Jumat, 06 November 2020

SUYATRI

 

 

 

 

Secangkir Kopi

 

Jangan memberi pengertian kopi dari pahitnya rasa

Nikmatilah,

Tak usah diaduk

Agar pahit itu mengajarkan tentang hidup.

 

Setelah menyeruput kepahitannya

Bergelayutan segala pikir 

Temukan inspirasi dari rasanya.

Kopimu mengental

Meminta jiwa untuk bersabar

 

Hangatnya air akan memberimu nyaman

Saat kebekuan mendera

Dingin berlahan pergi

Seciicip kau rasakan manis.

Nikmatilah bahagiamu di akhir makna.

 

Biarkan ampas terendap.

Anggaplah sebagai ujian dari sebuah perjalanan di pengembaraanmu

 

Rokan Hulu, 4 Oktober 2020

 

 

 

Suyatri Yatri lahir di Padang Siminyak, 24 Agustus 1979, tinggal di Rokan Hulu Riau. Sudah banyak karya tergabung dalam antologi bersama dan juga karyanya terbit di media cetak dan on line. Pos_el. yatri.yatri03@gmail.com

.  

 

***----------***

 

 

 

DITA WIRONO

 

 

 

Sepasang

Masih tentang

Jodoh yang selalu disemogakan

 

Ketika kita menjadi sepasang musim

Yang tak pernah dipertemukan

Seiring dan tak akan pernah sejalan

Kamu musim penghujan

Aku kemarau pemeluk kematian

-tandus gersang

Sepi dan sunyi

 

Ketika kita menjadi sepasang buku halaman

Dibuka beruntun tanpa pernah bisa bersamaan

Kamu di depan aku di belakang

Saling mengikuti dan bergandengan

Beriringan tak pernah dibersamakan

 

Dan aku masih menyemogakan

Apa yang kau inginkan

Mengaminkan apa yang kau doakan

Meski aku tahu

sepasang tak selalu bersatu

 

Kokap, 20 Oktober 2020

 

 

 

Dita Wirono, lahir di Kulonprogo tanggal 24 April. Pernah bercita-cita menjadi seorang Jurnalis, tapi ditentang oleh orang tuanya. Menyukai dunia fotografi dan  literasi sejak SD. Lebih memilih menggunakan nama pena sebab tak pernah percaya diri dengan tulisannya. Bekerja di sebuah lembaga non Pemerintah. Penggiat  dan kontributor web di tempat tinggalnya. Pemilik Instagram Epitaf Sunyi.  Bukunya: Langkah Sunyi (Novel, 2019),  karyanya juga masuk di buku antologi: Kitab Asmaradhana (antologi puisi komunitas Sastra Saraswati), dan Kluwung Lukisan Maha Cahaya (antologi prosa dan puisi komunitas Sastra-Ku, 2020).  Tinggal di Kokap Kulonprogo.

 

***----------***

 

 

 

KIDUNG PAMUNGKAS

 

 

 

Rindu

 

Rindu kadang tak terbendung

Meski mendung memulangkan hujan ke bumi

 

Kangen - rindu tetaplah saudara dengan nyanyian angin

Meninggalkan genangan kenangan yang tak kunjung surut

Lalu lalang hiruk pikuk pasar. riuh manusia yang  gegap gempita

Dan setiap orang sibuk dengan kenangan,

rindu dan pikirannya sendiri. hakikatnya sepi, menepi.

 

Kuseruput secangkir kopi gemplong

yang ditumbuk dengan lesung

oleh simbah tua bersenjatakan alu

Sepiring tempe benguk bersanding cabe rawit

pedas kemranyas menggigit

rasa ku luruh, luluh...

rinduku tak terbendung,

akankah rindumu terbendung mendung?

 

17 Oktober 2020

 

 

 

 

Kidung Pamungkas, nama pena dari Sugeng Winarto, lahir di Kebumen 28 Maret 1983.  Pernah kuliah di Akademi Keperawatan Karya Nhakti Husada Yogyakarta. Kini sebagai pelaku supranatural yang mencintai budaya Jawa.

 

***----------***

 

 

 

SITI WAHYUNI

 

 

 

Kau

 

 

Pada jiwa yang tak nampak

Aku terus menghindarimu

Namun aku tak tahu

Kau dimana

 

Pada jiwa yang tak kasat mata

Aku berlari menjauhimu

Namun aku tak tahu

Kau dimana

 

Pada jiwa yang tak terlihat

Namun ada sifat jahat

Yang harus aku sekat

Agar kau tak mendekat

 

Aku harus kuat

Aku harus semangat

Agar tak jadi laknat

 

 

Seputar Alwa ,13 Agustus 2020

 

 

 

Siti Wahyuni S.Pd, lahir di Kulonprogo 22 Februari 1976. Alumni UNY (Pendidikan Geografi) dan UT (PGSD). Saat ini mengajar di SD Negeri Percobaan 4. Menulis puisi sejak SMP. Tinggal di Kedungdowo Wates.

 

***----------***

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  K A R Y A     AHMAD MALIKI MASHAR     Suluh Penyuluh   Mulut berbisa mengurut luka Menepuk dada tersuruk bangga Berlulur s...