Sabtu, 11 Desember 2021

K A R Y A

 

MARJUDDIN SUAEB

 

Simpati Empati Semeru.

 

erupsi. Baru batuknya belum ledak

Langit gosong udara nafaskan gelisah

Allahu akbar slamet nyuwun minta slamat

Allahu akbar malam jadi malam

 

Minggir minggir...ati ati hati hati

Ngungsi o relawan O Relawan dengan R.

huruf besar..  di mana kau..

Bau belerang jiwa separuh lari

 

Abu di mata abu di rambut

O alaah  bukan itu tapi melepuh

Bukan bau belerang tapi aroma daging

bakar. Oh kaki tangan..melepuh mata..

 

Gusti aku kian tahu kau

Gusti kau kian lambaikan

Kemari kemari padaku

Pasrah tawakalilah ummatku.

 

rumah seisi. Kutinggal ngungsi..

Dunia tinggalkan tapi belum mati

Sodaraku melepuh... ingin saja

menengok rumah terpendam pasir

 

siapa mateng terbakar. Tinggal dengar

kabar. Kabar tergetar  di sela gelegar

O gelegar lagi Allahu akbar  

Komat kamit lupa lapar...

 

erupsi. Lagi batuk belum ledak

Baru Semeru belum bumi

Di mana ke mana ngungsi

Kecuali padamu Gusti.

 

Semula sungai. Kini lumpur api

Barangkali jasad simbah terlarut

Kerna saat semua lari

Tak ada yang tahu ke mana..Gusti.

 

Yk. 2021

 

Marjudin Suaeb, adalah nama pena dari Marjudin Muhammad Jalal Sayuthi. Pendidikan terakhirnya di IKIP Yogyakarta (sekarang UNY). Jebolan Persada Studi Klub (PSK) asuhan Umbu Landu Paranggi ini tulisannya dimuat sejumlah koran Jogja Semarang, Jakarta. Sering baca puisi dari kampung ke kampung, dari kampus ke kampus. Namanya tercatat di buku  Apa Siapa Penyair Indonesia (2017). Menjadi narasumber berbagai kegiatan sastra. Buku antologi puisi tunggalnya Bulan Bukit Menoreh (Sabdamedia, 2016) dan Teka Teki Abadi (Tonggak Pustaka, 2021). Puisi lain terkumpul di sejumlah buku antologi diantaranya Gunungan (penyair Insani), Ziarah, Penyair Jogja 3 Generasi, Lima Tujuh Lima, Cermin Akhir Tahun, Parangtritis, Gondomanan, Pendapa taman siswa, Nyanyian Bukit Menoreh,  dan Membaca Hujan di Bulan Purnama (Tembi 2019), Kluwung Lukisan Maha Cahaya ( Sastra-Ku, 2020), Duhkita (Pusaka-Ku, 2021). Geguritannya masuk di buku Tilik Weweisik (Disbud DIY, 2019). Tinggal di Bumirejo Lendah Kulonprogo.

 

***___*** 


AMINATI JUHRIAH

 

Duka

 

Senja pecah mahameru tunduk patuh perintah-Mu

Alam, kamu, aku adalah waktu yang akan pecah sewaktu-waktu

 

Berdoalah untuk memikirkan sekitarmu

Sebelum palung kesunyian paling sunyi bertamu

 

Langit kabarkan duka merapi terluka

Pesan-pesan berceceran bagai buih

Lesapi cawan-cawan anggur fana memabukkan

 

Langit menangis tumpahkan duka merapi terluka

Malam pekat pucat menatap pasi

Perih mengurai beribu lingkar ingkar

 

Buli-bulir nada sembilu kucurkan perasan duka luka

Nyawa tertindih di tanah kemakmuran

 

Akankah pupus sibakkan hikmah tersingkap, tegak zikir kehendak-Nya sadarkan jiwa

 

Tangerang 11 Desember 2021

 

Aminati Juhriah, lahir pada tanggal 30 Agustus. Karyanya berupa cerpen dan puisi tersebar di sejumlah media online , cetak dan buku antologi bersama. Saat ini tinggal di Tangerang, Banten.


***___***


TRIAS TH

 

Membuka Senja

 

Membuka senja kala itu

Langit menyebar biru

Mengabarkan  waktu

Tuk berganti laku dan liku

 

Membuka senja kala itu

Mahameru

Menyembur debu menyebar abu

Membumbung kan pilu

Mengalirkan sendu

 

Membuka senja kala itu

Semeru

Bercerita  keagungan Tuhan

Batu, kerikil, mengganti rinai hujan

Lahar,   pasir mengganti riak air

Seolah menguji keteguhan insani

 

Membuka senja kala itu

Jinggamu hilang

Birumu lenyap

Kelammu datang

Dan malammu memanjang

 

Tapi yakinlah, bahwa

Pagi kan datang penuh harap

Menyinari jiwa jiwa yang gelap

Membalut sayat sayat luka

Mengalir sejukkan dahaga

 

Membuka senja kala itu

KasihNya kan hadir selalu

Dalam suka duka hambaMu

 

Jogja, 5 Des 2021

 

Trias Tuti Hidayanti, akrab dipanggil Trias. Perempuan kelahiran Cilacap 40 tahun yang lalu ini mulai mengenal sastra sejak SD. ketika mendapat tugas mengarang cerita. Kecintaanya pada sastra  seiring kegemarannya membaca buku koleksi perpustakaan sekolah maupun dari majalah yang dibeli dengan menyisihkan uang jajannya. Ketika masuk bangku kuliah di kampus Bulaksumur, ia lebih suka membaca esai-esai politik sesuai  program studi yang diambilnya. Kini kecintaanya pada dunia sastra diasah kembali dengan gabung di komunitas Sastra-Ku. Puisinya masuk dalam antologi bersama Kluwung Lukisan Maha Cahaya(2020) dan Duhkita (2021). Saat ini tinggal di Galur, Kulon Progo.

 

***___***


SITI WAHYUNI

 

Duka Semeru

 

Ya Rabb

Belum usai Kau turunkan wabah

Di muka bumi ini

Di bumi Indonesiaku

 

Ya Rabb

Kau lebihkan volume air hujan

Kau alirkan tidak lagi di jalannya

Kami sudah berduka

 

Banjir dimana-mana

Longsor tanah tak terkira

Angin bukan sepoi lagi berhembus

Dahsyat terasa

 

Ya Rabb

Kini kau letuskan isi perut bumi

Kau lelehkan keluar dari jalurmu

Panas terasa pastinya

 

Ya Rahman

Inikah peringatan-Mu

Akan adanya kiamat

Agar kami teraadar

 

Yaa Rahiim

Ampunilah kesombongan kami

ampunilah kekhilafan kami

Ampunilah dosa-dosa kami

 

Ku lupa bersyukur pada-Mu

Ku lupa bermunajat pada-Mu

Ku lupa berserah diri pada-Mu

Ampunilah Kami Ya Rabb

 

Semeru mengingatkan kami

Duka Semeru

Duka seluruh negeri

Tanda cinta -Mu pada kami

 

Kulon Progo,  Desember 2021

 

 

Siti Wahyuni, SPd, lahir di Kulon Progo, 22 Februari 1976. Alumni UNY (Pendidikan Geografi) dan UT (PGSD). Saat ini mengajar di SD Negeri Percobaan 4. Menulis puisi sejak SMP. Puisinya pernah di muat di buku Duhkita ( Pusaka-Ku, 2021 ). Tinggal di Kedungdowo.

  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  K A R Y A     AHMAD MALIKI MASHAR     Suluh Penyuluh   Mulut berbisa mengurut luka Menepuk dada tersuruk bangga Berlulur s...