Sabtu, 12 Juni 2021

K A R Y A

LIRING ANINDYA MAHARAI

 

 

 

Pertemuan Lekas Kita

 

Kulihat kamu dan aku bersisian

Saling tukar masa lalu; rencana masa depan

Di atas selembar ranum daun

yang baru selesai disemir musim

 

Suara paling akrab itu

menepuk-nepuk pipiku

Mereka yang berhulukan entah:

Ibu!

 

Segera pertemuan lekas kita tadi

Kulipat dan kusisip dalam bantal

Supaya bisa kubuka lagi

 

Selagi menerka mimpi.

 

Kulonprogo,  2 Mei 2020

 

 


Liring Anindya Maharani, menulis puisi dan cerpen di sejumlah media, juga pernah menjuarai berbagai lomba sastra. Karyanya terkumpul dalam sejumlah buku antologi, diantaranya:  Keluargaku Inspirasiku (Cerpen, ISC KP, 2019), Kluwung Lukisan Maha Cahaya (Sastra-Ku, 2020). Tinggal di Bumirejo Lendah Kulonprogo.

 

*** ----- ***

 

 

DITA WIRONO

 

 

Akan Ada Saatnya

 

Akan ada saatnya kelak aku biasa-biasa saja

Tidak cemburu melihatmu duduk bersama selain denganku

Chat berlama-lama tanpa membalas pesanku

Tak peduli seperti apa keadaanmu

Kelak aku akan biasa saja

 

Tapi sebelum semua terjadi,

aku ingin memelukmu sekali lagi.

Memastikan detak jantung yang kamu miliki

Ketika sudah bukan lagi aku yang di sana

Ketika rindumu telah menganak sungai

pada perempuan yang lainnya

Dan ketika aku tahu,

semua dengan sadarmu meninggalkanku

 

Kokap 2020

 

Dita Wirono, lahir 24 April. Menyukai dunia fotografi dan  literasi sejak SD. Lebih memilih menggunakan nama pena sebab tak percaya diri dengan tulisannya. Karyanya terkumpul dalam sejumlah buku antologi bersama diantaranya: Kitab Asmaradhana (komunitas Sastra Saraswati), Kluwung Lukisan Maha Cahaya (Sastra-Ku, 2020). Novelnya yang telah terbit: Langkah Sunyi . Tinggal di Kokap Kulonprogo.

 

 

 

*** ----- ***

 

 

 

RAFAEL ROGA

 

 

 

Haus Titik Embun

             

Haus akan titk embun bila mengosongkan diri

Hati yang remuk redam mengembalikan diri yang rapuh

Ampun seribu ampun merebahkan diri di hadapan Sang Ilahi

Segunung sesal ini kutunjuk PadaMu

Di saat-saat hidup mulai merasa ketakberdayaan dan duka nestapa

Selalu Kusujud dan berserah diri kepadaMu

Diri ini mengembun menjadi air yang membeku

Bagaikan penyumbatan darah dalam  diri yang tak berfungsi lagi

Temperatur titik embun  dalam rentang  kehidupan terkompresi jenuh

Ketidaknyamanan diri dalam cuaca  yang lembab

Butuh refresh diri yang kontinyu dalam menapaki hidup ini

Embun yang bening bagai kejernihan jiwa yang suci

Penyejuk kehidupan di kala  ada silang selisih

Penyejuk hati di kala ada irihati dan dendam

Pemberi damai diantara yang bermusuhan

Pembela kebenaran dan keadilan di kala ada hukuman

Nikmati lembutnya titik embun

 Yang melekat diantara butir yang singgah di atas rerumputan

Walau samar dalam kehidupan tak seperti embun menancap di bumi

Tobatanmu selalu dilakukan sepanjang hidup

Napas embun kasihmu memberikan kehidupan yang nyata

Jantung hatimu membuka aliran darah  yang tersumbat

Jiwa ini  menjagamu dalam gelap gulitnya kehidupan

Maaf  beribu maaf atas dosa dan kesalahanku

Setangkai buah bersemi diladang

harum semerbak di seluruh jagad

Dia berkisah cintanNya pada sang Pencipta

Jika ada titik embun dapat memuaskan jiwa yang dahaga

Manusia Kau pelihara .....

Burung di udara dan ikan-ikan dilaut

Hewan di padang dan margasatwa

Segala yang berdiam dibawah kolong langit

Membutuhkan embun pagi agar tak akan  haus lagi

Pikiran hati dan jiwa yang lemas

Hidup menjadi dangkal dan tidak bermakna

Butuh penjernihkan  pikiran dan jiwa

menuju Sang Ilahi pencipta jiwa

Bagaikan pohon yang merana, meranggas dan kering

Jiwapun bisa meranggas merana dan kering

 

 

Rafael Roga, seorang pendidik yang juga hobi menulis puisi. Karyanya termuat di sejumlah buku antologi diantaranya: Parsel 21 Maret (Antologi Puisi 100 Penyair Indonesia Memperingati Hari Puisi Internasional, 2020). Tinggal di Jl. Mawar no 01 Kel. Madawat Maumere - Flores -NTT

 

*** ----- ***

 

 

 

 

========

 Edisi kali ini laman Sastra-Ku juga memuat puisi karya peserta Bimtek Cipta Puisi yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan Kabupaten Kulonprogo.

 ========

 

 

 

REFA WAHYU PUSPITA

 

 

 

 

Perpisahan


Keindahan mata akan hilang ditelan masa

Namun keindahan hati akan abadi dalam sanubari

          Ketika tiba saat perpisahan

           Janganlah kalian berduka

            Sebab apa yang paling

            kalian kasihi darinya

           mungkin akan nampak lebih

           nyata dari kejauhan

Seperti gunung yang nampak  lebih agung

terlihat dari padang dan dataran

 

Fera Wahyu Puspita, siswi SMP N 4 Samigaluh Kulonprogo.

 

*** ----- ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  K A R Y A     AHMAD MALIKI MASHAR     Suluh Penyuluh   Mulut berbisa mengurut luka Menepuk dada tersuruk bangga Berlulur s...