K
A R Y A
MARJUDDIN
SUAEB
Bahasa Hujan Itu
Bahasa
air bahasa kehalusan
Hingga
mampu mengalir
Dan
larutkan ruh seluruh tubuh
juga
jiwa bangsa. Kadang tergoda keserakahan
kekuasaan.
Kerna lupa amanah.
ya
berkuasa ada nikmatnya. Bagai air hujan yang tersusun pelan dari langit
perjuangan diri. Dan hasrat luar biasa.
Jilmakan
banjir pengaruh kuasa. Melibas apa saja
dan
lalu jadi Raja.
Siapa
yang tak alirkan air pengaruh
Kepada
anak turun dan wilayah genggaman
Ini
artinya membangun gunung buat junjung..para sesepuhnya.
Memikul
tinggi dhuwur. Memendam dalam-dalam
keburukan
gagal masa dulu.
Yk.2021
Marjuddin Suaeb,
penyair senior Kulonprogo jebolan Persada Studi Klub (PSK) asuhan Umbu Landu
Paranggi ini namanya tercatat di
buku Apa Siapa Penyair Indonesia (2017).
Buku antologi puisi tunggalnya Bulan Bukit Menoreh (Sabdamedia, 2016). Puisi
masuk di sejumlah buku antologi diantaranya Gunungan, Ziarah, Penyair Jogja 3
Generasi, Lima Tujuh Lima, Cermin Akhir Tahun, Parangtritis, Gondomanan,
Nyanyian Bukit Menoreh, Membaca Hujan di
Bulan Purnama, . Geguritannya masuk di buku Tilik Weweisik (Disbud DIY, 2019).
Tinggal di Bumirejo Lendah Kulonprogo.
AMBAR
SETYAWATI
Apa Kabar Bulan Juni
Hujan
yang tak sabar.
Ia
datang mendahului musimnya.
Seperti
aku yang tak sabar pada takdirku.
Berteriak
agar semua datang melampaui waktu yang telah Kaugariskan
Enggan
menunggu saatnya tiba karena waktu seolah berhenti berputar.
Dan
apa kabar kau bulan Juni?
Bukankah
seharusnya membagi panas terikmu pada
bumi?
Ataukah
kauhendak memberi peringatan atas dosa khilaf yang berulang.
Berulang
karena lemah jiwa tak mampu jernih berpikir.
Berulang
karena hati mati tak mampu menangkap bisik nurani
Berulang
karena sombong angkuh tak meresapi makna kitab suci.
Itukah
yang hendak kausampaikan?
Samigaluh,
18 Juni 2022
Ambar Setyawati,
lahir di Jakarta, 17 Oktober 1973. Lulusan D3 jurusan Sastra Arab di Fakultas
Sastra UI (1995) dan S-1 jurusan Pendidikan Bahasa Inggris di UT
(2001). Sejak 1997 aktif mengajar Bahasa Inggris dan Seni Budaya di beberapa
sekolah di Jakarta. Tahun 2011 meninggalkan Jakarta dan mengajar di SMK Ma’arif
Nanggulan. Karya alumni workshop Belajar Menulis Sastra Jati Moncol
ini masuk di buku Kluwung Lukisan Maha Cahaya (2020), Duhkita ( 2021) dan Suara
Hati Guru di Masa Pandemi (2020).
TEGUH
SUSANTO
Kelam, Pijar Merajuk
Malam
kelam
memagut
gulita
Telunjuk
jari di depan mata
tersembunyi
di balik pekatnya
Listrik
menjerit, merajuk
Katanya
banyak dicuri
Lantas
mati di sana-sini
Sesak
dalam gulita
Gerah
undang (sumpah) serapah
Anak
balita
jua
menangis meronta
Bagamana
yang usaha?
Gerahnya
di kepala
Gulitanya
pada angka-angka
Mimpi
berdiri listrik swasta
Kompetisi
itu ada
Yang
senantiasa berpijar, pemenangnya
Purwakarta, 14/06/2022
Teguh Susanta, lahir di Klaten, 06 Desember 1966. Mulai aktif berpuisi sejak September 2014. Pernah menjadi admin pada Group Literasi PTPI (Percikan Tinta Penulis Indonesia) awal hingga pertengahan Juni 2015, kemudian ia menjadi admin Sanggar Penulis Indonesia (SPI) mulai Juni 2015 hingga Mei 2018.
DWI
RISWANTO
Secuil Senyum Kecil
Aku
tahu,
Kita
sama-sama menunggu
Saat
di mana tiba-tiba hujan bertamu
Perlahan,
Kau
sibakkan jendela, membiarkanya setengah terbuka
Lalu
mulai bercerita,
Tentang
gadis kecil,
Yang
dulu suka berlarian berkecipuk hujan
Pura-pura
berkejaran, seakan meminta perhatian
Senyumu
larut, tawamu tak berjeda
Ketika
kau menyeka, sisa hujan yang terjerambab di lesung pipi kananmu..
Menyisa
jejak merah yang malu-malu
Semakin
merah saat kau tahu aku memandangmu
Apa
kabarmu sekarang?
Tanyaku
setelah 84 purnama berlalu,
Ini
senyum kecilmu, masih kusimpan.
Maafkan..,
Sampai
terlambat kukembalikan.
Yogyakarta
2022
Dwi Riswanto,
Alumni SMA 2 Bantul Dan UGM Yogyakarta. Penyuka Puisi-Puisi Sapardi Djoko
Damono Ini Adalah Seorang Pustakawan Di Dinas Perpustakaan Dan Kearsipan
Kabupaten Kulonprogo. Tinggal Di Bantul Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar