Sisa Asa
Sebongkah asa tetap membara
meski kadang
meredup
di jingga mentari yang kembali keperaduan
kala senja menyambut
dengan kegelapan sesaat
gemintang mengintip disela malam
diiringi nyanyian burung hantu
yang tak rela datangnya siang
kala senja membawa bahagia
ditepian fajar saling bertaut
malam dan siang tetap bergelut
bergolaknya rasa
yang sempurna
antara asa dan putusnya khayal
yang menipis di kefanaan dunia
mampukan sisa asa melecut gairah hidupku
yang sesaat meletup lalu meredup
Angkuh
Mata garang memandang
burung emprit terbang melayang
disaat takut menjulur dari jiwanya
diterkam mata garang menantang
dengan sejuta keangkuhan
seputar alam
ditelannya
dalam jiwa sangar meraja
disaat emprit meronta
dalam rematan tangan kekar
seperti kelakar yang mengakar
jiwa sangar menggelepar
jiwaku membatu
hujanpun sulit mengikisku
senyum sinis dipucuk bibirmu
bertopang kuasa tercipta angkuhmu
Menyulut dendam dalam diri ini
Mampukah dendam kuakhiri.
Rintihan Punguk
Kaki kecilmu gemetar
menyangga terpaan hina
tawa celoteh tak kenal rasa
seolah kau tak bernyawa
jadi mainan lucu yang tak seru
meski tak lagi daya menyangga kepala
masih saja akal brutal memainkanmu
seonggok caci dan nyanyi nyinyir
tiapkali menelusupi jiwamu
tergetar jiwa meronta
namun kaki tiada melangkah pergi
aku mau lari
aku mau lari
itu sebatas bisik darahku
kakiku gemetar kuumbar
menyangga sejuta cecaran
hanya setitik kasih yang ku harap
sama bernyawa sedikit tempat
tangismu tak pernah muncul
meski derita tetap kau panggul
dalam gumulan hidup yang menganak tiri
kau satu disejuta lain yang berlari
jangan lagi meneteskan air mata
jadi aliran sungaipun tiada guna
tak menumbuhkan rasa
Jangan takut
Bisik angin
membalut raut
Aku tetap menemanimu dalam samar sekalipun
Jiwa ini jadi karang saat terbuang
Jiwa ini pernah
termakan dan terpagut
Namun aku tak pernah surut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar