DIDIK
KOMAIDI
Qasidah Burung
Burung terpekur di hutan rimba
Membaca
cuaca
Mengaji
sunyi
Burung
yang menyanyikan lagu tentang kota
Yang
terkotori oleh mesin dan industri
Sungai
dicekik polusi ikan-ikan mati
Pepohonan
menjelma tiang-tiang besi
Berbuah
lampu-lampu merkuri
Sedangkan
listrik membunuh bulan di malam hari
Menggusur
kunang-kunang dari pesta malam
Burung
pun kembali terpeku di pucuk pohon
Membaca
gelombang
Menghitung zikir ilalang
Didik Komaidi, lahir di Magetan tahun 1973. Saat ini sedang menempuh program studi
doktoral di UIN Sunan Kaljaga. Karyanya berupa puisi cerpen dan esai telah
terbit dalam bentuk buku maupun di media cetak dan oline. Mengajar di MAN 1
Kulonprogo
***____________***
FIRMAN WALLY
Kunang-Kunang
Kuingat
dulu
saat
lampu-lampu jalan
belum
berbagi cahanya
di
mata kami hanyalah
cahaya
kunang-kunang yang setia
hinggap
di mata kami, di mata kita
Di
pohon yang tinggi seperti mimpi-mimpi
dan
juga renda seperti hati papa
kunang-kunang
ada di situ
menerangi
yang gulita
menemani
kami, pelengkap cerita
Kini
saat lampu-lampu jalan
ada
di mana-mana
kunang-kunang
entah ke mana?
Tahoku, 25 Juni 2022
Firman Wally,
penyair kelahiran Tahoku, Maluku Tengah. Lulusan Fakultas Bahasa dan Sastra
Universitas Patimura Ambon. Puisinya tersebar di sejumlah media massa dan buku
antologi bersama. Buku puisi tunggalnya Lelaki Leihitu. Mengajar di SMA N 27
Maluku.
***____________***
RAHAJENG
Gerobak Kayu
lelaki rimpuh merangkai tiap-tiap
langkah
dari ufuk timur menuju ke barat
berbalik arah ke utara lalu selatan
menarik gerobak
menempuh jarak tak terbatas
keringat hangat berderai di sekujur
tubuh
lirih terabaikan
teringat keluh kesah seorang anak
menanti ia pulang
tentang rasa manusiawi
tak perlu meresapi apa yang belum diberi
bersyukur dengan segala yang sudah
dimiliki
kembali kepada nikmatNya
Rahajeng Wydhartiningsih, lahir di Probolinggo 12 April 1989. Aktif di Asqa Imagination School (AIS), Community Pena Terbang (Competer), dan Kelas Puisi Alit (KPUL). Juara 2 dan 3 di Asqa Book Award 2021. Bisa dihubungi via IG @rah.ajeng12
***____________***
DJESICA AN-NUR
Sujud Digital
Seribu,
dua ribu
Baru
dan baru
Sejak
bangun hingga kembali fajar tidur
Tak
pernah ucap kata syukur
Sepetak
layar kamera
Menyorot lalu disaksikan dunia
Menjadi
penggoda para remaja hingga lansia
Yang
barusan lahir lupa di kaki ibu ada surga
Yang
lahir sejak zaman purba lupa badan yang menua
Tak
heran jika untuk uang
Segala
lagu liuk tubuh
Ditaruh
di etalase pinggir sosial media
Terpenting
cuan, cuan dan cuan
Tak
peduli pada label dirinya
Tak
peduli semua akan ditimbang tuhan
Diberi
opsi kanan atau kiri?
Semua
dituruti
Apakah
malu jika tak mengikuti?
Lantas
apa yang terjadi jika semua merajai gengsi
Seakan
jabatan nasi sudah direbut oleh gengsi
'' Hei semua,
kita tak selamanya ada di sini
cepat atau lambat pasti
akan mati"
untuk apa
meladeni gengsi?
perbanyak
doa
sujud
pada sang pencipta
Kulonprogo, 2022
Djessica An-Nur, belajar di SMA N 1 Pengasih Kulonprogo. Aktif di Regas dan komunitas Sastra-Ku
***____________***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar