Pertautan
Maut
Cerpen Tri Apriyadi
Di sebuah gang sempit.
Siang itu.
Empat orang pemuda bergerombol. Duduk
melingkar. Di dalam lingkaran terdapat beberapa botol minuman keras dan
gelas kaca.
"Ayo bro minum lagi" kata Jarot sambil
mengangkat gelas yang hendak diminumnya.
"Ok bro. Pasti aku habiskan satu botol ini.
Mungkin malah bisa kurang" kata Rudi sambil tertawa.
"Tenang aja bro. Kalau habis, habiskan saja.
Nanti kalau kurang kita beli lagi. Mumpung lagi ada bos nih. Iya khan bos
?" kata Wawan sambil melirik Jarot.
"Iya. Tenang aja. Beres lah itu" kata Jarot.
"Ayo...ayo..minum lagi."
Tidak berapa lama botol-botol mulai sudah mulai
kosong.
"Wah kayaknya kurang nih bos. Tanggung nih. Belum
naik" kata Wawan.
"Iya nih. Satu dua paket lagi cakep nih . Iya ndak bro
?" kata Ade menimpali
"Sip..."
"Gimana ni bos. Bisa nambah lagi kan ?" kata
Wawan ke arah Jarot.
"Bisa lah. Tenang aja. Kan masih ada itu.. tu..yang
dipinggir jalan ?" kata Jarot sambil menunjuk sebuah minimarket.
"Maksudmu bro ?" tanya Wawan agak
bingung
"Kita beraksi lah disana" kata Jarot. "Di
situ ada minimarket ramai. Di kasir pasti banyak uangnya. Atau paling nggak
pembelinya berduit. Gimana ?"
Yang lain diam. Tidak merespon. Hanya saling
berpandang-pandangan. Rudi menyulut rokok.
"OK. Biar aku aja yang beraksi" kata Jarot
akhirnya.
"Perlu ditemani nggak bro ?" tanya Wawan
hanya pura-pura.
"Nggak perlu lah. Aku sendiri aja cukup. Pasti beres" kata Jarot berlagak.
"Nggak perlu lah. Aku sendiri aja cukup. Pasti beres" kata Jarot berlagak.
"Oke deh kalo begitu. Jangan lupa ini" seru
Wawan sambil melemparkan pisau lipat kearah jarot.
Jarot menangkapnya."Sip. Tunggu disini ya"
Jarot segera berjalan menuju ke mini market.
Setelah Jarot agak jauh, semua temannya bubar.
Pengecut.
***
Di sebuah taman kota.
Di sebuah bangku panjang berbahan kayu balo, di bawah
pohon nampak sepasang remaja sedang berkencan. Mereka masih memakai seragam
putih abu-abu.
"Kamu keringatan, beb? Bajumu sampai basah
gini" tanya Dani.
"Iya nih beb. Tadi dari sekolah sedikit lari.
Biar cepet ketemu kamu disini. Apalagi tadi aku harus cepat-cepat keluar
halaman agar nggak ketahuan ama satpam sekolah. Yang kebetulan lagi keluar.
Biar nggak ditanyain macam-macam. Males aku jawabnya. " jawab Rani.
"Oo..Tadi kamu gimana cara nya bolos ?" tanya
Dani.
"Aku tadi pura-pura kalau perutku sakit dan minta
izin guru yang sedang ngajar di kelas untuk pulang. Jadi bisa deh keluar sekolah"
"Kalau kamu beb ?"
"Kalau cuek aja. Keluar..tinggal keluar aja. Nggak
pake izin-izinan segala. Cuman aku keluarnya lewat pagar belakang sekolah.
Cukup tinggi juga. Tapi bisa lah" terang Dani sambil menepuk dada.
Keduanya tertawa bersama.
"Aku haus nih beb.
Kamu haus juga nggak? Pasti haus kan. Sampai keringatan gitu. Aku belikan
minuman dulu ya. "
"Mau..mau.."
"Soft drink
atau apa nih ..."
"Aku ice cream ya beb"
"Ok deh .
Aku tinggal sebentar ya sayang"
"Ok beb"
Dani bergegas meninggalkan Rani. Tapi belum begitu jauh
Dani melangkah, tiba-tiba dia menoleh dan melambaikan tangan. Dada Rani serasa berdesir
melihatnya. Ada perasaan yang aneh.
***
Di dalam mobil mewah.
Di tengah perjalanan.
"Waduh Pah, aku tadi lupa membawa makanan dan
minuman kecil untuk bekal di perjalanan. Tadi sudah aku siapkan dari rumah.
Udah aku masukkan di tas plastik hitam. Tinggal bawa aja. Tadi agak tergesa-gesa
sih" kata Sinta pada Bramantyo, suaminya yang sedang menyetir mobil.
"Gimana sih mamah ini. Mosok bisa lupa sih. Kan
perjalananan kita cukup jauh"
"Iya. Maaf deh. Nanti kita beli di minimarket di
pinggir jalan aja ya, Pah ?"
"Iya deh. Nanti kalau ketemu minimarket kita
mampir"
"Gitu dong pah. Mamah sayang deh ama papah"
kata Sinta ibu sambil tawanya berderai.
"Nanti aku di beliin es krim ya Mah" pinta Ani,
anak perempuan yang masih berumur tiga tahun yang duduk di belakang papahnya.
"Kalau aku coklat dan jus yang stroberi dingin aja
ya Mah?" giliran Adi si sulung yang sudah di kelas 1 sekolah dasar,
meminta kesukaannya.
"Iya sayang. Pasti mamah belikan. Kan mamah sayang
kalian" kata Sinta sambil membalikkan badan, mengusap-usap rambut
anak-anaknya.
Bramantyo tersenyum melihat adegan itu. Hatinya bahagia.
Tak berapa lama perjalanan, ada minimarket di pinggir
jalan dekat taman kota. Mobil berhenti. Sinta keluar, berjalan masuk ke
minimarket.
***
Di sebuah minimarket pinggir jalan dekat taman kota.
Sinta sedang memilih-milih barang-barang berupa makanan minuman yang akan
dijadikan bekal. Tidak lupa pesanan dari anak-anak tercintanya. Setelah dirasa
cukup, lalu ia menuju ke kasir.
Sementara itu. Dani sedang memilih minuman dingin di ice box yang
terletak di dekat kasir dan pintu keluar. Dia mengambil 1 botol soft drink
dingin kesukaannya.
Jarot berpura-pura memilih barang bergaya pembeli. Sambil
celingak-celinguk, sesekali matanya melirik ke arah kasir. Dilihatnya, Sinta
sedang mengeluarkan dompet untuk membayar. Nampak tumpukan uang berwarna merah
menyembul dari dompetnya.
"Saat yang tepat", batin Jarot sambil keluarkan pisau lipatnya.
Dengan cepat Jarot melangkah ke kasir.
Jarot langsung todongkan pisau ke perut Sinta. "Serahkan dompet itu kalau
mau selamat. Cepattt".
Sinta terkejut. "Jangan. Jangan sakiti saya. Iya. Iya"
Tiba-tiba terdengar suara keras dari dekat. "Rampok...rampok...".
Dani berteriak dengan suara lantang hingga kedengaran sampai luar.
Suara teriakan itu mengejutkan Jarot. Dengan cepat dia rampas dompet Sinta.
Kemudian berlari keluar. Sambil berlari dilihatnya Dani masih di dekat pintu
keluar.
" Bangsat". Dia tusukkan pisau lipatnya ke perut Dani.
"Aahkk". Dani tersungkur berlumuran darah.
Jarot berlari. Dia berlari kencang memasuki sebuah gang sempit. Dani
meregang nyawa menjemput maut. Di dekatnya, Sinta berteriak-teriak memanggil
suaminya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar