Sabtu, 12 September 2020

K A R Y A

SIWI NURDIANI

 

 

 

Pembawa Obor yang Menggigil

 

 

malam kau terus jalan

dengan obor di tangan

dan tubuh menggigil

pucat wajahmu

terus meracau tentang sepi

dan api

 

pembawa obor terus jalan

dengan sepi di hati

dan tubuh menggigil

pasi wajahmu

terus meracau tentang sendiri

dan sepi

 

di dalam bilik

api cilik

aku terbangun dari mimpi

 

aku punya api

akan kubagi hangatnya

agar kau tak lagi menggigil.

 

 

Siwi Nurdiani, lahir di Kulonprogo 1 Desember 1983. Alumni Fakultas Bahasa dan Sastra UNY ini sekarang mengajar di MTs Girimulyo. Pernah aktif di komunitas Lumbung Aksara, dan telah menghasilkan beberapa novel, diantaranya Sihir Negeri Pasir (2012), Denting Hujan (2018) dan  Gumam Tebing Menoreh (2018). Sementara cerpen dan puisinya dimuat di beberapa media cetak dan online. Tinggal di Girimulyo.

 

***----------***

 

 

 

R A H M A T

 

 

 

Gelombang Nafsu

 

Tidak  harus semua tau

Namun jangan pernah berhenti mempelajari

Tidak harus semua  faham

Namun jangan pernah berhenti memahami.

 

Tidak semua cita-cita terkabul

Darimana asal usul cita-cita itu timbul

Tidak semua pertanyaan menemukan jawaban

Karena rahasia waktu dan jaman.

 

Hidup terlalu berharga

Bila hanya memikirkan cercaan

Hidup menjadi remeh temeh

Bila hanya memikirkan sanjungan.

Mengapa harus mengejar angin

yang selalu membayang di angan

 

Bukalah mata hatimu, bung...

Betapa luasnya jagat raya

Apa kamu harus sempurna

Bila rahasia takdir adalah keindahan yang agung

 

 

Sidorejo,  1 September 2020

 

 

 

 

Rochmat, jebolan IAIN (sekarang UIN) Sunan Kalijaga. Pernah menekuni berbagai bidang pekerjaan: buruh, petani, pedagang, hingga pendamping budaya. Puisinya masuk di buku Kluwung Lukisan Maha Cahaya (antologi puisi dan prosa komunitas Sastra-Ku). Salah satu Korcam di Dewan Kebudayaan Kulonprogo ini tercatat sebagai imam besar di salah satu masjid dusun Kwarakan, Sidorejo, Lendah.

.

 

***----------***

 

 

 

YAYUK WAHYUDI

 

 

Langit Ungu

 

Kuuntai sejuta harap

Kurangkai dalam gelap

Meski semesta gemerlap

Ruangku tetap senyap

 

Kutimbun sejuta ingin

Kupetik satu satu

Kusimpan dalam keping

Dalam sanubari kelabu

 

Sejuta kata lantunkan asa

Sepenggal gagal lepas meronta

Meski langit tak lagi biru

Dan asa semburat ungu

Kutahu kau bukan untukku

 

Sejuta tahun menunggu

Tanpa ragu

Sambil mekulukis wajahmu

Di langit yang tak lagi biru

Jadi sandaran dukaku

 

Sorjati, Sept '20

 

 

Yayuk Wahyudi, adalah nama pena dari Sri Rahayu Yustina S.IP., MA. Lahir di Purworejo 27 Desember 1963. PNS di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Kulonprogo yang masih meluangkan waktu bergiat di Komunitas Sastra-Ku. Karyanya masuk di sejumlah buku antologi, diantaranya: Weling Sinangling (Antologi Geguritan Dinas Kebudayaan DIY, 2018) dan Tilik Wewisik (Antologi Geguritan Dinas Kebudayaan DIY, 2019), Kluwung Lukisan Maha Cahaya (antologi prosa dan puisi komunitas Sastra-Ku, 2020). Tinggal di Girimulyo Kulonprogo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  K A R Y A     AHMAD MALIKI MASHAR     Suluh Penyuluh   Mulut berbisa mengurut luka Menepuk dada tersuruk bangga Berlulur s...