MARJUDDIN SUAEB
Abad Chairil Anwar
Angka. Tak
hitung tanggal.
Satu persatu
tanggal
Jatuh hitung.
Jatuh masa.
Jatuh dihitung
rugi.
Rugi. Kecuali
bijak.
Kebijakan
terjaga
Terjaga saling
kritik.
Kritik cinta
manis.
Manis semanis
puisi Chairil.
Chairil Anwar.
Tanda tanggalan
Seabad. Masih
hangat.
Hangat sehangat
semangat
Semangat jaman.
Satu nyata.
Ternyata.
Tak sekedar
ada.
Tapi mengadai.
Mengadai
merdeka
Bebas tindas
Tindas jerit
keras
Jiwa lepas
landas
Yk.2022
Marjuddin Suaeb, penyair kelahiran Kulonprogo ini pernah berproses di Persada Studi Klub (PSK) Yogyakarta asuhan Umbu Landu Paranggi tahun 1970-an Puisinya tersebar di media cetak dan online, serta buku antologi bersama. Alumni IKIP Yogya (sekarang UNY) ini sewaktu mahasiswa sering baca puisi dari kota ke kota dan kampus ke kampus. Buku puisi tunggalnya: Bulan Bukit Menoreh (2016) dan Teka-Teki Abadi (2021). Kini membina komunitas Sastra-Ku.
***____________***
FAJAR R
AYUNINGTYAS
Sampai Seribu Tahun Lagi
;Chairil
Ziarah ke
unggun-timbun sajak
seratus tahun
pertama
sepi masih
mengoyak
keterasingan
cinta sekolah rendah
hampa kamar
kerdip lilin
dan senja
pelabuhan
seperti dulu
Tapi bukan
menunda kekalahan
hidup kini
perkara harapan
ajal muda bukan
menyerah
;kau jadi
tengara
dibaca sejarah
Seratus tahun
pertama
dikutuksumpahi
Eros
kau tetap
jalang
meradang
menerjang
mengembara
dalam hasrat
puisi-puisi
abad
setelah derai
cemara
yang jauh
sampai seribu
tahun lagi, seperti maumu
Yogyakarta,
250722
Fajar R Ayuningtyas, penyair kelahiran Kulonprogo ini mulai beraktivitas di dunia sastra lewat komunitas Lumbung Aksara sekitar tahun 2007. Menulis puisi, cerpen, dan masih berusaha merampungkan novel perdanannya. Lukisan Gelombang (2021) adalah buku kumpulan cerpen tunggalnya. Selain dimuat sejumlah media cetak dan online, puisinya pernah memenangi lomba cipta puisi yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan Kulonprogo. Kesehariannya sebagai aparat kalurahan di salah satu wilayah pantai selatan Kulonprogo.
***____________***
SANTI ASESANTI
Aku Ingin
(Untuk Chairil)
Sedalam inginmu
yang meradang menerjang hingga menguliti segala pedih perih sampai seribu tahun
lagi
Aku pun ingin
Menerkam segala
nyala dalam dada menjadi sekumpulan bintang berkerlip membunuh jelaga malam
yang begitu angkuh sampai masa tiada berkuasa
Darimu Si
Binatang Jalang
Dari
kumpulannya terbuang
Aku pun ingin
Memungut
serpihan luka mengejanya sampai usai meski dalam terbata membuang semua air
mata menjadikannya sungai beraroma kesturi
Aku pun ingin
menutup semua bujuk rayu dan menjadi
seutuh aku
Sepertimu yang
tak mau seorang kan merayu
Juli
2020
Santi Asesanti, penyair kelahiran Kulonprogo ini menyelesaikan sarjana pendidikan di UAD Yogyakarta (2005). Puisinya selain pernah memenangi lomba cipta puisi Dinas Kebudayaan Kulonprogo juga masuk di sejumlah buku antologi bersama, di antaranya Cerita Hujan dan Bintang (GoresanPena, 2015), Dalam Secangkir Kopi (Pena House, 2016), Kedai Kopi Sastra (Penerbit BBK, 2019), Kluwung Lukisan Maha Cahaya (2020), Tanah Air Puisi (2021). Antologi puisi tunggalnya Purnama Bulan November (2020) dan Lorong Ingatan(2021). Kesehariannya mengajar di SD N Gadingan Wates Kulonprogo.
***____________***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar