NURUL LATHIFAH
Semangkok
Sayur Bayam
: aku
mencecap cintamu yang sederhana
namun
menyampaikanku pada cakrawala kesabaran
aku
tidak berangkat kerja, hari ini
ucapku
menerbitkan diam
saat
itu, empat tahun yang lalu
di
sepetak kontrakan sederhana
tak
ada kursi tamu. Tak ada almari
hanya
buku-buku saling menyiku
kita
terima sebagai meja, kita terima sebagai
--apa-apa
yang seharusnya dimiliki oleh sebuah rumah tangga—
gigilku
adalah dingin, perasaan yang belum jua hangat
sementara
engkau berlalu,
lalu
kemudian
kau
letakkan tanpa suara dan juga tanda
semangkok
sayur bayam
;
menyebar aroma masakan paling sederhana
membimbingku
melalui lorong-lorong kenangan
kau-aku
pernah dari jauh
sama-sama
berbuka dengan air mentah
pernah
saling berkasih dengan lapar
pada
sendok pertama semangkok sayur bayam-
yang
kau racik; entah dengan cuaca jiwa yang bagaimana--
aku
mencecap cintamu yang sederhana
namun
menyampaikanku pada keindahan cakrawala kesabaran
Gunungkidul, 1 Oktober 2019
Nurul Lathiffah,
lahir di 21 September 1989. Menulis esai, puisi, cerpen, dan artikel di media
massa, baik lokal dan nasional. Puisi-puisinya dibukukan dalam antologi bersama
Puisi Menolak Lupa (2011), Lintang Panjer Wengi (2009), Gregah (2019). Puisi-puisinya pernah
dimuat di Majalah Sastra Horison, Koran
Merapi, SKH Kedaulatan Rakyat, dan lain sebagainya. Mahasiswa magister
psikologi di UMB Yogyakarta ini tinggal di Gunungkidul dan menggagas Kelas
Menulis di Madrasah Diniyah Baitul Hikmah.
*** ----- ***
YOHANES EKA PUSPAWAN
Krecek Tempe
Di kala matahari
mulai tenggelam di ufuk barat
Si burung tua mulai beraksi
Menuang nasi
Lauk, sayur dan thak thok di meja itu
Tiba tiba datang seekor kucing
Mengais ngais di bawah meja
sambil meraung raung tak henti
Si burung tua kasihan
Lalu mengambil semangkok krecek tempe
Yang dikira kepala lele
Dan terjunlah ke dasar lantai licin itu
Kemudian menangislah hatiku
Melihat kejadian itu
Aku hanya bisa termenung
melihat krecek tempe yang lezat
hilang dalam sekejap
Tumpah ruah berserakan di lantai licin
itu
Oh krecek tempe....
Yohanes Eka Puspawan, kelahiran Sleman, 16 Maret 1997. Beralamat di Pingitan, Sumberarum,
Moyudan, Sleman. Aktivitas kesehariannya mengajar di salah satu SMA di
Yogyakarta
*** ----- ***
EVITA EKA SEPTIANI
Kegigihan Puncak
Di
selubung mendung gelap
Debur
ombak memecah lelap
Dingin
angin tak sanggup didekap
Tengah
hamparan laut nan senyap
Sosok
kapal muncul balik kabut pekat
Sorai
angin,tumbukan riak tak dihiraukan
Perahu
melaju dalam tenang
Meski
tak tinggal satu detik pun berjalan
Rintang
tak lelah menerjang
Tapi
hantam batu pun tak mampu goyahkan
Pagi
buta nan sepi
Jatuhan
hujan tak surutkan niat suci
Walau
dingin angin merasuk hati
Jamaah
kapal tak gentar penuhi panggilan hati
Hebatnya
angin menerjang tanpa henti
Daun-daun
pun berlari-lari
Hingga
jatuh dalam lubuk hati
Saat
anca silih ganti menguasai
Adorasi
pun tak kunjung usai
Badai
agung sekalipun keras melambai
Bahtera
panitia ini tetap berpondasi landai
Sebab
Iman dalam dada kan membersamai
Menuju
rindho-Nya Sang Maha Merajai
Tak
henti satu jengkalpun
Jiwa
kapal melangkah serumpun
Dengan
langkah seribu sampan berayun
Karna
ridho Ilahi tujuan pasti
Perih
luka karna keras sampan tak merasai
Kala
Sang mentari sembunyikan cahya berlian
Burung-burung
melingkar kedinginan
Kau
pilih basahan dingin hujan
Sarayu
menembus sumsum hingga pecah runyam
Bagai
seribu kaki mengarungi laut seram
Hamparan
samudera yang tak terbilang
Seakan
api semangat makin membara
Meski
kadang timbangan tak imbang
Tanah
harapan kan terus perjuangkan
Dengan
nama Allah
Yang
menjalankan kendaraan ini,berlayar dan berlabuh
Kalimah
Sang Esa yang kian melahirkan pengorbanan
Beribu
detik menderu
Jarum
jam seakan menyerah dalam sendu
Persiapan
dilalui dengan paham sebahu
Labuh
sorai sampan kian merdu
Tanah
harapan menuai mekar dalam kalbu
Seribu
waktu di mana mendayung asa
Kita
lalui mengejar aksa
Tiba-tiba
kusadar semua terkenang
Tetes
air mata pun meliputi sendu
Sembilu
kembali kuasai angan kelabu
Ina
didesak mega kelabu
Kumohon
ikatan dalam kenangan tetap menyatu
Walau
telah labuh ke dermaga
Layar
sudah mengatup lalu usai
Kulon Progo,
2019
Evita Eka
Septiani, lahir 11 September 2001. Mahasiswa UNY prodi
Manajemen Pendidikan. Puisinya masuk buku antologi: Butterfly Sastra Three Color Poetry (2018), Paradigma Imaji I Welcome September (2018), Tak Terucap (2018), Kado
Spesial Untuk Bunda (2018), Mencintai
Ibunda Sehidup Sesurga (2018), Superhero
Berpuisi (2019), Stigma Bodong
Bla.Bla.Bla (2019),Kembali Nol
(2020), dan Kluwung Lukisan Maha Cahaya.
Mulai aktif di Komunitas Sastra-Ku saat awal kelas 12 SMA. Tinggal di Galur
Kulonprogo.
*** ----- ***
ANISA LAILATUN NIKMAH
Tanpa
Rasa
Kepergiannya..
Satu langkahnya meninggalkan berjuta cerita masa
Terkesan begitu membara
Hati menahan untuk menetap saja
Awalnya..
Tak terbayangkan, bila hari tanpa satu nama
Dan terjadi pemasanya..
Tak lagi kehidupan bermakna
Tak ada cerita, tahta, cinta
Yang
menjadikan impian tiada faktanya
Tentang satu nama pada masanya..
Nama yang slalu ku sebut dalam do’a
Yang slalu ku pinta jiwa raganya
Tak ada ragu untuk mencintainya
Slalu dikejutkan atas nama cinta
Namun, akhir cerita tak menakdirkan kita
Katanya..
Berjuta kata yang menjanjikan masa
Mengikat erat jiwanya
Mengekang raga tanpa nama
Yang terukir atas nama cinta
Menjadikan kita saling bercinta
Teruntuk kita berdua tiada tiganya
Terjawab ingkar pada masanya
Tentang kita..
Berawal teman menjadi cinta
Berawal sebuah nama menjadi kita
Yang menjadikan pengejut teman sebaya
Dan juga topik pembicara antara mereka
Alurnya..
Terdengar strategi ditelinga
Tanpa kaitan nama diantara kita
Hanya antara kita dan sebuah cinta
Indah pada masanya
Namun, tak seindah kata akhirnya
Akhirnya..
Membijak dalam kata
Bertindak untuk mendewasa
Ambisi bersama tiada faktanya
Janji jiwa yang tiada maknanya
Hingga kembali pada suatu masa
Antara kita yang tak saling cinta
Tak ada kata kita
Tak ada kata antara
Hanya dua nama yang berbeda
Tiada ikatan atas nama cinta
Berjuta kalimat tersurat dalam satu kata
TERLUKA
Tak lagi membara
Tak lagi menahan rasa
Juga tak meninggal luka
Sudah cukup dititik cerita
Bukan lagi kita yang saling cinta
Akan menjadi dua manusia
yang seakan tak pernah bersama
Namun..
Tak ada cerita, aku seorang saja
Sebab Tuhan slalu membersama
Dan takdir-Nya yang tetap berkuasa
Sekian ikhlas karna-Nya
Rasa antara kita
Teranugerah antara dua jiwa
Seakan belahan jiwa
Seakan keabadian cinta
Padahal takdir tidak berkata
Tak memihak rasa
Hanya akan ada cerita
Dimana berjuta ikhlas karna-Nya
Sebab Tuhan tahu bagaimana baiknya
Melupa..
Berusaha karna-Nya
Ikhlas karna-Nya
Sebab Tuhan pasti menggantinya
Dimasa penantian hanya sabar jawabannya
Untuk mencari berkah cinta
Yang pasti adanya
Kalimat kata untuknya
Hanya bisa semoga untuk dirinya
Terucap maaf antara kita
Terucap selamat untuknya
Pendewasaan kita telah bercerita
Bertemu untuk bercinta
Meninggalkan tanpa banyak rasa
Hanya satu kalimat saja
Ikhlas karna-Nya
Anisa Lailatun Nikmah, mahasiswa yang hobi menulis puisi, sebagai pemula pernah mengikuti beberapa lomba puisi di akun media sosial. Alamat rumah, Borobudur, Magelang, Jawa Tengah
*** ----- ***
========
Edisi
kali ini laman Sastra-Ku juga memuat puisi karya juara pertama Lomba Baca Puisi
tingkat SMP/MTs se-Kabupaten Kulonprogo yang diselenggarakan oleh Dinas
Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Kulonprogo pada bulan Mei lalu.
========
FERA WAHYU PUSPITA
Bintang Malam
kutatap langit penuh bintang
rasa kagum takjub mulai menggoda
kau ciptaan Tuhan yang begitu mulia
kau sinari gelapnya dunia
bagaimana dengan aku?
bisakah sepertimu, bintang?...
aku juga Ingin menyinari gelapnya
dunia
dengan Ilmuku
aku ingin jadi penerang kehidupan
seperti bintang di gelapnya malam
tuhan kabulkan keinginan
walau penuh rintangan
aku tetap menerjang
Fera Wahyu Puspita, siswi SMP N 4 Samigaluh Kulonprogo.
*** ----- ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar