Sepi
Bunga
Adakah kiranya
aku kembang membunga
tepat saat sepi
menyapa.
Kerna aku hanya
bunga.
Menjadi atau
layu tak kuasa aku
menolak
perlakuan itu.
Setidaknya, jika
tak wangi liriklah.
Jika tak jadi
kenang di potret dalam hati
Barangkali
kelak bakal menjemput sepi
Dan lalu ada
sekilas jalan
seburtir
masalah yang menyisipi.
Yk,
2021
Marjudin Suaeb, penyair
senior Kulonprogo, alumni UNY (IKIP) Yogyakarta. Sempat berproses bersama para
penyair Malioboro Yogya di sejak 1978-an
dan sering baca puisi dari kampus ke kampus dan dari kota ke kota. Buku puisi tunggalnya Teka-Teki Abadi (2021). Kini membina komunitas Sastra-Ku. Tinggal
di Bumirejo Lendah Kulonprogo.
***----------***
TRI
WAHYUNI
Bukan Rongsokan
Makin banyak
saja pinokio pembohong
dengan syair
perubahan menyedihkan
dan suara
tangisan
Dunia ini
panggung memprihatinkan
hampir saja
menuju pintu neraka
dan manusia
semakin sulit dipahami, katamu
sebab memang
sejatinya pengkhianat
diasuh bumi tak
mau balas budi
Meski Lil Dicky
sudah bernyanyi keras
“We love the earth
It
is our planet
We
love the earth
It
is our home”
Tapi tetap saja
matahari datang
menyapa
manusia merusak
dan alam
mengekspresikan sakit
Bumi ini sudah
tua
tapi masih saja
dibiarkan mengemis
“Bolehkah
kalian mengasihani diriku?
Jangan biarkan
aku seperti barang rongsokan
tanpa arti”
Kulon
Progo, 2021
Tri Wahyuni, mahasiswai UNY Yogyakarta, sekretaris komunitas
Sastra-Ku. Menulis puisi sejak SMA, belakangan juga menulis geguritan.
Menjuarai berbagai event lomba cipta dan baca puisi. Buku puisi tunggalnya: Hujan Merindu, Sajak Cerita Senja, dan Berlutut di Bawah Kaki Purnama.
Karyanya juga tersiar di beberapa buku antologi bersama.
***----------***
AMBAR
SETYAWATI
Pekat
Jiwa
Terjaga di
pekat malam
Hingga kokok
ayam
meneriakkan
hari baru
Bulir cahaya
merambat pelan
Memberi isyarat
akan datang pagi
Mengabarkan hari
telah berganti
Rebahku usai
sudah
Masih ingin
terbaring
Masih memeluk
lelap
Masih
merindukan rahmat kantukMu
untuk
menyempurnakan rebah
hingga aku tak
cemas menjalani hari
yang bermain di
kelopak mata begitu sarat
beban berat
bertengger di pundak
Ada sesuatu
yang hendak Kau sampaikan
Aku terlalu
bebal memahami
Tak jua
kusentuh air wudhu itu
Tak kurengkuh
jua sajadah tengah malam itu..
Dia
menungguku..
Air itu
merindukan usapan jemariku
Sajadah itu
menangis menanti hadirku di sana
Cahaya terang
samar mengintip
Menguliti legam
sang malam
yang tak sudi lagi menyelimuti bumi..
Iblis terus
menahanku..
Memeluk erat
bantal hangat
tempat
bersandar letih itu.
Nyaman
mengikuti setiap bisikannya
Meski bisikan
itu hendak menjauhkanku dari kemuliaan
Aku tahu pasti
rayuannya akan berakhir
dengan gelak
tawa yang jauh dari kasih sayang.
Penuh seringai
menyala kejam.
Tidak..
Kali ini biar
aku yang menang.
Samigaluh,
4 Agustus 2021
Ambar
Setyawati, lahir
di Jakarta, 17 Oktober 1973. Lulusan Sastra Arab Fakultas Sastra UI Jakarta
(1995) dan Pendidikan Bahasa Inggris UT Jakarta (2001). Puisinya masuk di
beberapa buku antologi bersama. Bendahara komunitas Sastra-Ku ini tinggal di
Samigaluh Kulonprogo.
***----------***
EW
SUPRIHATIN
Tanpamu
Gegara kamu aku
jadi luka
Ambisimu
terlalu menggelora
Hingga lupa
siapa yang harusnya kau jaga
Saatnya tiba
kau biarkan semuanya mati sia-sia
Andai memang
ini yang kau inginkan
Akupun demikian
Namun pikiran selalu terbayang
Elang saja
selalu rindu untuk pulang
Meski miskin
makna
Ada ajar
setelah cerita
Tuhan pula
tunjukkan kuasanya
Tanpamu nyata
jadi lebih bisa
Omah
Iwak,27 april 2021
EW Suprihatin, lahir di Sleman 15
April 1979. Pustakawan di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kulonprogo ini aktif
di kegiatan pengembangan literasi, juga masih merawat hobinya membaca dan
menulis. Sejumlah karyanya masuk di buku antologi bersama: Kluwung Lukisan Maha Cahaya (2020) dan Duhklita (2021).
***----------***
========
Sebagai ruang persemaian, edisi kali ini laman Sastra-Ku juga memuat puisi karya peserta bimtek cipta puisi yang diselenggarakan Dinas Kebudayaan Kabupaten Kulonprogo pada bulan Maret lalu dan kiriman siswa lainnya.
========
AGUSTINA PRATAMA PUTRI
Lestari
"Bu,
rasanya kita tak lagi
bisa panjang
hayatnya"
Inggit, anakku
tiga belas
tahun
Di suatu sore,
kala angkasa
menjamu senja
Sehadap dengan
sendok dan piring
yang penuh
gagasan gila
"Kamu
simpulkan dari mana itu, Nak?"
Ia tak lagi
berkutik
Sibuk melahap
isi kepala
Yang dirasa
penuh kehati-hatian
"Kita tak
lagi lestari. Alam pelan-pelan mati.
Hidup dalam
tragedi, tapi semua tak sadari"
Ia kandas,
habis akalnya merengkuh bumi
"Bu, aku
ingin kau dan aku
bernapas
panjang"
Agustina Pratama Putri, sekarang duduk di kelas 11
SMAN 1 Girimulyo. Tinggal di Tegalsari,
Purwosari, Girimulyo, Kulon Progo.
***----------***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar