MARJUDIN
SUAEB
Berita Pertama
Dengar tangkap dan catat
Antara hoax canda dengan perintah
Tersela-sela iklan kotbah dan isyarat
Bahwa fatwa tak lebih sebagai alat
Tersusun harap
Terangkai orasi akal
Hingga terbaca lagi berita
Bahwa situasi kian terkendali
Ada sedikit gesek-gesek
Tapi selesai kekeluargaan
Meski berita berlanjut
Dan peristiwa tiada habisnya
Yk. 2020
Marjudin Suaeb, salah satu penyair senior Kulonprogo.
Pendidikan terakhirnya IKIP Yogyakarta (sekarang UNY). Jebolan Persada Studi
Klub (PSK) asuhan Umbu Landu Paranggi ini tulisannya dimuat sejumlah koran
Jogja Semarang, Jakarta. Namanya tercatat di buku Apa
Siapa Penyair Indonesia (2017). Buku antologi puisi tunggalnya Bulan Bukit Menoreh (Sabdamedia, 2016).
Puisi lain terkumpul di sejumlah buku antologi diantaranya Gunungan (penyair Insani), Ziarah,
Penyair Jogja 3 Generasi, Lima Tujuh Lima, Cermin Akhir Tahun, Parangtritis,
Gondomanan, Pendapa taman siswa, Nyanyian Bukit Menoreh, dan Membaca
Hujan di Bulan Purnama (Tembi 2019), Kluwung
Lukisan Maha Cahaya (Antologi Puisi dan Prosa komunitas Sastra-Ku, 2020). Geguritannya
masuk di buku Tilik Weweisik (Disbud
DIY, 2019). Tinggal di Bumirejo Lendah Kulonprogo.
*** ----- ***
AMBAR
SETYAWATI
Tarian Sang Penghianat
Jenuh mencekik
leherku...
Sesak napasku
hingga hawa pagi tak mampu lagi kureguk..
Terperangkap
sunyi yang memaksaku untuk terus menghirupnya ....
Dari balik
dinding lara..
Aku
bercengkerama dengan senyap..
Aku dikepung
bosan maha dahsyat..
Aku dibelit
rindu hingga sekarat..
Mampukah jemari
rapuh meledakan rantai belenggu hingga
menjadi kepingan..
Hingga lenyap
rasa pedih yang mengiris hati.
Dari balik
dinding lara ...
Kutatap geram
penghianat yang menari di padang rumput berhamburan cahaya..
Disinggahi
gelak tawa kemenangan..
Harimu tetap
seindah kemarin.. tak ada aroma kenegerian..
Mengapa aku
masih di sini..
Sementara kau
berdansa di luar sana ..
Dengan wajah
puas mengejekku yang rela terpenjara dalam pengap .. untuk menyelamatkan satu
dua nyawa.. lalu kau menghancurkan segalanya.. sia-sia tak berbekas..
Jenuh ini..
mulai jenuh untuk terus bertahan..
Meletus..
hingga muncul penat.. yang terus menekan kuat.. hingga pecah berhamburan
menjadi muak..
Kumohon..
Cukuplah muak
ini saja yang masih mampu ku tahan..
Jangan meledak
..
Jangan..
Samigaluh,
13 Mei 2020
Ambar Setyawati, lahir di Jakarta, 17 Oktober 1973. Menyelesaikan pendidikan
D3 jurusan Sastra Arab di Fakultas Sastra Universitas Indonesia Jakarta (1995)
dan jurusan Pendidikan Bahasa Inggris di
Universitas Terbuka Jakarta (2001). Sejak 1997 aktif mengajar Bahasa Inggris
dan Seni Budaya di beberapa sekolah di Jakarta. Tahun 2011 meninggalkan Jakarta
dan mengajar di SMK Ma’arif Nanggulan. Karya dari alumni workshop Belajar
Menulis Sastra Jati Moncol ini masuk di buku Kluwung Lukisan Maha Cahaya (Antologi Puisi dan Prosa komunitas Sastra-Ku,
2020).
*** ----- ***
WAHYU PURWADI
Munafik
Jika langit itu mendung, jangan pernah kau tanya mengapa
Jika bintang itu tak ada, jangan pernah kau tanya kemana
Buih kata dalam goresan tinta,
tak setajam kata dalam goresan lidah
Jeritan tak selalu keras, diam bukan berarti lemah
Angin tak selalu menyejukkan, mentaripun tak selalu
menghangatkan
ada kata terpendam dalam sudut jiwa
apakah kebaikan dalam fatamurgana
Pal 18 Lendah, 1 Juli 2020
Wahyu Purwadi, lahir di Batang (Jawa tengah), 23 Agustus 1986. Bagi alumni workshop Belajar Menulis Sastra Jati Moncol ini berpuisi
merupakan salah satu kegiatan yang dilakukanya disela-sela mengajar di IKIP
PGRI Wates dan sebuah SMK di Bantul. Suka dengan puisi bertema sosial politik,
karena pernah menjadi Presiden Mahasiswa dan sering orasi di jalan menggunakan
puisi. Karya puisinya masuk di buku Kluwung,
Lukisan Maha Cahaya (Antologi Puisi dan Prosa komunitas Sastra-Ku, 2020). Tinggal
di Lendah Kulonprogo.
*** ----- ***
EVA
NURUL KHASANAH
Bumi Sungguh Resah
Bagaimana jika yang pergi ingin pulang?
Yang menangis ingin tersenyum?
Yang sakit ingin sehat?
Apakah kau tak pernah berpikir,
yang mati ingin hidup?
Jangan buta dan tuli.
Hati itu tak berfungsi.
Ketika mata tak membaca.
Telinga tak mendengar.
Hati,
tak merasakan.
Cobalah hidup tanpa-
Nya.
Jika kau bisa.
Sidorejo, 08 Juli 2020
Eva Nurul Khasanah, lahir di Kulonprogo 1
Juni 1999 adalah mahasiswi Prodi PBSI Universitas PGRI Yogyakarta (UPY). Puisinya berjudul "105 Kata untuk Mimpi
Ku" mendapat juara 3 di Pekan Jurnalistik yang diadakan oleh UKM
Jurnalistik Persada UPY. Disela-sela kuliah ia masih menyempatkan untuk
menulis, mengajar TPA, berorganisasi dan bekerja sebagai penjahit. Tinggal di
Sidorejo Lendah.
*** ----- ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar