PUISI ENES PRIBADI
Sisa Rahsia
Kemana
harus sembunyi
Semua
sudah terbaca olehmu
Tapi
aku masih bertanya
karena
aku sudah lupa
Dalam
catatanku
semua
hanya tanda, tak terbaca
Tuhan,
maukah mengampuniku
Jika
aku tak tahu kesalahanku
Rahsia,
rahsiaku.
--Panjatan; Ujung malam, 50120
Enes Pribadi, lahir di Kulonprogo pada 3 Juli
1958 dengan nama Pribadi. Nama Enes ( N dan S) diambilkan dari Nur Sahid,
ayahnya. Pensiunan guru sejarah di SMA N 1 Wates ini sejak mahasiswa sudah
berproses di bidang penulisan sastra, terutama puisi. Sempat mendirikan Sanggar
Seni dan Sastra Kulonprogo (Sangsisaku) pada era tahun 1995 – 2000. Sejumlah puisinya
dimuat di koran Jogja diantaranya Kedaulatan
Rakyat, Bernas, Minggu Pagi. Juga terkumpul dalam antologi bersama,
diantaranya: Antariksa Dada (2008), Nyanyian Bukit Menoreh (2016), dan Kembar Mayang (2019). Bersama isteri
tercinta dan tiga buah hatinya ia tinggal di Depok Panjatan Kulonprogo.
*** ----- ***
PUISI LIRING ANINDYA MAHARANI
Elegi Hipotesa Temu
Sang Bulan
Angin berhembus pelan
menerpa wajah sayu
Tubuhnya menggigil
giginya bergemeletuk
Jemarinya terjalin
rapat saling mengerut
Kepada November ia
mengutuk
Sejak kecil sewaktu
masih tengil
Lagaknya hiperbolis
membanggakan bulan
Yang duduk tersenyum
di kursi kecil
Yang siap sigap
memilah wejangan
Ia bilang suka
kunang-kunang, yang berarti kenang-kenang
Ia tak suka hilang
lantas lekang dan ingin terus merasa menang
Tolong rawat
baik-baik kuku dan rambutnya
Terkadang ia lupa
untuk memotongnya
Tolong rawat
baik-baik hatinya
Terkadang ia sakit
menunggumu pulang
Bulan berbisik;
Mendekatlah dan
merapat
Hingga bercakap tanpa
sekat
Lantas tumpahkan
keluh kesah
Agar bisa kupeluk
semua resah
Besok ya? Mungkin
besok ia kunjung
Sekadar menengok dan
berkabar
Ia bilang tak lagi
berumur sepuluh
Apalagi mendapat
sebuah kecupan
Bulan mendekap;
Tetap tenang jangan
gundah
Suatu saat kita bisa
serakah
Tapi kumohon, jangan
gegabah
Langkahmu masih
terlalu payah
Bincangnya tercekat,
raganya terbebat
Atmanya ringkih
mengais napas
Bulan melambai
menyambut gelap
Raut gembira
tersenyum ikhlas
Hancur impian satu,
terpetik kabar yang diharap semu
Rusuh di atas kukuh,
ia meraung dengan tersedu-sedu
Tanpa Bulan;
Kupikir ia begitu
kuat
Menjauh tanpa lagi
berharap
Mengasingkan diri
dalam gelap
Tanpa harus lagi
teringat
Nyatanya ia salah
Raganya begitu lemah
Batinnya tersiksa
sudah
Dan ia telah kalah
Lendah, 2020
Liring Anindya Maharani, lahir di Kulonprogo pada 4 Januari 2003, saat
ini masih belajar di SMA N 2 Wates (Kelas 11 MIPA). Cerpenya
masuk dalam buku antologi Keluargaku
Inspirasiku (2018), yang diterbitkan oleh Inspiring Pelajar Kulonprogo.
Sementara sejumlah puisinya pernah dimuat Line. Tinggal Bumirejo Lendah
Kulonprogo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar