PUTRI
KHASANAH
Dari Sajak Agustus
Pelan-pelan
tulisan ini diketik
Dari
pintu kemerdekaan yang diketuk
Terlepas
dari tak jelasnya musim
Wajah
pertiwi kini masih terlihat masam
Dari
sajak Agustus
Dan
sejuk tanggal tujuh belas
Semoga
parahnya perih ini
Terhapus
air mata yang sudah diperah
Kesakitan
luruh dari penjuru dunia
Berbisik
lirih pula di negri kita
Semoga
hari yang disebut merdeka
Kita
bebas dari huru-hara
Tetap
berjuang walau pahit
Masa
mendatang harus kita pahat
Dengan
adaptasi yang baru
Namun
cinta tetaplah biru
Dari
banyaknya luka
Yang
penuh lika-liku
Semoga
yang sakit sembuh
Atas
izin dari yang disembah
Semoga
segala yang dipandang mata
Tak
lekas mati
Semoga
segala yang di depan kening
Tak
lekas hilang jadi kenang
Semoga
peringatan ulang tahun
Tak
menjadikan lupa pada Tuhan
Semoga
kemerdekaan yang kita seru
Membawa
wajah pertiwi agar berseri
Segala
rasa sedih sudah diseduh
Dunia
dan Indonesia,
Jangan
terus terpuruk
Ruang Fatamorgana, 15 Agt
2020
Putri Khasanah, mempunyai nama lengkap Putri Nur
Indah Sari Khasanah, lahir di Kulonprogo 30 Maret 2000. Ia adalah mahasiswi
jurusan komunikasi di salah satu perguruan tinggi di
Yogyakarta. Puisinya yang berjudul “Ingin Kutulis lagi Secara Nyata” menjadi
juara pertama lomba cipta puisi yang diselenggarakan oleh Bawaslu Kulonprogo
tahun 2020. Tinggal di Gembongan,
Sukoreno, Sentolo.
*** ----- ***
SANTI
ASESANTI
Kemerdekaan Diri
Kutemukan air mata mengisi setiap
selokan di kota-kota
Tumpahan resah para pemburu nikmat
Tumpahan resah para pemburu nikmat
Usah menghamba duka
Lihatlah merek; sebagian dari kalian
Mereka menikmati megahnya gedung beserta keangkuhannya
Dan hanya di sudut kecil yang menata rapi hatinya
Kita semua sama; pemilik nafas yang harus menuntaskan janji
Dimana alpa sering menjadi santapan ternikmat
Sementara di hamparan sabana terhampar bahagia
Duka dirajam dengan sentuhan cinta
Pun di rimba nusantara
Wajah-wajah cemas tiada
Makhluk berdampingan mesra
Tumbuhkan senyum sejati
Menuai bahagia di ladang waktu
Pulanglah para pemuja kenikmatan
Pulangkan hati pada keikhlasan
Di mana ritual hidup mesti dijalani
Wangikan aroma kasturi di dada
Selaras merebak nama Tuhan di setiap helaan
Menjelma air mata yang mengisi sungai nista
Pelangi_kata,
16082020
Santi Asesanti, nama pena dari Fajri Susanti, lahir di Kulonprogo
1982. Guru di SD N Gadingan Wates,
beberapa kali mengikuti finalis baca
puisi di Puisi Pro yang diselenggarakan RRI Pro 2 Yogyakarta dan turut mengisi
acara live baca puisi di wilayah Yogyakarta. Puisinya masuk di sejumlah buku
antologi, diantaranya Cerita Hujan dan
Bintang (GoresanPena, 2015), Dalam
Secangkir Kopi (Pena House, 2016), Kedai
Kopi Sastra (Penerbit BBK, 2019) dan Kluwung Lukisan
Maha Cahaya (komunitas
Sastra-Ku, 2020). Buku antologi puisi
tunggalnya, Purnama Bulan November
(Penerbit Arashi, 2020).
*** ----- ***
SUPARMANTO
Kita Bisa
Proklamasi
yang dulu dikumandangkan
Bagian
awal kemerdekaan
Perjuangan
masih trrus berlanjut
Mari
berkarya membangun negeri kembali
Disaat
semua terasa sulit
Bahkan
keadaan makin memburuk
Masih
ada hal hal untuk membalikkan keadaan menjadi baik
Bukan
dari pangkat harta atau apalah itu
Tapi
dari hal kecil yang kita bisa lakukan
Berfikir
positif dan bersyukur disetiap kejadian
Harus
kita tanamkan agar semangat terus terjaga
Semangat
membangun negri
Berpikir
positif bertindak positif
Saling
menguatkan dan saling memberi semangat.
Kita
berkarya
Kita
bisa
Merdeka
Tengah sawah, 15 agustus 20
Suparmanto, lahir di Kulonprogo 3 Februari. Lulusan SMK Ma'arif
1 Wates jurusan Teknik Listrik. Suka bertani dan berorganisasi terutama bagian
kebudayaan. Hiburan paling disukai yaitu memanah tradisional gaya mataraman.
Mungkin sebentar lg menulis tentang jemparingan. Baru saja bergabung dengan
komunitas Sastra-Ku. Kontak email: parmanwae75@gmail.com dan djogja1862@gmail.com. Akun FB: Aryo van djogja.
*** ----- ***
TRIAS
TH
Tetaplah Bergerak
Setidaknya
kita telah lepas dari penjajahan
Yang
dikatakan sebagai kemerdekaan
Bagaimana
para pendahulu berjuang
Telah
kita tahu dari sejarah yang tertuang
Kini
saatnya barisan para penerus
Aku,kamu,kita
dan kalian
Dengan
beragam senjata terhunus
Melepaskan
diri dari penjajahan
Penjajah
yang paling kejam
Dari
berbagai arah menikam
Memutarbalikkan
kenyataan
Dialah
diri, yang bergerak pun enggan
Galur, Agustus 2020
Trias Tuti Hidayanti, lahir di
Cilacap 40 tahun yang lalu. Tumbuh dan besar di Galur Kulonprogo, kecintaanya pada
sastra seiring kegemarannya membaca buku
koleksi perpustakaan sekolah maupun dari majalah yang dibeli dengan menyisihkan
uang jajannya. Kini kecintaanya pada dunia sastra diasah kembali dengan gabung
di komunitas Sastra-Ku meski aktivitas kesehariannya bukan di dunia tulis
menulis. Puisinya masuk di buku Kluwung
Lukisan Maha Cahaya (Antologi Puisi dan Prosa komunitas Sastra-Ku, 2020).
*** ----- ***
DITA WIRONO
Puisi
dan Kemerdekaan
Aku
menulismu dalam benderaku
Kata
yang mungkin sudah banyak orang
mendengar dan tahu
Merdeka!
Kata
siapa?
Sedang
kamu selalu bilang butuh ruang sunyi untuk mengungkapkan segala rasa
Hati
sudah, mau kemana lagi?
Saat
seribu kalimat hanya berawal dari satu kata
yang
kau coretkan dengan tinta
Apa
benar kita merdeka
Benarkah
kemerdekaan itu ada
Jika
iya
Lalu
di mana
Dita Wirono, lahir di Kulonprogo tanggal 24 April. Pernah
bercita-cita menjadi seorang Jurnalis, tapi ditentang oleh orang tuanya.
Menyukai dunia fotografi dan literasi
sejak SD. Lebih memilih menggunakan nama pena sebab tak pernah percaya diri
dengan tulisannya. Bekerja di sebuah lembaga non Pemerintah. Penggiat dan kontributor web di tempat tinggalnya.
Pemilik Instagram Epitaf Sunyi. Bukunya:
Langkah Sunyi (Novel, 2019),
karyanya juga masuk di buku antologi: Kitab Asmaradhana (antologi puisi komunitas Sastra Saraswati), dan Kluwung Lukisan Maha Cahaya (antologi
prosa dan puisi komunitas Sastra-Ku, 2020). Dan sebuah buku sejarah tentang desanya.
Tinggal di Kokap Kulonprogo.
*** ----- ***
YAYUK WAHYUDI
Tarian
Puja
Cinta
ini menggelora bukan karna asmara
Padamu
negri ku jatuh hati
Diiringi
genderang
Indonesia
Raya berkumandang
Membakar
nadi jiwa ini
Terus
mengabdi padamu Ibu pertiwi
Detik
ini hari ini sampai nanti
Kuisi
negeriku tak sekedar janji
Menenangkan
para pahlawan
Yang
telah melumuri dengan merah darahnya
Membalut
luka dengan Putih jiwa pejuang tak lekang
Terus
meradang
Kini
Jangan kotori mimpi indah mengisi negri wujudkan niat suci
Tunjukkan
kita mampu
Membuat
senyum pertiwi
Dengan
tarian puja semangat baja
Merdeka
merdeka
Kasihku
Negriku
Lecutlah
aku untuk mengangkatmu
Girimulyo,
Agts 2020
Yayuk Wahyudi, adalah nama pena dari Sri Rahayu Yustina S.IP., MA. Lahir di
Purworejo 27 Desember 1963. Disela-sela ketugasan sebagai PNS
di Dinas
Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Kulonprogo masih meluangkan waktu bergiat
di Komunitas Sastra-Ku dan Forum Sastra-Teater Kabupaten Kulonprogo. Karyanya
masuk di buku antologi, diantaranya: Weling
Sinangling (Antologi Geguritan Dinas Kebudayaan DIY, 2018) dan Tilik Wewisik (Antologi Geguritan Dinas
Kebudayaan DIY, 2019). Tinggal di Girimulyo Kulonprogo.
*** ----- ***
AMBAR SETYAWATI
Sajak
Merdeka
Tentu
saja
aku
ingin mendengar yang baik-baik tentang negeriku ini.
Tapi
bukan berarti
aku
mau menikmati berita-berita manipulasi..
Ambar
Setyawati, lahir
di Jakarta, 17 Oktober 1973. Lulusan D3 jurusan Sastra Arab di Fakultas Sastra
Universitas Indonesia Jakarta (1995) dan
S-1 jurusan Pendidikan Bahasa Inggris di Universitas Terbuka Jakarta
(2001). Sejak 1997 aktif mengajar Bahasa Inggris dan Seni Budaya di beberapa
sekolah di Jakarta. Tahun 2011 meninggalkan Jakarta dan mengajar di SMK Ma’arif
Nanggulan. Karya dari alumni workshop Belajar Menulis Sastra Jati Moncol ini
masuk di buku Kluwung Lukisan Maha Cahaya
(Antologi Puisi dan Prosa komunitas Sastra-Ku, 2020).
*** ----- ***
YUSTINA
EKA ASTUTININGSIH
Berangan Merdeka
Aku
dalam merdeka, katanya
Sementara
mulutku tersumpal
Kemerdekaan
tinggal rangkaian huruf tanpa makna
Kejahiliyahan
mengembang
Dengan
dalih hak asasi
Aku
bertanya, di mana nilai luhur berhati nurani
Liberalisme
Kapitalisme
Sekularisme
Komunisme
Pornografi
Berebut
pengaruh
Merdeka
tanpa merdeka
Kibarkan
merah putih ya kibarkan
Perayaan
dalam kegetiran
Perayaan
dalam lumbung problema
Kelaparan
Kehutangan
Demoralisasi
Pertahananan
lemah akut
Politik
bertiup tak tentu arah
Kebijakan
plin plan
Budaya
korupsi meraja
Kolusi
makin mulus
Rakyat
tertatih perih
Hedonisme
Wahan
Rakyat
gelap arah hidup
Kapan
merdeka?
Yustina Eka Astutiningsih, lahir di Kulonprogo, 1
April 1976, senang nulis aforisma, dan kini sedang belajar menulis puisi serta
cerpen. Alumni workshop Belajar Menulis
Sastra Jati Moncol ini selain mengelola sanggar belajar bagi anak-anak di
kampungnya juga seorang dukuh (kepala dusun) di salah satu pedukuhan di desa
Giripeni Wates Kulonprogo. Puisinya dimuat di buku Kluwung, Lukisan Maha Cahaya
(antologi puisi dan prosa komunitas Sastra-Ku, 2020)
*** ----- ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar