Jumat, 01 Mei 2020

K A R Y A


PUISI   SIGIT SUGITO



Balada Covid dan Corona -3
-Episode Yogyakarta

 Sejak kita masih di Wuhan
Kita  berencana sengaja  mampir di Yogya
Kita mau melihat betapa  megahnya Kraton
Dan bijaknya Sang Raja.
Kita akan melihat  eksotisme Candi
Kita akan menikmati  suasana susur Malioboro

Coba kita lihat teman-teman seniman
Terus berkarya, Paksi Raras Alit sibuk menjahit
Udiek berkeliling membagi sembako
Haryadi menganyam literasi
Semua bergotong royong dan saling berbagi

Semangat Hamemayu Hyuning Bawono
Menyapa kita dengan senyuman
Di setiap gang mereka membuat upacara
Bersih diri, bersih hati.

Yogyakarta, April 2020


Sigit Sugito, lahir 25 Juni 1959. Pernah jadi PNS di Depnaker, tapi keluar karena jiwanya seniman. Aktif di sejumlah group teater: Teater Asana Cipta, Teater Baskara, Teater Wijayakusuma (1984), dan mendirikan Teater Sila (1988). Karyanya berupa puisi cerpen dan esai dimuat sejumlah koran dan majalah. Puisinya masuk di sejumlah buku antologi bersama, diantaranya: Embun Tajali (FKY, 1999), Suluk Mataram (50 Penyair Membaca Yogya, 2011), Paseban (Antologi Puisi Penyair bantul, 2015). Namanya tercatat di buku Apa Siapa Penyair Indonesia (2017). Tinggal di kampung Sorosutan Kotagedhe Yogyakarta.


*** ----- ***


PUISI AMBAR SETYAWATI



Penabur Nestapa

Dia menghisap semua cinta kasih ...
Rindu tak lagi  bisa bertaut ...
Berpeluk sunyi menjadi jawaban semua gundah ...
Kerinduan terus menari diatas luka..

Makhluk kecil penebar nestapa..
Alangkah beraninya merenggut nafas cinta ...
Menghempas gairah semarak di bulan suci..
Alangkah beraninya merejam cinta kasih menjadi kepingan luluh lantak.. tak lagi mulia..

Tatap mata tak lagi menyejukkan ...
Curiga mengaliri denyut nadi
Kehangatan bagai petaka ...
Keceriaan tak lagi menggiurkan..

Saling menjauh adalah duka manis ...
Ceria hangatmu bukan lagi sebuah sinyal bahagia ...
Jabat tanganmu tak lagi mesra bagi hatiku..

Pertemuan denganmu bukan jadi keindahan..
Hancurkan saja segala rasa sampai mati..
Atau sampai kau bisa bersumpah kau tak membawa makhluk kecil penebar nestapa itu..

Samigaluh, 23 April 2020


Ambar Setyawati, lahir di Jakarta, 17 Oktober 1973. Menyelesaikan pendidikan D3 jurusan Sastra Arab di Fakultas Sastra UI Jakarta (1995) dan S-1 Pendidikan Bahasa Inggris di UT Jakarta (2001). Pernah mengajar Bahasa Inggris dan Seni Budaya di beberapa sekolah di Jakarta. Jebolan workshop “Belajar Menulis Sastra” di Jati Moncol yang diselenggarakan Komunitas Sastra-Ku ini sejak  2011 meninggalkan Jakarta untuk kemudian menetap di Samigaluh Kulonprogo.



*** ----- ***


PUISI DIDIK KOMAIDI



Pagebluk

Akhirnya, aku pun menulis puisi
Tentang pagebluk di negeri ini
Sebenarnya lama tak menulis puisi
Dan tak terpikir untuk menulisnya lagi
Namun karena digempur bertubi-tubi
oleh berita yang berjibun tiap hari
Memenuhi kepalaku, maka muncratlah jadi puisi
Tentang makhluk tak kasat mata yang begitu ganas dan keji

Corona, memakan siapa saja yang ia temui
Orang-orang bingung dalam dunia yang asing
Semua berpendapat, semua berdebat
Dari ilmuwan, agamawan sampai orang awam
Membanjiri ruang media sosial
Kamu salah, pemerintah salah,
Kurang begini, kurang begitu
Saya lah yang paling benar, kata nitizen

Oh Corona, dulu kau berada di negeri yang jauh
Di tivi, radio, koran, internet
Kini betul-betul datang ke negeri ini
Orang-orang seperti menggigil dalam kesendirian dan sepi
Dalam isolasi, karantina, dan pemantauan, bahkan lock-down
Merindukan anak, istri, saudara, dan handai tolan

“Ya Tuhan, hindarkan kami dari pagebluk ini,” seseorang pasrah.
Amin

Kulon progo, 28/03/2020.


Didik Komaidi, lahir di Magetan 1972. Sejak tahun 2006 mengajar bahasa Arab di MAN  Kulonprogo dan berdomisili di Ngestiharo Wates.  Saat ini sedang menempuh S3 di UIN Sunan Kalijaga. Puisi-puisinya masuk di buku: Embun Tajali (FKY, 1999), Jakarta dalam Puisi Mutakhir (DKJ, 2000), Seorang Gadis, Sesobek Indonesia (antologi puisi Kulonprogo, 2006), Antariksa Dada (temu penyair tiga kota: Yogya Kulonprogo Purworejo, 2008), dan Nyanyian Bukit Menoreh (antologi 27 Penyair Kulonprogo, 2015).

*** ----- ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  K A R Y A     AHMAD MALIKI MASHAR     Suluh Penyuluh   Mulut berbisa mengurut luka Menepuk dada tersuruk bangga Berlulur s...