PUISI SIGIT
SUGITO
Balada Covid dan Corona
-3
-Episode Yogyakarta
Sejak kita masih di Wuhan
Kita berencana sengaja mampir di Yogya
Kita mau melihat betapa megahnya Kraton
Dan bijaknya Sang Raja.
Kita akan melihat eksotisme Candi
Kita akan menikmati suasana susur Malioboro
Coba kita lihat teman-teman seniman
Terus berkarya, Paksi Raras Alit
sibuk menjahit
Udiek berkeliling membagi sembako
Haryadi menganyam literasi
Semua bergotong royong dan saling berbagi
Semangat Hamemayu Hyuning Bawono
Menyapa kita dengan senyuman
Di setiap gang mereka membuat upacara
Bersih diri, bersih hati.
Yogyakarta, April 2020
Sigit Sugito, lahir 25 Juni
1959. Pernah jadi PNS di Depnaker, tapi keluar karena jiwanya seniman. Aktif di
sejumlah group teater: Teater Asana Cipta, Teater Baskara, Teater Wijayakusuma
(1984), dan mendirikan Teater Sila (1988). Karyanya berupa puisi cerpen dan
esai dimuat sejumlah koran dan majalah. Puisinya masuk di sejumlah buku
antologi bersama, diantaranya: Embun Tajali
(FKY, 1999), Suluk
Mataram (50 Penyair Membaca Yogya, 2011), Paseban (Antologi
Puisi Penyair bantul, 2015). Namanya
tercatat di buku Apa Siapa Penyair Indonesia (2017). Tinggal di kampung Sorosutan Kotagedhe Yogyakarta.
*** ----- ***
PUISI AMBAR SETYAWATI
Penabur Nestapa
Dia
menghisap semua cinta kasih ...
Rindu
tak lagi bisa bertaut ...
Berpeluk
sunyi menjadi jawaban semua gundah ...
Kerinduan
terus menari diatas luka..
Makhluk
kecil penebar nestapa..
Alangkah
beraninya merenggut nafas cinta ...
Menghempas
gairah semarak di bulan suci..
Alangkah
beraninya merejam cinta kasih menjadi kepingan luluh lantak.. tak lagi mulia..
Tatap
mata tak lagi menyejukkan ...
Curiga
mengaliri denyut nadi
Kehangatan
bagai petaka ...
Keceriaan
tak lagi menggiurkan..
Saling
menjauh adalah duka manis ...
Ceria
hangatmu bukan lagi sebuah sinyal bahagia ...
Jabat
tanganmu tak lagi mesra bagi hatiku..
Pertemuan
denganmu bukan jadi keindahan..
Hancurkan
saja segala rasa sampai mati..
Atau
sampai kau bisa bersumpah kau tak membawa makhluk kecil penebar nestapa itu..
Samigaluh,
23 April 2020
Ambar
Setyawati, lahir di Jakarta, 17 Oktober 1973.
Menyelesaikan pendidikan D3 jurusan Sastra Arab di Fakultas Sastra UI Jakarta (1995) dan S-1 Pendidikan Bahasa
Inggris di UT Jakarta (2001). Pernah mengajar Bahasa Inggris
dan Seni Budaya di beberapa sekolah di Jakarta. Jebolan
workshop “Belajar Menulis Sastra” di Jati Moncol yang diselenggarakan Komunitas
Sastra-Ku ini sejak 2011
meninggalkan Jakarta untuk kemudian menetap di Samigaluh Kulonprogo.
*** ----- ***
PUISI DIDIK KOMAIDI
Pagebluk
Akhirnya, aku pun menulis puisi
Tentang pagebluk di negeri ini
Sebenarnya lama tak menulis puisi
Dan tak terpikir untuk menulisnya lagi
Namun karena digempur bertubi-tubi
oleh berita yang berjibun tiap hari
Memenuhi kepalaku, maka muncratlah jadi puisi
Tentang makhluk tak kasat mata yang begitu ganas dan keji
Corona, memakan siapa saja yang ia temui
Orang-orang bingung dalam dunia yang asing
Semua berpendapat, semua berdebat
Dari ilmuwan, agamawan sampai orang awam
Membanjiri ruang media sosial
Kamu salah, pemerintah salah,
Kurang begini, kurang begitu
Saya lah yang paling benar, kata nitizen
Oh Corona, dulu kau berada di negeri yang jauh
Di tivi, radio, koran, internet
Kini betul-betul datang ke negeri ini
Orang-orang seperti menggigil dalam kesendirian dan sepi
Dalam isolasi, karantina, dan pemantauan, bahkan lock-down
Merindukan anak, istri, saudara, dan handai tolan
“Ya Tuhan, hindarkan kami dari pagebluk ini,” seseorang
pasrah.
Amin
Kulon progo, 28/03/2020.
Didik
Komaidi, lahir
di Magetan 1972. Sejak tahun
2006 mengajar bahasa Arab di MAN Kulonprogo
dan berdomisili di Ngestiharo Wates. Saat
ini sedang menempuh S3 di UIN Sunan Kalijaga.
Puisi-puisinya masuk di buku: Embun Tajali
(FKY, 1999), Jakarta dalam Puisi Mutakhir (DKJ, 2000), Seorang Gadis, Sesobek
Indonesia
(antologi puisi Kulonprogo,
2006), Antariksa Dada (temu penyair tiga kota: Yogya Kulonprogo Purworejo, 2008), dan Nyanyian
Bukit Menoreh (antologi 27 Penyair Kulonprogo, 2015).
*** ----- ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar