Jumat, 17 Juli 2020

K A R Y A


DWI RISWANTO S



Senja

Ini yang aku tunggu-tungu
Senja yang basah dan mulai menua,
Menguning lalu sekilas menjelma jingga
Kemudian memerah, sebelum jatuh di sebuah kota,
Kota entah berantah di sebelah barat sana
Sepertinya dia datang dengan sengaja,

Hanya untuk Matahari yang seharian kuyup dikepung hujan,
Menggigil dingin dan kesepian
Sekedar memberinya setangkup hangat,
Sebagai bekal menyusur malam yg semakin pekat

Dan dari kejauhan,
Siut angin malam mencubit sendiku,
Sambil berbisik sendu,
"Salahkah bila kuCemburu...?"

YK, 05Juni2020


Dwi Riswanto S, alumni SMA 2 Bantul dan UGM Yogyakarta. Penyuka puisi-puisi Sapardi Djoko Damono ini adalah seorang pustakawan di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Kulonprogo. Karyanya menghiasi sejumlah media cetak dan online. Tinggal di Bantul Yogyakarta.
*** ----- ***



TRI WAHYUNI


Di Ujung Senja Muram

Daun kering pencari senja sejati
Melahap kabut sebelum mati
Bersama debur ombak pantai
Ia bertanya,"Kenapa aku sendiri?”

Daun kering yang malang
Semua temannya tinggal semu di bayang-bayang
Sebab manusia yang menginjak, menimbun dan menjadikannya abu kosong
Kenapa dirindu?

Dimata lain,ada yang memberanikan bicara
Kepada Dzat Maha Sempurna di ujung senja yang muram
Daun itu memohon agar bumi segar manusia bugar

Yogyakarta,2020




Tri Wahyuni, lahir 16 Juni 2001, mahasiswi Jurusan Sastra Inggris di FBS UNY. Pegiat di Komunitas Sastra-Ku ini menulis puisi sejak SMA. Buku puisinya yang sudah terbit antara lain: Hujan Merindu (Guepedia Publisher, 2019), Berlutut Di Bawah Kaki Purnama (Guepedia Publisher, 2020). Karyanya juga masuk di sejumlah buku antologi bersama, diantaranya: Tilik Wewisik (antologi geguritan Disbud DIY, 2019), Menangkis Intoleransi Melalui Bahasa dan Sastra (Balai Bahasa DIY, 2019), Kluwung Lukisan Maha Cahaya (antologi puisi dan prosa komunitas Sastra-Ku, 2020). Tinggal di Sidorejo Lendah Kulonprogo.

*** ----- ***


DIDIK KOMAIDI


Bingung

Aku harus bagaimana?
Aku harus menulis apa?
Aku resah, kau gelisah
Masyarakat entah

Ya sudah
begini saja, patuhi saja petunjuk pemerintah
Yang sudah merupakan hasil musyawarah
bersama para ahli dan pakar
Kamu tak usah ngeyel, tak usah sok pemberani
Daripada nanti terpapar
Dan akhirnya mati

“Jangan takut virus Corona.”
“Takutlah pada Tuhan.”
kata seseorang yang sok iman tapi tak tahu aturan Tuhan
Kalimat itu selintas benar,
tapi menentang sunatullah, hukum alam.
Bermain api, hangus
Bermain air, basah.
Itulah sunatullah.
Virus dan penyakit
Wajib kita hindari

Jangan sembrono
Agar kita tak kelihatan bodho

Kulon progo, 29/3/2020.



Didik Komaidi, lahir di Magetan 1972. Sejak tahun 2006 mengajar bahasa Arab di MAN  Kulonprogo dan berdomisili di Ngestiharo Wates.  Saat ini sedang menempuh S3 di UIN Sunan Kalijaga. Karyanya masuk di buku antologi bersama: Embun Tajali (FKY, 1999), Jakarta dalam Puisi Mutakhir (DKJ, 2000), Seorang Gadis, Sesobek Indonesia (antologi puisi Kulonprogo, 2006), Antariksa Dada (temu penyair tiga kota: Yogya Kulonprogo Purworejo, 2008), dan Nyanyian Bukit Menoreh (antologi 27 Penyair Kulonprogo, 2015), Kembar Mayang (kumpulan cerpen, 2020).
*** ----- ***



LATIFAH JAHRO



Palsu

Terkadang apa yang terlihat tak sama dengan yang tersirat
Terkadang apa yang dirasa tak sama dengan raut wajah
Terkadang yang terlihat nyata adalah semu
Terkadang yang terlihat bahagia hanyalah senyuman palsu

Ingin kutulis bahwa batinku menderita
Seakan tergambar layaknya gelapnya langit malam ini
Datang dan menutupi segala kepalsuan
Bahkan tak kan tersembuhkan oleh mentari pagi

Sungguh sakit merasuk ke relung jiwa
Meresap ke setiap nadi-nadinya
Mengalir bersama tetes darah
Menyebar ke segala penjuru raga

Bisakah air mata menghapus segala kepalsuan
Yang tampak di depan mata
Adakah yang dapat dipercaya
Tanpa bayang-bayang kepalsuan

Kokap, 2020



Latifah Jahro, lahir di Kulonprogo, 22 Desember 1992. Lulusan S1 pendidikan Bahasa jawa. Kesehariannya adalah guru Bahasa Jawa di SMA N 1 Wates. Tulisannya pernah dimuat majalah  Djaka Lodang. Karyanya juga masuk di buku antologi bersama: Tilik Wewisik (Antologi Geguritan Disbud DIY, 2019) dan Kluwung Lukisan Maha Cahaya (antologi puisi dan prosa komunitas Sastra-Ku, 2020). Tinggal di Kokap Kulonprogo.

*** ----- ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  K A R Y A     AHMAD MALIKI MASHAR     Suluh Penyuluh   Mulut berbisa mengurut luka Menepuk dada tersuruk bangga Berlulur s...