Jumat, 07 Agustus 2020

K A R Y A


DITA WIRONO



Kelak  

Kelak
Jika waktu itu datang
Maukah kau memelukku sekali lagi
Kita duduk menatap langit merah saga
Berburu sunset seperti biasanya

Kelak
Jika hari itu datang
Aku ingin menikmati kopi bersamamu
Mendengar cerita apapun tentang petualanganmu

Kelak
Jika hati masih ada
Aku ingin kamu menjadi orang pertama
Yang kutuju setelah corona
Tetaplah baik-baik saja

Kokap, 13 Juni 2020


Dita Wirono, lahir di Kulonprogo tanggal 24 April. Pernah bercita-cita menjadi seorang Jurnalis, tapi ditentang oleh orang tuanya. Menyukai dunia fotografi dan  literasi sejak SD. Lebih memilih menggunakan nama pena sebab tak pernah percaya diri dengan tulisannya. Bekerja di sebuah lembaga non Pemerintah. Penggiat  dan kontributor web di tempat tinggalnya. Pemilik Instagram Epitaf Sunyi.  Bukunya: Langkah Sunyi (Novel, 2019),  karyanya juga masuk di buku antologi: Kitab Asmaradhana (antologi puisi komunitas Sastra Saraswati), dan Kluwung Lukisan Maha Cahaya (antologi prosa dan puisi komunitas Sastra-Ku, 2020).  Dan sebuah buku sejarah tentang desanya. Tinggal di Kokap Kulonprogo.
 *** ----- ***


EVITA AH


Gema Wacana

Degup lirih mengalir
Dari hitam ke putih
Mengalun dari hilir
Diikuti deras hujan gemericik
Menuju relung hati
Berbisik memberi harap setitik

Geming suara hampiri
Gema menguasa galaksi
Janji terpaku dalam mega ilusi
Larut arungi emosi
Kudiam tanpa suara
Tegunku tak henti mengusik


Sepi berdiri atas duri
Di tiap permintaan diri
Oceh insan bersalah mengakui
Harapkan aksama khilaf diri
Ragu tuk kuberi
Namun telah kuberi dari hati
Sebelum datang mengetuk pintu lirih
Gerbang aksama terbuka luasa

Detik demi detik berlari
Kutaklupa janji semilir
Buat seribu getir
Nyata depan mata tak seiring
Beribu janji palsu berdering
Terpa hamparan licin
Untuk dipegang tangan lilin

Maaf...,maaf...,maaf...
Bergema melengking
Tapi cuma bagai gunting
Hanya wacana berguming
Melilit sayat sayat duri
Maaf yang tak terbukti
Karena riak tak kunjung sunyi
Gulung ombak menari
Tangis isak sedih lubuk hati
Biarlah enyam atma dini

Kulon Progo, 2020


Evita Afida Hidayah  nama pena dari Evita Eka Septiani, lahir di Kulon Progo, 11 September 2001, adalah mahasiswi UNY. Beberapa puisinya masuk ke dalam buku antologi bersama, antara lain: Butterfly Sastra Three Color Poetry  (2018), Paradigma Imaji I Welcome September (2018), Tak Terucap (2018), Kado Spesial Untuk Bunda (2018), Mencintai Ibunda Sehidup Sesurga (2018), Superhero Berpuisi (2019), Stigma Bodong Bla.Bla.Bla (2019), Kembali Nol (2020), Kluwung Lukisan Maha Cahaya (2020). Penulis mulai mengikuti beberapa kelas menulis online sejak kelas X SMA. 

*** ----- ***


EW SUPRIHATIN


Pentas Cakrawala

Dinding lembayung senja
Batas cakrawala
Bias sinar manja
Menyinari gunung perkasa
Semilir bayu menghujam jiwa
Meniupkan kesejukan
Meredakan api yang berkobar
Membawa hati pada ketenangan.

Burung kembali ke sarang
Petani kembali pulang
Menuju kepasrahan
Pada hidup yang tak pernah berkesudahan

Gdn,13Juni2020


Eka Wardhani Suprihatin, lahir di Sleman 15 April 1979. Menyelesaikan pendidikan S-1 jurusan Ilmu Perpustakaan. Seorang pustakawan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kulon Progo sejak 2010. Karya dalam buku antologi bersama: Sebuah Refleksi Makna Hari-Hari Besar (2019), Dongeng dan Cerita Anak Inspiratif (2019), dan Kluwung Lukisan Maha Cahaya (2020). Bisa disapa di akun FB-nya: Eka Wardhani, IG: @ewsuprihatin, Whatsapp: 0857118198.
*** ----- ***


YAYUK WAHYUDI



Gemuruh Hati


Kujemput surya pagi
Ditemani nyeri di ulu hati
Bukan aku berburuk sangka
Bukan aku mendusta
Kala jiwa meronta
Menolak kodrat kasat mata
Ada hal yang tak terkata
Hanya jiwa bisa merasa
Semua terpaku semua ragu semua malu
Dan segudang tanya nengharu
Mengapa begitu?
Satu dari sekian ribu
Warna warni kehidupan yang aku tak tahu
Tapi kenapa, diriku yang kau pilih jadi ruangmu
Ketika aku tak kuasa
Terlena kau yang kasatmata
Aku lunglai tak berdaya
Dalam genggamanmu membuat banyak luka
Kala kau terbang aku tersadar, banyak hati terkapar
Hanya penyesalan yang terdampar di alam nyata tanpa daya
Sejenak aku melihat cahya meloncat mengumbah jiwa
Terang kembali nyala kutersadar berurai air mata,
Hanya itu yang aku bisa, sambil bersujud
Mohon pada yang Kuasa
Sertailah aku di manapun berada
Hanya setitik doa sebagai penyangga jiwa


Sorjati, Agustus 2020


Yayuk Wahyudi, adalah nama pena dari Sri Rahayu Yustina S.IP., MA. Lahir di Purworejo 27 Desember 1963. Disela-sela ketugasan sebagai PNS di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Kulonprogo masih meluangkan waktu bergiat di Komunitas Sastra-Ku dan Forum Sastra-Teater Kulonprogo. Karyanya masuk di sejumlah buku antologi, diantaranya: Weling Sinangling (Antologi Geguritan Dinas Kebudayaan DIY, 2018) dan Tilik Wewisik (Antologi Geguritan Dinas Kebudayaan DIY, 2019), Kluwung Lukisan Maha Cahaya (antologi prosa dan puisi komunitas Sastra-Ku, 2020). Tinggal di Girimulyo Kulonprogo.

*** ----- ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  K A R Y A     AHMAD MALIKI MASHAR     Suluh Penyuluh   Mulut berbisa mengurut luka Menepuk dada tersuruk bangga Berlulur s...