembali dengan gabung di komunitas Sastra-Ku meski aktivitas kesehariannya bukan di dunia tulis menulis. Puisinya masuk di buku Kluwung Lukisan Maha Cahaya (Antologi Puisi dan Prosa komunitas Sastra-Ku, 2020).

*** ----- ***

 

 

DITA WIRONO

 

 

Puisi dan Kemerdekaan

 

Aku menulismu dalam benderaku

Kata yang mungkin sudah  banyak orang mendengar dan tahu

 

Merdeka!

Kata siapa?

Sedang kamu selalu bilang butuh ruang sunyi untuk mengungkapkan segala rasa

 

Hati sudah, mau kemana lagi?

Saat seribu kalimat hanya berawal dari satu kata

yang kau coretkan dengan tinta

 

Apa benar kita merdeka

Benarkah kemerdekaan itu ada

Jika iya

Lalu di mana

 

Dita Wirono, lahir di Kulonprogo tanggal 24 April. Pernah bercita-cita menjadi seorang Jurnalis, tapi ditentang oleh orang tuanya. Menyukai dunia fotografi dan  literasi sejak SD. Lebih memilih menggunakan nama pena sebab tak pernah percaya diri dengan tulisannya. Bekerja di sebuah lembaga non Pemerintah. Penggiat  dan kontributor web di tempat tinggalnya. Pemilik Instagram Epitaf Sunyi.  Bukunya: Langkah Sunyi (Novel, 2019),  karyanya juga masuk di buku antologi: Kitab Asmaradhana (antologi puisi komunitas Sastra Saraswati), dan Kluwung Lukisan Maha Cahaya (antologi prosa dan puisi komunitas Sastra-Ku, 2020).  Dan sebuah buku sejarah tentang desanya. Tinggal di Kokap Kulonprogo.

 *** ----- ***

 

YAYUK WAHYUDI

 

 

 

Tarian Puja

 

Cinta ini menggelora bukan karna asmara

Padamu negri ku jatuh hati

Diiringi genderang

Indonesia Raya berkumandang

Membakar nadi jiwa ini

Terus mengabdi padamu Ibu pertiwi

Detik ini hari ini sampai nanti

Kuisi negeriku tak sekedar janji

Menenangkan para pahlawan

Yang telah melumuri dengan merah darahnya  

Membalut luka dengan Putih jiwa pejuang tak lekang

Terus meradang

Kini Jangan kotori mimpi indah mengisi negri wujudkan niat suci

Tunjukkan kita mampu

Membuat senyum pertiwi 

Dengan tarian puja semangat baja

Merdeka merdeka

Kasihku Negriku

Lecutlah aku untuk mengangkatmu

 

Girimulyo, Agts 2020

 

 

Yayuk Wahyudi, adalah nama pena dari Sri Rahayu Yustina S.IP., MA. Lahir di Purworejo 27 Desember 1963. Disela-sela ketugasan sebagai PNS di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Kulonprogo masih meluangkan waktu bergiat di Komunitas Sastra-Ku dan Forum Sastra-Teater Kabupaten Kulonprogo. Karyanya masuk di buku antologi, diantaranya: Weling Sinangling (Antologi Geguritan Dinas Kebudayaan DIY, 2018) dan Tilik Wewisik (Antologi Geguritan Dinas Kebudayaan DIY, 2019). Tinggal di Girimulyo Kulonprogo.

 

*** ----- ***

 

 

 

 

 

 

AMBAR SETYAWATI

 

 

Sajak Merdeka

 

Tentu saja

aku ingin mendengar yang baik-baik tentang negeriku ini.

Tapi bukan berarti

aku mau menikmati berita-berita manipulasi..

 

Ambar Setyawati, lahir di Jakarta, 17 Oktober 1973. Lulusan D3 jurusan Sastra Arab di Fakultas Sastra Universitas Indonesia Jakarta (1995) dan  S-1 jurusan Pendidikan Bahasa Inggris di Universitas Terbuka Jakarta (2001). Sejak 1997 aktif mengajar Bahasa Inggris dan Seni Budaya di beberapa sekolah di Jakarta. Tahun 2011 meninggalkan Jakarta dan mengajar di SMK Ma’arif Nanggulan.  Karya dari alumni  workshop Belajar Menulis Sastra Jati Moncol ini masuk di buku Kluwung Lukisan Maha Cahaya (Antologi Puisi dan Prosa komunitas Sastra-Ku, 2020).

*** ----- ***

 

 

YUSTINA EKA ASTUTININGSIH

 

 

 

Berangan Merdeka

 

Aku dalam merdeka, katanya

Sementara mulutku tersumpal

Kemerdekaan tinggal rangkaian huruf tanpa makna

 

Kejahiliyahan mengembang

Dengan dalih hak asasi

Aku bertanya, di mana nilai luhur berhati nurani

 

Liberalisme

Kapitalisme

Sekularisme

Komunisme

Pornografi

Berebut pengaruh

 

Merdeka tanpa merdeka

Kibarkan merah putih ya kibarkan

 

Perayaan dalam kegetiran

Perayaan dalam lumbung problema

Kelaparan

Kehutangan

Demoralisasi

Pertahananan lemah akut

Politik bertiup tak tentu arah

Kebijakan plin plan

Budaya korupsi meraja

Kolusi makin mulus

Rakyat tertatih perih

 

Hedonisme

Wahan

Rakyat gelap arah hidup

 

Kapan merdeka?

 

Yustina Eka Astutiningsih, lahir di Kulonprogo, 1 April 1976, senang nulis aforisma, dan kini sedang belajar menulis puisi serta cerpen. Alumni workshop Belajar Menulis Sastra Jati Moncol ini selain mengelola sanggar belajar bagi anak-anak di kampungnya juga seorang dukuh (kepala dusun) di salah satu pedukuhan di desa Giripeni Wates Kulonprogo. Puisinya dimuat di buku Kluwung, Lukisan Maha Cahaya (antologi puisi dan prosa komunitas Sastra-Ku, 2020)
*** ----- ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  K A R Y A     AHMAD MALIKI MASHAR     Suluh Penyuluh   Mulut berbisa mengurut luka Menepuk dada tersuruk bangga Berlulur s...