Sabtu, 20 Februari 2021

K A R Y A

 IDK RAKA KUSUMA

 

  

Seloka di Suecapura

  

Danghyang Sekar Angsana

Danghyang Sekar Angsana

aku ke sini mencari seruling

peninggalan leluhur

berwarna putihkuning

dibalut janur

dan lontar bening

 

akan kutiup ketika purnama

di sudut timur laut halaman

roh nenek moyang semua

agar datang membawa persembahan

 

ditandai tembang

wahai juru panggil kami datang

membawa sesaji

untuk kami persembahkan

pusaka warisan keramat

di tanganmu tergenggam erat

merdu bersuara

agar suci

agar abadi

menyucikan

mengabadikan

keturunan semua

 

tunjukkan di mana

jika di tanah terpendam

kugali dengan tangan raga

jika di udara terpendam

kugali dengan tangan jiwa

 

tunjukkan di mana

jangan sampai lewat senjakala

dalam gulita

seketika aku tiada

 

/2019/

 

 

IDK Raka Kusuma, lahir di Klungkung (Bali) 21 November 1957. Sahabat dekat Umbu Landu Paranggi ini puisi-puisinya pernah dimuat di sejumlah media cetak, diantaranya: Bali Post, Sinar Harapan, Mingu Pagi, Berita Buana, Karya Bhakti, Suara NTB dan lain-lain. Ia menulis sastra dalam bahasa Indonesia dan bahasa Bali Sastrawan yang kini mukim di Amlapura ini pernah meraih penghargaan Rancage di tahun 2002.

 ***----------***

 

 

 NURUL LATHIFFAH

 

  

Sunyi yang Membangun Cinta

; sementara aku menapaki jalan asing yang

belum pernah kumengerti sebelumnya

 

sunyi membangun cinta, sebelum matahari

mengirimkan cahaya-cahaya

kerlip yang hangat

 

sunyi membangun cinta

sementara ufuk cemburu berwarna kemerahan

sementara tepi langit mulai kehilangan warna sabar

kita semakin lindap di ruang ruang

kau menujuku

aku menujumu

tetapi saling tidak bertemu

ada sunyi yang membangun cinta lain

            di tanah kelahiran yang basah oleh asin

:cemburu kuanyam menjadi sajadah

ruang tengadah

            bagi sekujur tubuh yang hampa mawadah

 

Gunungkidul, 3 Oktober 2019

 

 

Nurul Lathiffah, lahir di Kulon Progo pada 21 September 1989. Menulis esai, puisi, cerpen, dan artikel di media massa, baik lokal dan nasional. Kini tinggal di Gunungkidul dan menggagas Kelas Menulis di Madrasah Diniyah Baitul Hikmah. Puisi-puisinya, selain dibukukan di antologi bersama Puisi Menolak Lupa (2011), Lintang Panjer Wengi (2009), Gregah (2019), juga  pernah dimuat di Majalah Sastra Horison, Koran Merapi, SKH Kedaulatan Rakyat, dll. Kini, berproses menyelesaikan studi magister psikologi di UMB Yogyakarta

 ***----------***

 

  

DITA WIRONO

 

 

Kepada Amalia Dita

 

 Dalam riuh banyak kepala

Ada satu pertanyaan sama

Mengapa namamu yang kupilih

Masih tersemat indah dalam lorong waktu terkunci bersama nadi

Meski engkau telah pergi tinggalkan nisan

diantara banyak pusara ditengah pemakaman sepi

 

Polosku masih mencintaimu meski dengan rasa takut

Perasaan yang tak bisa kuucap namun liar kutulis

Tentang perempuan pemilik surga yang lain

Tempat di mana segala doa dan pengampunan

menjadi satu-satunya arah sebab tangah bertengadah

 

Puan,

Denganku kamu hanya harus percaya,

Bahwa kado bukan hanya tentang perayaan,

atau pemberian  suatu kejadian peristiwa

yang kita tunggu dan harapkan setelah sekian lama.

Bisa saja

Dia ada sebagai kejutan atau ungkapan kata cinta

Dan untukmu aku memilih kalimat baris kelima

paragraf ketiga dari tulisan ini

Sederhana, namun semoga  engkau menerimanya

Sebagaimana takdir-takdir perpisahan yang lain

Dan kelak jika penghujan  telah kembali

Kan kutulis sajak sajak tanpa kalimat sedih lagi

Seperti sebuah keyakinan pertemuan di surga nanti

 

Kokap, 4 Oktober 2020

 

 Dita Wirono, lahir di Kulonprogo tanggal 24 April. Pernah bercita-cita menjadi seorang Jurnalis, tapi ditentang oleh orang tuanya. Menyukai dunia fotografi dan  literasi sejak SD. Lebih memilih menggunakan nama pena sebab tak pernah percaya diri dengan tulisannya. Bekerja di sebuah lembaga non Pemerintah. Penggiat  dan kontributor web di tempat tinggalnya. Pemilik Instagram Epitaf Sunyi.  Bukunya: Langkah Sunyi (Novel, 2019),  karyanya juga masuk di buku antologi: Kitab Asmaradhana (antologi puisi komunitas Sastra Saraswati), dan Kluwung Lukisan Maha Cahaya (antologi prosa dan puisi komunitas Sastra-Ku, 2020).  Tinggal di Kokap Kulonprogo.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  K A R Y A     AHMAD MALIKI MASHAR     Suluh Penyuluh   Mulut berbisa mengurut luka Menepuk dada tersuruk bangga Berlulur s...