Sabtu, 20 Maret 2021

K A R Y A

 SULTAN MUSA

 

 

Lelaki dan Pesan Laut

 

Menyapu  pandangan  permukaan  laut

rasakan  cerah  cuaca  menyengat

dibibir  laut  matahari  berbisik

datang dan tapakilah

 

Sengaja  lelaki  ini

Berada disini,  selepas gulana yang  melanda

Merentas  pundaknya,  tersampir  resah  mendalam

Seakan  pengorbanannya dipecundangi

........pecah  tak  terawat

Sebuah  jejak  perjalanannya  diperlintasan

.......membisu  kesepian

 

Dalam  perenungan  seluas  lautan,

menyisakan  janji  ditautkan

jangan  membenci  dirimu  terlalu  dalam’

 

Lelaki  ini, miliki jiwa  seluas  lautan

tanpa  disadari,  disematkannya  kenangan  kelam

yang  belum dilarung....

menyimpan  resah  melengking

dan  sedih  mengumandang

 

Kini, telah  usai

sadar  resah gulana  itu

tidak  sebanding  dengan  luas  lautannya

Jiwa luka,  menguras  impian

.....menutupi  luas  lautannya

Jiwa sunyi, mengebiri  tanya

.....merampas  luas  lautannya

 

Setelah  mampu  memeluk  kembali  lautannya

lelaki ini menyulam  ria dalam  kebahagiaan

Dibawah  pohon  Santigi,  menjawab  semua  kesedihan  dan  airmata

Dan  pesisir  laut  itu berkata

hadapi  dan  tersenyumlah’

 

#2021

 

SULTAN MUSA berasal dari Samarinda Kalimantan Timur. Tulisannya tersiar diberbagai platform media daring & luring. Serta karya - karyanya masuk dalam beberapa Antologi bersama penyair Nasional & Internasional. Tercatat pula dibuku “Apa & Siapa Penyair Indonesia – Yayasan Hari Puisi Indonesia” Jakarta 2017. Merupakan 10 Penulis Terbaik versi Negeri Kertas Awards Indonesia 2020. Karya tunggalnya "Candramawa"(2017), "Petrikor"(2019), "Sedjiwa Membuncah"(2020) & versi e-book "Mendjamu Langit Rekah" (2020), terbaru di 2021 "Titik  Koma". Dan dia masih terus belajar menulis. Untuk berkomunikasi dapat melalui IG : @sultanmusa97

 

***----------***

 

 SUYATRI


 

Nikmatnya Kawa Daun  

 

Sejuknya waktu, berselimut embun.

Di kaki Gunung Merapi meminang nikmat kawa daun

Sebab kompeni tak memberi dispensasi

Untuk menikmati hasil bumi

 

Akal mencari jalan

 Menghilangkan beku badan

Peroleh hangat tubuh dari dinginnya embun

Diselingi bisikan angin yang menimbun

 

Lembaran daun kopi berdiang di tungku perapian.

Mengganti candu dari secicip rasa ketagihan

Di tempurung menyeruput kawa

Masih memberikan syukur atas anugerah-Nya

 

Kawa daun sajian unik alami

Menjaga metabolisme tubuh

Mengusir racun mendera pembuluh

Sebab mangiferin sangat tinggi mengandung sifat antiinflamasi

 

Rokan Hulu, 3 Oktober 2020

 

 Suyatri Yatri lahir di Padang Siminyak, 24 Agustus 1979, tinggal di Rokan Hulu Riau. Sudah banyak karya tergabung dalam antologi bersama dan juga karyanya terbit di media cetak dan on line. Pos_el. yatri.yatri03@gmail.com

 ***----------***

 

NURUL LATIFAH

 


Kali Pertama

 

 

kali pertama kau gelombangkan adzan

            kau sajakkan dalam hatiku

nama-nama malaikat penyambung cinta

Jibril

            Mikail

 

lalu aku tak percaya

bahwa prevalensi adalah takaran perkiraan

bahwa prognosis adalah kemungkinan kesembuhan

 

kali pertama kau mengajak orang tuli berbicara

mendekapkan warna jingga pada wanita tua yang buta

aku tahu

            bahwa jika adam hawa terpuruk merasa paling buruk

bisa saja keadaan berganti

sebagaimana lahirnya kesempatan baru

; rahmatNya meliputi segala sesuatu

 

sejak saat itu,

kubingkis cinta tanpa nama

buatmu

yang kali pertama, memperkenalkan tafsir baru

 

Gunungkidul, 10 September 2020

 

 

Nurul Lathiffah, lahir di Kulon Progo pada 21 September 1989. Menulis esai, puisi, cerpen, dan artikel di media massa, baik lokal dan nasional. Kini tinggal di Gunungkidul dan menggagas Kelas Menulis di Madrasah Diniyah Baitul Hikmah. Puisi-puisinya, selain dibukukan di antologi bersama Puisi Menolak Lupa (2011), Lintang Panjer Wengi (2009), Gregah (2019), juga  pernah dimuat di Majalah Sastra Horison, Koran Merapi, SKH Kedaulatan Rakyat, dll. Kini, berproses menyelesaikan studi magister psikologi di UMB Yogyakarta

 

 ***----------***

 

  

SANTI ASESANTI

 

 

Bukan Janji Palsu

 

Pekak telinga,

mendengar kau pulang tanpa isyarat

Setapak demi setapak menyusuri jejakmu

Luka tercecer di sepanjang trotoar

Tempatmu mengais nada patah hati

Menuju istana romantisme ngilu

 

Aku karam dalam nyanyian paling cinta

 

The godfather of broken heart

Pilu ini abadi menyusuri "sewu kuto"

Seiring kau temukan "dalan anyar"

"Banyu langit" dari netra kami menghunjam dada

 

Ke mana "layang kangen" ini kualamatkan

Sementara "tangise ati" sampai ke "suriname"

Sedang kau telah sampai pada akhir ikrar-Nya

Usai pencarian namamu melanglang buana tiada berbatas musim

 

Membaca perjalananmu kami harus "lilo"

Berkawan tembang syahdu

Doa-doa mewangi

Temani mimpi indah dalam tidur panjangmu

 

Pelangi_Kata, 09052020

 

Santi Asesanti, lahir 1982.  Pendidik di salah satu SD di Kulonprogo. Beberapa kali mengikuti  finalis baca puisi di Puisi Pro yang diselenggarakan RRI Pro 2 Yogyakarta dan turut mengisi acara live baca puisi di wilayah Yogyakarta. Buku antologi puisinya yang telah terbit: Purnama Bulan November (Arashi, 2020) dan Lorong Waktu (Arashi, 2020)

  

***----------***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  K A R Y A     AHMAD MALIKI MASHAR     Suluh Penyuluh   Mulut berbisa mengurut luka Menepuk dada tersuruk bangga Berlulur s...